Sirah Nabawiyah

Sikap Nabi Muhammad saat Sahabatnya Dibunuh Seorang Yahudi

Ahad, 19 Mei 2019 | 16:59 WIB

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil­lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa..,” (QS Al-Maidah: 8).

Nabi Muhammad adalah seorang yang berlaku adil kepada semuanya; kepada dirinya, keluarganya, sahabatnya, dan umat Islam sendiri. Nabi Muhammad menjadikan keadilan sebagai sebuah hukum dan sistem yang harus ditegakkan dalam setiap situasi dan kondisi apapun. Perbedaan agama, suku, ras, dan etnik tidak membuat beliau berlaku tidak adil. 

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda: Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku pasti memotong tangannya. Pada saat itu, hukuman dari seorang pencuri adalah potong tangan. Melalui hadits itu, Nabi Muhammad menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan setegak-tegaknya. Apabila salah, maka harus dihukum. Tidak peduli yang melakukan kesalahan itu keluarganya sendiri, bahkan putri tercintanya.

Tidak hanya itu, Nabi Muhammad juga menegakkan keadilan kepada mereka yang tidak se-iman atau tidak se-agama dengannya. Sikap adil Nabi Muhammad juga meliputi non-Muslim. Jika terjadi perselisihan antara Muslim dan non-Muslim, Nabi Muhammad melihat siapa yang salah. Jika yang salam pihak Muslim, maka beliau akan menghukumnya. Demikian sebaliknya.

Dalam buku Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018), dikisahkan suatu ketika seorang Yahudi membunuh salah seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Sahl al-Anshari. Setelah diadili, memang betul kalau seorang Yahudi tersebut lah yang salah. Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Nabi Muhammad pada saat itu, maka siapapun yang melakukan pembunuhan maka ia harus membayar denda sebanyak 100 ekor unta betina.

Nabi Muhammad meminta seorang Yahudi tersebut untuk membayar 100 ekor unta betina sebagai konsekuensi atas perbuatannya tersebut. Beliau tidak minta lebih dari 100 ekor unta betina kepada seorang Yahudi tersebut. Padahal saat itu, para sahabatnya tengah memerlukan lebih banyak unta jantan untuk menambah kekuatan tentara Islam. 

Demikianlah Nabi Muhammad, menegakkan keadilan sesuai dengan ketetapan yang sudah ditetapkannya. Beliau tidak memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sikap adil Nabi Muhammad itu seharusnya menjadi pegangan dan teladan bagi seluruh umat Islam agar juga berlaku adil kepada siapapun, termasuk kepada non-Muslim sekalipun. Karena sesuai dengan firman Allah di atas, jangan sampai kebencian terhadap suatu kaum membuat seorang Mukmin berbuat tidak adil. (Muchlishon)