Syariah

Narkoba dalam Islam: Apakah NAPZA Termasuk Khamar?

Kam, 23 Januari 2020 | 08:00 WIB

Narkoba dalam Islam: Apakah NAPZA Termasuk Khamar?

Zat narkotika dan NAPZA lainnya bukanlah khamar karena wujudnya padat, sehingga ia tidak najis.

Ulama bersepakat bahwa khamar adalah najis, dan konsumsi barang najis itu diharamkan. Hal ini sejalan dengan pemahaman ayat ke-90 dari Surat Al Maidah:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah ia agar kamu mendapat keberuntungan.”

 

Sebagian mufassir memahami bahwa keterangan kata rijs (رجس ) di atas mesti dijauhi baik secara zatnya maupun perilakunya. Rijs, berarti keji atau jijik. Hal ini juga tercakup dalam makna najis, sehingga larangan untuk mendekati khamar adalah karena statusnya yang merupakan perbuatan buruk dan zatnya yang dinilai najis.

 

Agaknya jika ada pendapat bahwa khamar itu suci, ia tidak populer. Al-khamar (الخمر) secara bahasa adalah “minuman yang bikin akal tertutup”, berwujud berupa gangguan kesadaran dan akal sebagai sifat iskar/memabukkan di dalamnya.

 

Namun selain minuman, rupanya di era sekarang kita tahu bahwa zat-zat yang mengganggu kesadaran dan memabukkan tidak hanya berwujud minuman beralkohol saja, tapi meliputi juga narkoba atau kini dikenal istilah NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif Lainnya). NAPZA adalah zat yang mempengaruhi sistem tubuh terutama sistem saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial.

 

Jenis zat yang diklasifikasikan sebagai NAPZA cukup beragam, alkohol hanya salah satunya. Barangkali Anda pernah mendengar istilah sabu, ganja, morfin, putaw, ekstasi, atau yang non-obat seperti ganja, opium, tembakau sintetis gorilla, bahkan zat di sekitar kita seperti aroma lem merek tertentu dan aroma bensin. Selain dapat memberikan sensasi fly, tenang, atau mungkin bergairah sampai taraf halusinatif, zat-zat NAPZA yang disalahgunakan ini mengakibatkan kecanduan.

 

Di awal dinyatakan secara bahasa khamar adalah zat yang menutupi akal dan menganggu kesadaran. Jika mengikuti pengertian demikian, kita telah mengetahui sebab keharaman penyalahgunaan NAPZA. Ketika obat dan zat ini digunakan secara serampangan, bikin candu, lebih-lebih sampai mengganggu kehidupan dan kesehatan, tentu NAPZA ini haram digunakan.

 

Namun selain soal illat mabuknya, kita perlu pertimbangkan juga keterangan bahwa keharaman khamar karena kenajisannya. Nah, NAPZA yang kita tahu memiliki sifat seperti khamar, apakah juga dihukumi najis seperti minuman tuak dan jenis cairan khamar lainnya?

 

Ada beberapa hal yang perlu dicermati soal posisi narkoba dalam koridor pembahasan khamar. Perbedaan kategorisasi khamar dalam fiqih ini berimbas pada penentuan jenis barang, status najisnya serta deraan (had) yang didapat.

 

Pertama, ada yang berpendapat bahwa khamar adalah semata minuman dan cairan yang spesifik terbuat dari perasan anggur saja. Pendapat ini dikemukakan oleh kalangan Hanafiyah. Pendapat ini meniscayakan bahwa olahan selain dari anggur, baik dari tape, gandum, kurma, dan lainnya bukanlah khamar yang diharamkan oleh syariat, namun ia menjadi haram saat sudah diminum hingga bikin mabuk. Untuk olahan selain anggur, maka dipahami secara majazi – hanya dipahami dari sifat iskar atau memabukkannya. Benda padat sudah tentu tidak masuk kategori khamar berdasarkan qaul ini.

 

Selanjutnya, pendapat dari kalangan Malikiyah, Syafiiyah, serta pengikut mazhab Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa khamar tidak terbatas minuman dari olahan anggur saja, tapi juga olahan buah dan tumbuhan lain yang disebut nabidz. Banyak atau sedikit, seluruhnya najis dan diharamkan. Dalilnya adalah hadits berikut:

 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ.

 

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram” (HR Muslim).

 

Hadits di atas bersifat umum, sehingga mencakup seluruh zat cair, padat maupun gas yang bisa memabukkan. Lebih lanjut, hadits di atas dispesifikkan maknanya (takhshish) oleh hadits berikut:


...كل شراب أسكر فهو حرام

 

Artinya: “Setiap minuman yang memabukkan adalah haram” (HR al-Bukhari).

 

Setidaknya ada dua pengertian dari dua hadits di atas. Pertama, khamar adalah minuman zat yang memabukkan. Kedua, semua minuman yang bersifat seperti khamar juga diharamkan. Barangnya najis – khusus yang berwujud minuman – dan peminumnya mesti kena had berupa cambuk. Zat padat seperti ganja, opium, atau zat-zat narkotika bukanlah khamar dalam pengertian ini, karena wujudnya adalah non-cair, meski seluruhnya juga haram akibat penyalahgunaan yang menyebabkan iskar atau mabuk.

 

Ada pendapat yang lebih ketat bahwa benda padat maupun gas seperti ganja dan NAPZA non-larutan lain yang bisa memabukkan adalah khamar, dan dengan demikian ia dihukumi najis. Sebagaimana dicatat KH. Ali Mustafa Yaqub dalam Kriteria Halal-Haram untuk Obat, Pangan dan Kosmetika Menurut Al Quran dan Hadits, pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya. Pendapat ini berdasarkan bahwa cakupan makna khamar adalah seluruh wujud dan sifatnya, sehingga sebab keharaman barang non-cair seperti ganja, opium atau obat-obatan adalah karena ia memabukkan dan najis secara substantif.

 

KH. Ali Mustafa Yaqub mengemukakan bahwa kriteria halal suatu produk adalah ia tidak mengandung najis, serta tidak memabukkan. Merentang beragam pendapat di atas, sebab keharaman khamar adalah karena dua aspeknya: najis dan memabukkan. Namun diketahui bahwa pendapat yang populer dalam hadits dan keterangan ulama di atas adalah kata khamar hanya untuk minuman atau bentuk cair saja. Zat narkotika dan NAPZA lainnya bukanlah khamar karena wujudnya padat, sehingga ia tidak najis.

 

Kendati demikian, NAPZA haram dikonsumsi dan disalahgunakan karena illat-nya adalah iskar atau memabukkan, bukan sebab najis. Imam al-Kahlani (atau mungkin populer dengan Imam ash-Shan’ani) dalam karyanya Subulus Salam yang mensyarahi kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al Asqalani menyatakan bahwa jika ada yang menyatakan ganja (hasyisy) tidak haram, maka itu adalah suatu kekeliruan. Apa yang terjadi pada peminum khamar, toh terjadi juga pada pengguna ganja – yaitu rasa tenang dan fly.

 

Demikianlah pembahasan soal narkoba dan NAPZA lainnya dalam diskursus khamar, dan sebab keharamannya. NAPZA menjadi haram akibat penyalahgunaan dan adanya efek buruk yang ditimbulkan pada fisik dan jiwa seseorang. Sebagaimana slogan yang sering kita dengar: mari katakan tidak pada narkoba. Wallahu a’lam.

 

 

Muhammad Iqbal Syauqi, alumnus Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences