Ibnu Athaillah Tunjukkan Banyak Jalan Menuju Allah
NU Online ยท Ahad, 15 April 2018 | 01:01 WIB
Syekh Ibnu Athaillah mengatakannya dalam hikmah berikut ini:
Artinya, โTak ada satupun waktu yang berlalu tanpa kewajiban baru dan perintah kuat dari Allah. Jadi, bagaimana kaubisa mengqadha kewajiban terhadap orang lain? Sementara kau belum menunaikan kewajiban Allah.โ
Syekh Ahmad Zarruq memahami hikmah ini sebagai pernyataan atas jumlah tak terhingga dan varian jalan menuju Allah. Banyak sekali jalan yang tak terduga ternyata dapat mengantar seseorang kepada Allah. Jalan ini tidak selalu ibadah mahdhah yaitu shalat puasa zakat, haji, dan lain sebagainya.
Artinya, โMenurutku, pengertian dari โtiada waktu yang berlaluโ mencakup setiap saat meski hanya sekali nafas. Setiap nafas menuntut adanya tajalli. Setiap tajalli menuntut penghambaan. Penghambaan itu menuntut hadirnya tajalli. Jadi, engkau pada setiap nafasmu tengah menapaki jalan menuju Allah dengan berbagai macam cara. Oleh karena itu, ada ungkapan bahwa banyak jalan menuju Allah itu sebilangan nafas makhluk-Nya,โ (Lihat Syekh Ahmad Zarruq, Syarhul Hikam, [Kairo, As-Syirkatul Qaumiyyah: 2010 M/1431 H], halaman 165-166).
Hikmah yang disampaikan Syekh Ibnu Athaillah ini sebenarnya merupakan lanjutan hikmah perihal kategori kewajiban seseorang manusia di momentum-momentum tertentu sebagai berikut:
Artinya, โAda jenis tuntutan kewajiban pada waktu tertentu yang bisa diqadha. Tetapi ada jenis tuntutan kewajiban yang tak mungkin diqadha.โ
Saking banyak dan berdesakannya kewajiban itu, seseorang tidak mungkin bisa lepas dari tanggung jawab yang beragam itu sesuai kondisi riil seseorang. Orang yang tertimpa musibah wajib bersabar dan ridha. Orang yang telah terlepas dari musibah wajib bersyukur dan seterusnya. Dari sini para ulama menyimpulkan bahwa orang-orang saleh itu adalah anak zamannya karena mereka sadar benar terhadap tuntutan kewajiban waktu, tanpa lengah. Kalau diberi nikmat, mereka tidak lupa lalu menyombongkan diri. Yang mereka lakukan adalah bersyukur.
Artinya, โPara ulama mengatakan bahwa sufi adalah anak zamannya. Maksudnya, sufi itu menjalankan adab waktu dan menunaikan hak waktu tersebut sebagaimana anak berโ (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Semarang, Toha Putra: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 37).
Hikmah ini bukan mengajarkan kita untuk mengabaikan tanggung jawab terhadap orang lain atau tanggung jawab sosial lalu mengutamakan kewajiban terhadap Allah di waktu-waktu tertentu. Hikmah ini mengajarkan kita untuk disiplin terhadap tanggung jawab sesuai kondisi riil masing-masing orang. Wallahu aโlam. (Alhafiz K)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
3
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
4
Kantor Bupati Pati Dipenuhi 14 Ribu Kardus Air Mineral, Demo Tak Ditunggangi Pihak Manapun
5
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
6
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
Terkini
Lihat Semua