Tasawuf/Akhlak

Cara Menebus Dosa Ghibah

Jum, 4 Februari 2022 | 08:15 WIB

Cara Menebus Dosa Ghibah

Cara Menebus Dosa Ghibah

Ghibah adalah salah satu dosa besar dalam Islam. Ghibah mengandung daya rusak sosial luar biasa. Oleh karena itu, dosa ghibah mesti ditebus agar tidak menjadi tanggungan kelak di akhirat yang dapat menguras perbendaharaan pahala kita.


Imam Al-Ghazali menyebutkan sejumlah cara atau langkah yang harus ditempuh bagi orang yang terlanjur melakukan dosa ghibah.


اعلم أن الواجب على المغتاب أن يندم ويتوب ويتأسف على ما فعله ليخرج به من حق الله سبحانه ثم يستحل المغتاب ليحله فيخرج من مظلمته وينبغي أن يستحله وهو حزين متأسف نادم على فعله


Artinya: “Ketahuilah, orang yang melakukan ghibah wajib menyesal, bertobat, dan bersedih atas perbuatan ghibahnya agar ia dapat keluar dari hak Allah, kemudian ia meminta maaf kepada orang yang dighibahkan agar korban merelakannya sehingga ia dapat keluar dari dosa kezalimannya. Ia seyogianya meminta maaf kepada orang yang dighibahkan untuk merelakannya dengan keadaan bersedih dan menyesal atas perbuatannya,” (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz III, halaman 158).


Adapun permohonan ampun (istighfar) oleh pelaku ghibah untuk korban ghibah sangat dianjurkan sebagai kafarat atau penebus dosa ghibah. Mendoakan korban merupakan salah satu jalan kafarat sebagaimana hadits berikut ini:


قال رسول الله صلى الله عليه و سلم كفارة من اغتبته أن تستغفر له


Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Kafarat (penebusan dosa) terhadap orang yang kau ghibahkan adalah kau memintakan ampunan Allah (istighfar) untuknya,’” (HR Ibnu Abid Duniya dan Musnad Harits bin Abi Usamah).


Orang yang membawa dosa ghibah tanpa penebusan akan diadili di akhirat. Pelaku kezaliman berupa ghibah salah satunya akan dituntut untuk membayar kezalimannya dengan pahala yang dia punya. Kelak ketika pahalanya habis dan tidak ada lagi pahala untuk menebus kezalimannya, dosa korban akan ditimpakan kepada pelaku. Betapa malangnya nasib orang-orang zalim sebagaimana riwayat hadits berikut ini:


روي أنه صلى الله عليه و سلم قال من كانت لأخيه عنده مظلمة في عرض أو مال فليستحللها منه من قبل أن يأتي يوم ليس هناك دينار ولا درهم إنما يؤخذ من حسناته فإن لم يكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فزيدت على سيئاته


Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa saja yang menyisakan kezaliman harga diri atau harta pada saudaranya, hendaklah ia meminta maaf kepada saudaranya sebelum tiba hari di mana tidak ada lagi dinar dan dirham. Kelak pahala pelaku ghibah akan diambil (untuk korban ghibahnya). Jika pelaku tidak lagi memiliki pahala, maka dosa korban akan diambil dan dipindahkan ke dalam catatan dosa pelaku, ’” (HR Muttafaq alaih).


Adapun permohonan maaf (istihlal) kepada korban wajib dilakukan sekiranya ia mampu dan tidak menimbulkan respons negatif. Sekiranya korban akan naik pitam dan berbuat kalap, permohonan maaf  sebaiknya tidak dilakukan. Tetapi ia harus mengkompensasinya dengan istighfar, doa, dan amal ibadah lain yang pahalanya dimaksudkan untuk korban.


فإذن لا بد من الاستحلال إن قدر عليه فإن كان غائبا أو ميتا فينبغي أن يكثر له الاستغفار والدعاء ويكثر من الحسنات


Artinya: “Kalau begitu, permintaan maaf pelaku (agar korban sudi merelakan ghibah terhadapnya) harus dilakukan jika mampu. Tetapi jika posisi korban entah di mana atau sudah meninggal, maka pelaku seharusnya memperbanyak istighfar, doa, dan kebaikan (yang pahalanya dimaksudkan) untuk korban ghibah,” (Al-Ghazali, 2018 M/1439 H-1440 H: III/158).


Demikian cara atau langkah penebusan dosa ghibah dan kezaliman secara umum kepada orang lain. Sekiranya diperlukan pelaku juga harus mengklarifikasi di publik sekiranya ghibah itu merupakan informasi hoaks. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)