Tasawuf/Akhlak

Beragama dengan Kasih Sayang

Jum, 5 November 2021 | 19:45 WIB

Beragama dengan Kasih Sayang

Ilustrasi: Islam rahmatan lil 'alamin. (Foto: NU Online)

Taat menjalankan perintah Allah dan taat kepada Allah dalam menjauhi larangan-larangan-Nya dengan kesadaran dan niat ta’abbud merupakan esensi dari takwa kepada Allah swt. Apabila seorang hamba sudah bertakwa, maka Allah akan ridho kepadanya. Dan jika Allah telah ridho kepada seorang hamba, maka Allah akan menyayanginya dan merahmatinya. 


Tetapi kita harus pula mengingat pesan baginda Rasulullah saw bahwa sesungguhnya tidak ada manusia yang masuk surga murni karena amal ibadahnya. Ini bukan berarti Allah menyia-nyiakan amal ibadah hamba-Nya.

 

Rasulullah saw mengabarkan bahwa manusia bisa selamat dan bahagia di akhirat itu karena rahmat dan kasih sayang Allah. Karena sesungguhnya, sebanyak apapun ibadah yang dilakukan seorang hamba, tidak akan cukup ditukar dengan nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepadanya oleh Allah. 


Oleh karena itu, sangat diperlukan keikhlasan dan ketulusan dalam setiap ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba. Manusia tidak boleh sombong dan merasa layak masuk surga karena telah banyak beribadah. Justru ketika seseorang mengaku dan merasa telah banyak beribadah sesungguhnya ia bukanlah seorang ahli ibadah.

 

Apalagi jika ia merasa lebih baik dan lebih saleh dari orang lain, maka sesungguhnya ia telah terkena penyakit ‘ujub yang justru bisa menjauhkannya dari rahmat Allah. Padahal rahmat dan kasih sayang Allah itulah yang bisa menyelamatkannya dari nasib buruk di hari kiamat. Bukan amal ibadahnya. 


Sebab itu, selain menyuruh hambanya untuk ikhlas dalam beribadah, Allah memerintahkan kepada kita untuk memiliki sifat rahmat atau kasih sayang kepada sesama makhluk Allah. Tentu bukan kebetulan ketika sifat Allah yang maha pengasih dan penyayang merupakan sifat-sifat Allah yang paling banyak kita ucapkan setiap hari. Setiap hari, ketika sholat maupun ketika kita hendak mengerjakan sesuatu, kita mengucapkan kata bismillahirrahmanirrahiim. 


Allah sendiri telah menyatakan bahwa rahmat dan kasih sayangnya meliputi segala sesuatu atau semua makhluknya; makhluk hidup maupun benda mati. Kasih sayang Allah juga meliputi semua manusia, baik mereka beriman atau ingkar. Allah juga menyatakan bahwa rahmatNya didahulukan atas murka-Nya.

 

Di dalam memperlakukan hamba-Nya, seburuk apapun dia, Allah mendahulukan sifat rahmatnya dari murkanya. Sebab itu, Allah tidak pernah bosan memberi ampun kepada hambanya yang telah bermaksiat. Bahkan ketika seorang hamba itu berulang kali bersalah dan berulang kali pula bertaubat. Allah menyatakan Dia tidak akan pernah bosan menerima taubat hambanya, sampai hamba tersebut yang bosan bertaubat. 


Karena sifat kasih sayang ini adalah sifat Allah yang paling banyak diperintahkan untuk disebut dan diingat, maka manusia pun diperintahkan untuk berkasih sayang terhadap semua makhluk Allah. 


Banyak hadis yang mengingatkan kita tentang pentingnya memiliki sifat rahmat ini. Di antaranya sabda Rasulullah saw:


من لا يرحم الناسَ لا يرحمهُ الله


“Siapa yang tidak menyayangi manusia, tidak akan disayang Allah”. (HR. al-Thabarani)


Hadis ini bahkan tidak menyebut manusia yang beriman saja, tetapi manusia secara keseluruhan. Ada redaksi hadis lain yang tidak menyebutkan maf’ul atau obyek kasih sayang sehingga Rasulullah saw hanya mengatakan bahwa siapa yang tidak berkasih sayang, maka dia juga tidak akan dirahmati. Ada pula hadis lain yang menyatakan bahwa barang siapa tidak menyayangi penduduk bumi, maka ia tidak akan disayangi oleh yang di langit. 


Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon