Tasawuf/Akhlak AL-HIKAM

Jalan Sufi Kalangan Disabilitas Menurut Ibnu Athaillah

Rab, 30 Januari 2019 | 09:30 WIB

Jalan Sufi Kalangan Disabilitas Menurut Ibnu Athaillah

(Foto: @inigresik.com)

Keterbatasan fisik seperti orang sakit dan kalangan disabilitas tetap memiliki kesempatan untuk beribadah karena jalan menuju Allah terbuka bagi siapa saja. Jalan ini tidak tertutup untuk kalangan tertentu. Jalan ilahi ini dapat ditempuh oleh semua orang dengan latar belakang sosial apa pun.

Jangan disangka kasih sayang Allah berkurang untuk mereka yang sedang mendapat ujian. Pasalnya, kasih sayang Allah tetap melekat pada ujian dan cobaan yang menjadi takdir manusia sebagaimana keterangan Al-Hikam berikut ini.

من ظن انفكاك لطفه عن قدره فذلك لقصور نظره

Artinya, “Siapa saja yang mengira kelembutan kasih Allah terpisah dari takdir-Nya, maka itu terjadi karena keterbatasan pandangannya.”

Dengan keterangan ini, dapat disimpulkan bahwa kelembutan kasih sayang Allah tidak menjauh dari takdir misalnya disabilitas, keterbatasan fisik, dan pelbagai bentuk cobaan hidup lainnya. Dalam hadits kudsi berikut ini, Allah mengatakan bahwa cobaan hidup merupakan jalan hamba-Nya untuk selalu dekat dengan-Nya. 

وفي الخبر عن الله تعالى الفقر سجني والمرض قيدي أحبس بذلك من أحببت من عبادي

Artinya, “Dalam hadits kudsi, Allah berfirman, ‘Kefakiran adalah penjara-Ku. Penyakit adalah borgol-Ku. Dengan itu semuanya Aku ‘menahan’ hamba-hamba yang Kucintai,’” (Lihat Syekh Ibnu Abbad, Ghayatul Mawahibil Aliyyah fi Syarhil Hikam Al-Atha’iyyah, [Semarang, Maktabah Thaha Putra: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 78).

Mereka yang sakit dan kalangan disabilitas umumnya memiliki daya gerak yang terbatas. Hal ini menyebabkan jumlah aktivitas ibadah lahiriah mereka tidak sebanyak mereka yang sehat dan kalangan non-disabilitas. Meski demikian, mereka tetap dapat beribadah secara batin di mana nilai ibadah ini memiliki bobot yang jauh lebih tinggi daripada ibadah lahiriah.

فيها أيضا تحصل له طاعة القلوب وأعمالها وذرة منها خير من أمثال الجبال من أعمال الجوارح وذلك مثل الصبر والرضا والزهد والتوكل وحب لقاء الله تعالى

Artinya, “Pada ujian itu terdapat ketaatan dan amal batin. Sebutir zarah amal batin lebih baik daripada amal ibadah yang menggunung secara lahiriah anggota badan. Amal batin itu adalah sabar, ridha, zuhud, tawakal, dan senang berjumpa dengan Allah,” (Lihat Syekh Ibnu Abbad, Ghayatul Mawahibil Aliyyah fi Syarhil Hikam Al-Atha’iyyah, [Semarang, Maktabah Thaha Putra: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 78).

Amaliah batin mengandung banyak keutamaan, mulai dari penghapusan dosa, peningkatan derajat di sisi Allah, hingga aneka anugerah ilahi lainnya. Keutamaan dari amaliah batin itu kerap kali tidak mudah diraih melalui ibadah secara lahiriah. Syekh As-Syarqawi menyebutkan ganjaran amaliah batin sebagai berikut:

ومنها أنه يحصل بها كفارة الذنوب والخطايا إلى غير ذلك من الألطاف الإلهية

Artinya, “Dari ujian itu juga muncul penghapusan dosa dan kesalahan, serta pelbagai kelembutan kasih ilahi lainnya,” (Lihat Syekh Abdullah Hijazi As-Syarqawi, Syarhul Hikam Ibnu Athaillah, [Semarang, Maktabah Thaha Putra: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 78).

Uraian ini tidak menganjurkan orang untuk mengurangi atau bahkan meninggalkan ibadah lahiriah. Semua keterangan ini dimaksudkan untuk menginformasikan jalan ibadah alternatif yang dapat ditempuh oleh mereka yang sedang mengalami sakit dan kalangan disabilitas. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)