Syariah

Mengenal Pasar Modal Konvensional

Rab, 19 Juni 2019 | 09:00 WIB

Era digital merupakan sarat dengan cepatnya informasi dan akses. Seorang santri yang sudah ditempa dengan pendidikan kitab ala pesantren pun mesti mengikuti perkembangan yang terjadi. Salah satunya adalah perkembangan yang terjadi pada merchant. Merchant saat ini sudah menjangkau pada wilayah kajian pasar modal.

Nah, di sinilah tulisan ini hendak ditekankan, yakni mengenal tentang pasar modal itu seperti apa. Tujuan dari mempelajari ini sudah pasti untuk lebih mengasah dasar keilmuan syariat sebelumnya, guna diaplikasikan dalam masyarakat serta menggunakannya sebagai kaca mata untuk memilah dan memilih produk: mana yang sesuai syariat dan mana yang tidak sesuai. 

Perlu diketahui bahwa UU Nomor 8 Tahun 1995, Pasal 1 Angka 13 mengamanatkan bahwa pasar modal merupakan kegiatan yang bersangkut paut dengan perdagangan dan penawaran umum efek perusahaan umum (publik) dan lembaga serta profesi yang berkaitan dengan efek.. Sudah pasti, setiap perusahaan publik selalu memiliki efek yang diterbitkannya. Efek adalah surat-surat berharga perusahaan, termasuk di dalamnya adalah obligasi, saham, giro dan lain sebagainya.

Baca:
Syarat agar Perdagangan di Bursa Efek Sah secara Fiqih
Fiqih Transaksi: Sertifikat sebagai Jaminan Transaksi dan Efek
Mengapa perusahaan menerbitkan efek? Jawabnya, sudah pasti juga hal ini berkaitan dengan pendanaannya. Perusahaan mau maju kadang butuh strategi menerbitkan dan menjual saham. Kadang juga melalui pemangkasan karyawan dan mengangkat karyawan baru yang lebih profesional dan relevan dengan bidang kerjanya. Kadang juga, perusahaan yang ingin go public, ia harus berutang ke pihak lain dengan jalan menerbitkan obligasi. 

Nah, pasar modal itu wilayah cakupannya mengurusi tetek bengek yang berhubungan dengan efek-efek itu semua. Jadi, di dalam pasar itu berkumpul sejumlah pialang. Ada pialang saham, pialang obligasi, giro dan lain sebagainya. Mereka semua adalah investor (pemodal) bagi perusahaan. 

Bila sebuah perusahaan menjual sahamnya, itu artinya ia sedang menarik mitra untuk masuk dalam jaring usahanya. Apabila perusahaan menjual obligasi, itu artinya perusahaan sedang mencari tambahan dana sementara infrastruktur yang dimilikinya sebagai jaminan pengembalian sudah dipandang cukup, berikut pengalamannya dalam bergerak di jalur usaha tertentu. 

Perusahaan itu ada dua model, yaitu berbentuk kemitraan terbuka dan kemitraan terbatas. Untuk kemitraan terbuka (Perseroan Terbuka) maka ia bisa menggait pemodal asing untuk masuk dalam lingkup usahnya. Sementara Kemitraan Terbatas (PT) ia hanya bisa menggait pemodal domestik dalam negeri. 

Mengingat scope pemodal bisa menjangkau wilayah sesuai jenis kemitraan yang dibentuknya, maka agar upaya penggalangan dana usaha itu berlangsung efektif, maka dilakukanlah inovasi berbasis pasar modal. Jika sebelumnya pasar modal berada dalam rumah kaca yang dinamakan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berada di Jakarta, nah seiring perkembangan jaman, pergerakan pemasaran efek ini sudah merambah ke ceruk rumah tangga dan individu. 

Melalui jaringan online yang tersedia, para perusahaan ini mulai menawarkan efeknya ke masyarakat. Akhirnya, berdirilah situs-situs broker. Tawaran yang umum disampaikan ke masyarakat adalah investasi. Netizen pernah menemukan banyak situs menawarkan investasi, bukan? Itu adalah salah satu dari situs bursa modal. Jika anda ikut di dalamnya, maka anda seolah sedang menginveskan dana anda ke perusahaan tersebut dan kelak akan menerima hasil berupa bagi hasil dari investasi. 

Yang perlu kita sadari adalah mekanisme penjaringan investasi itu. Sebelumnya yang perlu diwaspadai adalah situs investasi itu sendiri. Sebaiknya anda harus mencari tahu  terlebih dahulu, daftar situs broker yang dimaksud. Jangan-jangan itu adalah situs investasi bodong atau fiktif. Sayang bukan, bila kemudian dana anda dibawa lari orang. 

Selanjutnya, anda juga perlu mencari informasi apakah situs tersebut terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau tidak. Jika tidak masuk dalam daftar broker resmi di OJK, maka sudah pasti situs tersebut juga tidak resmi. Ini penting kiranya memperhatikan legal formalnya broker. Karena bagaimanapun, broker resmi memiliki sebuah pengawas. Dan otoritas badan yang mengawasi dalam hal ini adalah berpusat pada OJK dan BAPEPAM LK. BAPEPAM LK ini memiliki kepanjangan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Kewenangan lembaga ini diatur oleh UU Nomor 21 Tahun 2011 di bawah Otoritas Jasa Keuangan. Dengan begitu, dana anda mendapatkan jaminan keamanannya. 

Terakhir yang terpenting untuk diperhatikan adalah anda sedang ikut pasar modal yang mana? Apakah pasar modal konvensional ataukah pasar modal syariah? Karena bahasan kita kali ini berfokus pada kajian pasar modal konvensional, maka anda harus faham basic akadnya. 

Pada saat kita memutuskan ikut pasar modal konvensional, lalu ada penawaran pembelian saham dari perusahaan tertentu, maka hakikatnya anda sedang menjadi mitra dari perusahaan tersebut. Pasar saham ini tidak sama maksudnya dengan anda sedang menabung di deposito. Jika deposito, anda layaknya menanam saham/modal untuk jangka waktu operasional perusahaan. Misalnya 6 bulan, atau annual (tahunan). Dalam pasar modal, anda dituntut untuk menjual saham itu kembali pada waktu tertentu. Itulah sebabnya ada istilah future (perdagangan berjangka), swap, option, binary atau forward. Anda diminta untuk menentukan waktu kapan menjual dan kapan membeli. Disaat anda memutuskan membeli, maka saham itu sah menjadi milik anda. Dan di saat anda menjual, maka saham itu menjadi pemilik orang lain. 

Adanya tekanan keputusan untuk menjual dan membeli ini yang selanjutnya melahirkan kontroversi dalam wilayah fiqih. Kedudukannya hampir sama dengan jual beli mukrah (terpaksa karena adanya tekanan). Poin yang menjadi titik penting dari peranan pasar modal konvensional ini adalah menjaga stabilitas kurs mata uang yang dari situ lahir pergerakan suku bunga perbankan di lingkup bank sentral (Bank Indonesia / BI). Kurs ini juga kelak mempengaruhi pergerakan rasio bagi hasil di perbankan syariah. Nah, inilah lingkaran jebakan batman itu. Tidak ikut perdagangan di pasar modal, angka rupiah bisa jatuh di pasaran dunia. Jika ikut, kita harus dihadapkan pada pola akad yang bertentangan dengan syariat disebabkan karena kondisi mukrah kita itu. 

Hal ini belum lagi apabila kita masuk dalam dunia perdagangan efek yang berasal dari obligasi. Yang kita beli dalam pasar obligasi adalah surat utang. Kemudian surat itu kita jual lagi dalam bentuk surat utang juga ke pihak lain. Tanda bukti kepemilikan piutang dijual dengan mengambil keuntungan. Keuntungan ini sifatnya apa, termasuk ribakah atau tidak? Sama halnya dengan ada seseorang berutang kepada anda sejumlah uang, lalu bukti kepemilikan piutang itu anda jual ke orang lain dengan mengambil laba. Sahkah laba itu dalam pandangan syariat? 

Ada dua jawaban. Pertama adalah sah, manakala surat utang (obligasi) itu sifatnya adalah pengalihan tanggungan sehingga berlaku akad hawalah (pengalihan tanggungan utang). Namun, jika dirupakan akad hawalah ini, sudah pasti obligasi tersebut harus dengan harga beli. Kedua, adalah tidak sah. Mengapa? Karena tidak mungkin menjual piutang. Namun, bisa jadi juga ada yang menyangkal bahwa bukankah uang juga merupakan surat berharga yang bisa diperjualbelikan? Meskipun Imam al-Ghazali menghukuminya dhalim, namun keabsahan jual beli uang adalah boleh. Imbasnya, jual beli obligasi juga boleh. Nah, menurut anda bagaimana? Pilih boleh atau tidak hayoooo? Wallahu a'lam bish shawab.


Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur