Tafsir

Refleksi Larangan Bullying dalam Al-Quran

Sen, 26 Februari 2024 | 10:30 WIB

Refleksi Larangan Bullying dalam Al-Quran

Ilustrasi larangan bullying dalam Al-Quran

Larangan terhadap perilaku bullying diatur dalam Al-Quran sebagai bagian dari ajaran yang mendorong kesopanan, empati, dan perlakuan yang adil terhadap sesama manusia. Dalam banyak ayat, Al-Qur'an menegaskan pentingnya menghormati hak-hak seseorang dan memperingatkan agar tidak menzalimi atau mengejek orang lain.


 

Perintah untuk berlaku baik dan menghindari segala bentuk kekerasan verbal maupun fisik tercermin dalam nilai-nilai yang ditekankan dalam Al-Qur'an. Hal ini sejatinya untuk menciptakan lingkungan sosial yang penuh dengan kasih sayang dan penghargaan terhadap keberagaman dan kemanusiaan.


 

Selain itu, Al-Qur'an menegaskan bahwa setiap manusia diciptakan dengan martabat yang sama di hadapan Allah. Penegasan ini memberikan dasar bagi larangan terhadap tindakan bullying, karena menyerang atau merendahkan martabat individu lain bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang diajarkan dalam Al-Qur'an. 


 

Karena itu, memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an tidak hanya menjadi panduan spiritual, tetapi juga menginspirasi perilaku yang menghormati dan memperhatikan hak-hak serta kepentingan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.


 

Larangan Bullying dalam Al-Qur'an

Pertama, salah satu surat yang menerangkan larangan membully adalah surat Al-Humazah ayat 1. Surah pendek dalam Al-Qur'an ini  memuat pesan penting tentang menghindari perilaku yang merugikan, seperti fitnah, penghinaan, dan sikap yang merendahkan. Surat ini merupakan surat ke-104 dalam Al-Qur'an dan terdiri dari 9 ayat. Namanya diambil dari kata "Al-Humazah" yang berarti "orang yang mencaci-maki" atau "orang yang mengumpat". Allah berfirman:
 

 

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍۙ ۝١

 

Artinya, "Celakalah setiap pengumpat lagi pencela."

 

Syekh Nawawi Banten dalam kitan Tafsir Marah Labib menyebutkan bahwa surat Al-Humazah termasuk dalam surat Makkiyah, terdiri dari 9 ayat, 84 kata, dan 161 huruf.


 

Ayat pertama dari surat Al-Humazah menjelaskan tentang arti kata "wail", yang merujuk pada siksaan yang sangat pedih di dalam neraka, seperti lelehan nanah dan darah, sebagai balasan bagi setiap orang yang suka mencela dan menghina orang lain dari belakang mereka, atau menghina atau mengumpat orang secara terang-terangan. 


Sejatinya,  ayat ini turun terkait dengan perilaku Ansh bin Shariq, yang gemar mencela dan menggossip orang lain, terutama Rasulullah saw. serta perilaku lainnya yang mirip. Simak penjelasan Syekh Nawawi berikut:

 


وَيْلٌ أي شدة عذاب أو واد في جهنم من قيح ودم لِكُلِّ هُمَزَةٍ أي مغتاب للناس من خلفهم لُمَزَةٍ (١) أي طعان في وجوههم نزلت هذه الآية في أخنس بن شريق، فإنه كان يلمز الناس ويغتابهم وخاصة رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كما قاله عطاء، والكلبي، والسدي، أو في الوليد بن المغيرة كان يغتاب النبي صلّى الله عليه وسلّم من ورائه، ويطعن عليه في وجهه كما قاله مقاتل وجريج، أو في أبي بن خلف كما قاله عثمان بن عمر أو في أمية بن خلف كما قاله محمد بن إسحاق، أو في جميل بن فلال


 

Artinya, "Kata "wail" berarti siksaan yang sangat pedih atau lembah di dalam neraka yang penuh dengan nanah dan darah untuk setiap pengumpat terhadap manusia dari belakang mereka, atau pengejek di wajah mereka. Ayat ini diturunkan tentang Akhnas bin Shuraiq, karena dia suka mencela dan mengumpat orang lain, terutama Rasulullah saw, seperti yang dikatakan oleh Atha', Al-Kalbi, dan As-Suddi. Atau mungkin tentang Walid bin Al-Mughirah yang suka mengumpat Nabi saw dari belakangnya dan mencelanya di depan wajahnya, seperti yang dikatakan oleh Muqatil dan Jurayj. Atau tentang Abi bin Khalaf, seperti yang dikatakan oleh Utsman bin 'Umar. Atau tentang Umayyah bin Khalaf, seperti yang dikatakan oleh Muhammad bin Ishaq. Atau tentang Jamil bin Falaq. (Nawawi Banten, Tafsir Marah Labib, [Beirut, Darull Kutub Al-Ilmiyah: 1417 H], jilid II, halaman 661).


Sementara Syekh Wahbah Zuhali dalam kitab Tafsirul Munir menjelaskan bahwa surat Al-Humazah dinamai demikian karena dimulainya dengan firman Allah Ta'ala tentang "Celakalah setiap pengumpat lagi pencela. Kata al-Humazah adalah orang yang suka menggosipkan dan menjelek-jelekkan orang lain dengan perkataan, perbuatan, atau isyarat. Sedangkan al-Lumazah adalah orang yang mencela orang lain dengan isyarat dari alis dan mata. 


 

Ibnu Abbas menyebutkan bahwa al-humazah berarti pemfitnah dan al-lumazah sebagai pencela. Surat ini menjelaskan bahwa perilaku tersebut merupakan dosa besar yang dapat merusak hubungan antar manusia dan mendatangkan murka Allah swt. Surat juga memberikan beberapa nasihat untuk menghindari perilaku tersebut.


 

Terkait kandungannya, Syekh Wahbah mengatakan surat ini diturunkan di Makkah dan membahas tentang solusi untuk masalah moral yang sulit digapai di antara manusia. Pertama, ghibah yang berarti membicarakan keburukan orang lain di belakang mereka. Kedua, namimah, yakni menyebarkan berita bohong atau fitnah tentang orang lain. Terakhir, ta'ayur, yang berarti mengolok-olok atau mencemooh orang lain.
 

 

هذه السورة المكية في علاج مشكلة خلقية مستعصية بين الناس وهي الطعن في الآخرين بالغيبة أثناء غيابهم، أو بالعيب حال حضورهم


 

Artinya, "Surat ini  bagian dari Makkiyah, yang membahas mengatasi masalah sosial yang sulit di antara manusia, yaitu fitnah dan fitnah yang dilakukan orang terhadap orang lain secara ghaib ketika mereka tidak hadir, atau menjelek-jelekkan mereka saat mereka hadir. (Wahbah Az-Zuhaili,[Beirut, Darul Fikr: 1991 M],  jilid XXX, halaman 396).  

 

Sementara itu, Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah menjelaskan, kata "wail" dalam surat Al-Humazah ayat 1 sering digunakan untuk menyampaikan perasaan kesedihan, kecelakaan, dan kesengsaraan. Selain itu, kata ini juga bisa digunakan sebagai doa agar seseorang mengalami penderitaan dan kesulitan tersebut. 



 

Dengan begitu, kata ini mencerminkan kondisi buruk yang sedang dialami atau akan dialami seseorang. Banyak cendekiawan memahami "wail" sebagai perlambangan kecelakaan atau kesengsaraan yang akan datang, sehingga menjadi peringatan bagi mereka yang suka mengecam dan menghina orang lain. Ada juga pandangan bahwa "wail" merujuk kepada nama suatu lembah di neraka, di mana mereka yang melakukan dosa tertentu akan menderita siksaan di sana. (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,[Ciputat, Lentera Hati; 2002], jilid XV, halaman 511).

 


Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak mengejek orang lain. Kita harus sadar bahwa mengejek orang lain sama saja dengan mengejek diri sendiri. Hal ini juga dapat memicu balasan yang sama dari orang yang kita ejek. Selain itu, kita juga diminta untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat diri kita menjadi bahan ejekan bagi orang lain. Jadi, pesan utamanya adalah untuk menghindari segala bentuk ejekan dan cemoohan.



 

Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahaya dari perilaku mencela dan mencemooh orang lain. Mencela dan mencemooh merupakan tindakan yang merendahkan martabat orang lain, menciptakan suasana yang tidak harmonis dalam masyarakat, dan dapat menyebabkan konflik dan perselisihan .Karena itu, Al-Qur'an menegaskan larangan keras terhadap perilaku tersebut.


 

Pesan moral yang terkandung dalam surat Al-Humazah mengajarkan pentingnya menghormati dan menghargai martabat orang lain. Islam mendorong umatnya untuk berlaku baik, memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan menghindari perilaku yang merugikan orang lain. 


 

Kedua, dalam surat Al-Hujurat ayat 11, Al-Qur'an dengan tegas melarang tindakan bullying. Ayat ini menekankan pentingnya menjauhi perilaku yang merendahkan dan menghina orang lain. Al-Qur'an mengajarkan agar umat Islam saling menghormati dan menghargai satu sama lain, serta menjauhi segala bentuk perilaku yang merugikan atau menyakiti sesama.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

 

Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok); dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik) setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim."

 

Imam At-Thabari dalam Jami'ul Bayan menjelaskan, ayat ini menerangkan tidak boleh ada sikap saling mencemooh antar sesama manusia, baik karena perbedaan status sosial, ekonomi, maupun lainnya. Seorang fakir yang meminta kepada orang kaya, atau kepada fakir lainnya, tidak pantas dicemooh. Demikian pula, seorang yang memberi kelebihan kepada orang lain tidak pantas dicemooh.


 

Sejatinya, ayat menekankan pentingnya sikap saling menghargai dan menghormati antar sesama manusia, tanpa memandang perbedaan status sosial, ekonomi, maupun lainnya. Sikap saling mencemooh hanya akan menimbulkan perpecahan dan kebencian dalam masyarakat. Simak penjelasan berikut:
 

 

عن مجاهد (لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ) قال: لا يهزأ قوم بقوم أن يسأل رجل فقير غنيا، أو فقيرا، وإن تفضل رجل عليه بشيء فلا يستهزئ به


 

Artinya, "Dari Mujahid: "Janganlah suatu kaum mencemooh kaum lainnya." Beliau berkata: "Tidaklah suatu kaum mencemooh kaum lain karena seorang fakir meminta kepada orang kaya, atau kepada fakir lainnya. Dan jika seorang laki-laki memberi kelebihan kepada orang lain, maka janganlah dia mencemoohnya. [At-Thabari, Jami'ul Bayan, [Makkah: Darul Tarbiyah wat Turats], jilid XXII, halaman 298]. 


 

Ketiga, dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 58, Allah tegas melarang umat Islam untuk menyakiti orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa adanya kesalahan yang mereka perbuat. Ayat ini tidak hanya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kehormatan dan perlindungan terhadap sesama mukmin, tetapi juga menegaskan bahwa tindakan menyakiti mereka tanpa dasar yang benar akan berakibat pada beban dosa yang nyata dan kebohongan yang tak terhindarkan bagi pelakunya. 


 

Pesan yang terkandung dalam ayat ini mengajarkan pentingnya menjalin hubungan yang penuh dengan kasih sayang, keadilan, dan kebenaran di antara sesama manusia, sejalan dengan ajaran Islam yang mengutamakan perdamaian dan kesejahteraan bersama. Allah berfirman:
 

 

  وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا 


 

Artinya, "Orang-orang yang menyakiti mukminin dan mukminat, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, sungguh, mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata."


 

Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah menjelaskan, ayat ini menegaskan bahwa menyakiti orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa kesalahan yang mereka perbuat, adalah perbuatan yang dosa. Mereka telah melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama Islam.


 

Lebih lanjut, sejatinya orang-orang mukmin adalah pengikut-pengikut Nabi yang mencintai beliau serta yang beliau cintai. Maka menyakiti orang mukmin berarti pula menyakiti Rasul saw. Karena itu ayat ini melanjutkan bahwa: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat yang sempurna imannya apalagi tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan yang melampaui batas dan dosa yang nyata." (Quraish Shihab, XI/318).

 

Di sisi lain Syekh Nawawi Banten dalam kitab Marah Labib membagi penjelasan mengenai ayat 58 ini menjadi dua bagian. Bagian pertama menyoroti larangan menyakiti orang-orang beriman, sementara bagian kedua menyoroti konsekuensi dosa yang akan ditanggung oleh siapapun yang menyakiti mereka. Ini menggarisbawahi pentingnya menghindari perilaku yang merugikan orang-orang yang beriman dan juga mengingatkan akan konsekuensi berat yang akan dihadapi oleh pelaku tindakan tersebut.
 

 

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِناتِ بقول أو فعل بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا أي بغير جناية يستحقون بها الأذية فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتاناً أي زورا وَإِثْماً مُبِيناً (٥٨) ، أي ذنبا ظاهرا موجبا للعقاب في الآخرة 


 

Artinya: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat dengan perkataan atau perbuatan tanpa ada kesalahan yang mereka lakukan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-Ahzab: 58), maksudnya dosa yang tampak jelas dan mendatangkan hukuman di akhirat." (Nawawi, II/261). 


 

Demikian penjelasan terkait larangan terhadap tindakan bullying secara tegas tercermin dalam ajaran Al-Qur'an. Al-Qur'an menekankan pentingnya menghormati dan memperlakukan sesama dengan adil tanpa melakukan kekerasan atau intimidasi. Ayat-ayat Al-Qur'an mengajarkan untuk berperilaku dengan kelembutan dan kesopanan serta menghindari perilaku yang merugikan atau menyakiti orang lain. Wallahu a'lam.
 

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat Jakarta