Tafsir

Pesan Persatuan Surat Ali Imran Ayat 105

Rab, 14 Februari 2024 | 16:00 WIB

Pesan Persatuan Surat Ali Imran Ayat 105

Ilustrasi; persatuan (freepik).

Dalam ajaran Islam, terdapat banyak ayat yang mengajarkan pentingnya kesatuan dan keharmonisan di antara umat manusia. Salah satunya surat Ali Imran ayat 105 yang menyerukan untuk menghindari perpecahan dan perselisihan yang dapat mengakibatkan kehancuran serta azab yang berat. 
 

 

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ


 

Wa lā takūnū kal-lażīna tafarraqū wakhtalafū mim ba‘di mā jā'ahumul-bayyināt(u), wa ulā'ika lahum ‘ażābun ‘aẓīm(un).


 

Artinya; "Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang sangat berat."



Pesan yang terkandung dalam ayat sangatlah relevan dalam konteks kehidupan manusia, terutama dalam hubungan antarindividu, antarkomunitas, dan antarnegara. Allah dengan tegas melarang umat manusia untuk terlibat dalam perpecahan dan perselisihan yang tidak produktif setelah menerima bukti atau petunjuk yang jelas.
 

Hal ini menegaskan bahwa pemecahan dan pertikaian tidak hanya merugikan dalam hal-hal dunia, tetapi juga membawa konsekuensi yang serius di akhirat.


 

Melalui perintah ini, Allah menekankan pentingnya menjaga persatuan, kerukunan, dan kedamaian dalam masyarakat. Ketika individu atau kelompok memutuskan untuk bercerai-berai dan berselisih, hal itu mengganggu keseimbangan dan kedamaian yang dianugerahkan Allah dalam masyarakat.

 

Perselisihan dapat mengakibatkan hilangnya rasa solidaritas, kepercayaan, dan kerjasama di antara sesama manusia, yang pada akhirnya dapat berujung pada konflik dan kekacauan.



Prof Qurasish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah menerangkan, bahwa ayat mengkritik mereka yang terbagi-bagi dan berselisih seperti komunitas Yahudi dan Nasrani.
 

 

Allah mengingatkan orang-orang beriman agar tidak menyerupai mereka dalam masalah prinsip-prinsip agama dan kemaslahatan umat, serta berselisih dalam tujuan karena terlalu memperhatikan kepentingan kelompok masing-masing dan terbawa oleh hawa nafsu atau kedengkian di antara mereka. Bahkan sampai pada tingkat saling mengkafirkan dan berbuat kekerasan.
 

 

Ironisnya, perselisihan ini terjadi setelah mereka diberikan keterangan yang jelas melalui kitab suci, nabi, atau akal yang sehat.


 

Lebih lanjut, surat Ali Imran dari ayat 102 hingga 103 menggambarkan bahwa orang-orang yang beriman dan bersatu akan dianggap beruntung, tanpa menyebut secara eksplisit bahwa mereka akan mendapatkan keberkahan yang besar.
 

 

Sementara ayat 104 menggambarkan bahwa orang-orang yang sesat dan berselisih akan menerima siksa yang menyakitkan, tanpa menyebutkan secara spesifik tentang kecelakaan mereka. 


 

Ayat-ayat tersebut bermaksud menyatakan bahwa kelompok orang yang beriman dan bersatu akan mendapat keberuntungan serta nikmat baik di dunia maupun di akhirat, sementara kelompok yang sesat dan berselisih akan mengalami kecelakaan dan siksa, baik di dunia maupun di akhirat. (Qurasish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jilid II, halaman 177).

 

Buya Hamka dalam kitab Tafsir Al-Azhar menyatakan bahwa ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yang mengingatkan tentang pentingnya persatuan dalam ikatan yang kuat dengan Allah.
 

 

Persatuan di dalam ikatan Allah yang satu adalah kunci utama menuju berkah. Kekuatan yang timbul dari persatuan adalah nikmat yang terbesar. Karena itu, setelah terbentuk persatuan dan kekuatan, ada tanggung jawab bagi sekelompok untuk memelihara persatuan tersebut melalui dakwah, mengajak kepada kebaikan, dan menghalangi kemungkaran.


 

Peringatan diberikan bahwa perpecahan adalah ancaman serius. Jika pada masa Jahiliyah, perpecahan antar suku dan klan membuat mereka lemah, maka setelah petunjuk Allah dan ajaran Rasul, perpecahan akan lebih berbahaya. Ayat ini menegaskan agar umat Muhammad tidak mengulangi kesalahan masa lalu dengan terpecah belah dan berselisih setelah menerima petunjuk, yang seolah-olah kembali membuat mereka terperosok ke dalam kegelapan setelah sebelumnya mendapat cahaya. (Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, jilid II, halaman 878).



 

Pada sisi lain, Syekh Nawawi Al-Bantani, Jilid I, halaman 144 bahwa ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih. Perpecahan dan perselisihan dapat terjadi karena permusuhan, perbedaan pendapat dalam agama, atau bahkan karena kesombongan dan egoisme. Oleh karena itu, ayat ini mengajak kita untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan, baik dalam hal agama maupun dalam hal lainnya. Kita harus saling menghormati perbedaan pendapat dan tidak boleh saling mencela.


Lebih lanjut, ayat ini menerangkan bahwa perpecahan dan perselisihan ini akan membawa mereka pada siksaan yang berat di hari kiamat. Pasalnya, pada hari kiamat, wajah orang-orang mukmin akan bersinar dengan kebahagiaan dan lembaran amalnya akan putih bersih. Sedangkan wajah orang-orang yang suka perpecahan akan menjadi hitam legam dan lembaran amalnya akan penuh dosa.

 


وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا أي تفرقوا بالعداوة واختلفوا في الدين، أو تفرقوا بأبدانهم بأن صار كل واحد من أولئك الأحبار رئيسا في بلد، ثم اختلفوا بأن صار كل واحد منهم يدعي أنه على الحق، وأن صاحبه على الباطل


 

Artinya; "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih. Maksudnya, mereka berpecah belah karena permusuhan dan berbeda pendapat dalam agama.
 

Atau mereka berpisah secara fisik, di mana setiap ahli agama menjadi pemimpin di suatu daerah, kemudian mereka berbeda pendapat, di mana setiap orang dari mereka mengklaim bahwa dirinya berada di pihak yang benar, dan orang lain berada di pihak yang salah. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, iilid I, halaman 144).



Dalam konteks kontemporer, pesan ayat ini relevan dalam upaya mempromosikan perdamaian dan harmoni di tengah-tengah perbedaan yang ada dalam masyarakat multikultural. Masyarakat yang mampu menangani perbedaan dengan bijaksana, menghargai keragaman, dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan, akan mampu menciptakan lingkungan yang sejahtera dan damai bagi semua individu.


 

Sebagai umat muslim, penting bagi kita untuk merenungkan pesan yang terkandung dalam ayat dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
 

 

Kita harus menjauhi sikap egois, meninggalkan perpecahan dan perselisihan, serta berupaya membangun hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan dengan sesama manusia. Hanya dengan demikian, kita dapat mencapai kedamaian, kebahagiaan, dan keberkahan dalam kehidupan ini, serta memperoleh kebahagiaan abadi di akhirat.


 


Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat