Tasawuf/Akhlak

Keutamaan Sikap Waras dan Eling Umat Islam di Tengah Zaman Edan

Ahad, 21 April 2019 | 04:15 WIB

Keutamaan Sikap Waras dan Eling Umat Islam di Tengah Zaman Edan

(Foto: @pinterest)

Allah dan Rasul-Nya telah berpesan agar umat Islam tetap fokus beramal saleh saat akhlak terpuji dan nilai-nilai etik diabaikan yaitu bertebarnya bidah, rendahnya penghormatan terhadap manusia, fitnah, hoaks, provokasi, distorsi informasi, dan ujaran kebencian.

Keduanya mengingatkan bahwa ada kalanya akhlak terpuji dan nilai etik tidak lagi dijunjung sebagian masyarakat karena ada kepentingan tertentu.

Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 105 berpesan agar umat Islam tetap istiqamah dalam menjalankan amal saleh dan menjaga akhlak dan adab serta menjunjung nilai-nilai etik yang disepakati sebagaimana mestinya di tengah keedanan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya, “Wahai orang yang beriman, jagalah diri kalian. Takkan memudharatkan kalian oleh orang yang sesat bila kalian telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah tempat kembali kalian semua, dan Dia kelak mengabarkan kalian atas apa yang pernah kalian lakukan,” (Surat Al-Maidah ayat 105).

Keutamaan istiqamah dan amal saleh seorang Muslim di tengah keedanan sebagian masyarakat disebutkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

عَنْ أَبِي أُمَيَّةَ الشَّعْبَانِيِّ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيَّ قَالَ قُلْتُ يَا أَبَا ثَعْلَبَةَ كَيْفَ تَقُولُ فِي هَذِهِ الْآيَةِ عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ قَالَ أَمَا وَاللَّهِ لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْهَا خَبِيرًا سَأَلْتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَلْ ائْتَمِرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنَاهَوْا عَنْ الْمُنْكَرِ حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًى مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِنَفْسِكَ وَدَعْ عَنْكَ الْعَوَامَّ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ رواه ابن ماجه والترمذي وقال حديث حسن غريب وأبو داود وَزَادَ قِيْلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجْرُ خَمْسِينَ رَجُلًا مِنَّا أَوْ مِنْهُمْ؟ قَالَ بَلْ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ

Artinya, “Dari Abu Umayyah As-Sya’bani, ia berkata, ‘Aku bertanya kepada Abu Tsa’labah Al-Khusyani. Kubilang, ‘Wahai Abu Tsa’labah, apa pendapatmu perihal ‘Jagalah dirimu,’ [Surat Al-Maidah ayat 105]?’ Ia menjawab, ‘Aku pernah menanyakan ini kepada Rasul yang bersifat awas. Rasulullah SAW menjawab, ‘Hendaklah kalian mematuhi perbuatan baik, dan menahan diri dari perbuatan mungkar sampai kalian melihat keinginan bakhil yang diikuti, hawa nafsu yang dituruti, dunia yang diutamakan, dan orang yang sombong dengan pendapatnya sendiri. Kamu wajib menjaga diri. Abaikan orang awam karena setelah itu kelak terdapat hari-hari yang harus dijalani dengan kesabaran. Keutamaan sabar kelak setara dengan genggaman bara api [di kegelapan]. Orang yang beribadah di tengah mereka itu saat demikian seperti pahala 50 orang yang mengamalkan ibadah yang sama,’’’ HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi bilang, ‘Hadits ini hasan gharib.’ Dalam riwayat Abu Dawud terdapat tambahan, ‘Wahai Rasulullah, apakah pahala 50 kami atau mereka?’ Rasulullah menjawab, ‘Pahala 50 orang dari kalian,’” (Lihat Imam Zakiyuddin Abdul Azhim Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz IV, halaman 24).

Imam Zakiyuddin Abdul Azhim Al-Mundziri dalam At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif memasukkan hadits ini dengan judul “At-Targhib fil Amalis Shalih inda Fasadiz Zaman”/Keutamaan Beramal Saleh di Tengah Zaman Edan.

Sabar dalam arti istiqamah dalam amal saleh dan menahan diri dari kemungkaran dan nafsu kemarahan yang tengah melanda banyak orang memiliki arti yang besar sehingga dijanjikan oleh Rasulullah SAW dengan keutamaan yang besar.

Sedangkan berikut ini adalah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan beberapa perawi dengan redaksi serupa yang juga dikutip dalam At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif. Berikut ini adalah hadits riwayat Imam Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah.

عن معقل بن يسار قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ رواه مسلم والترمذي وابن ماجه.

Artinya, “Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘[Keutamaan] Ibadah di masa pembunuhan setara dengan hijrah kepadaku,’” (HR Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Imam An-Nawawi dalam syarah Shahih Muslimnya menjelaskan pengertian kata “al-harj” atau masa konflik berdarah. Menurutnya, masa tersebut adalah masa kekacauan di mana nyawa manusia tidak berharga dan kebanyakan manusia ketika itu lebih mengutamakan pelampiasan hawa nafsu dibanding aktivitas ibadah dan amal saleh.

المراد بالهرج هنا الفتنة واختلاط أمور الناس وسبب كثرة فضل العبادة فيه أن الناس يغفلون عنها ويشتغلون عنها ولايتفرغ لها إلا أفراد

Artinya, “Maksud dari kata ‘masa pembunuhan’ di sini adalah fitnah atau kekacauan, ketidakjelasan urusan masyarakat [antara yang hak dan batil]. Sebab banyaknya keutamaan ibadah di saat-saat demikian adalah kelalaian masyarakat dari ibadah dan sibuk pada aktivitas di luar ibadah. Hanya segelintir orang saja yang menyempatkan diri untuk beribadah,” (Lihat Imam An-Nawawi, Minhajul Muslim bi Syarhi Shahih Muslim, [Kairo, Darul Hadits: 1998 M/1419 H], cetakan ketiga, juz IX, halaman 313).

Adapun berikut ini adalah redaksi yang tersebut dalam riwayat Imam Ahmad. Riwayat ini menyebutkan kata “amal”, bukan “ibadah”. 

عن معقل بن يسار المزني قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الْعَمَلُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ رواه أحمد

Artinya, “Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘[Keutamaan] amal di masa pembunuhan/konflik berdarah setara dengan hijrah kepadaku,’” (HR Ahmad).

Sedangkan berikut ini adalah redaksi yang tersebut dalam riwayat Imam At-Thabarani. Riwayat ini menyebutkan kata “al-fitnah” setelah kata “al-harj”. 

عن معقل بن يسار المزني قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الْعَمَلُ فِي الْهَرْجِ وَالفِتْنَةِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ رواه الطبراني

Artinya, “Dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘[Keutamaan] amal di masa pembunuhan/konflik berdarah dan fitnah setara dengan hijrah kepadaku,’” (HR At-Thabarani).

Imam Zakiyuddin Abdul Azhim Al-Mundziri menyebutkan bahwa istiqamah seseorang pada ibadah dan amal saleh di tengah zaman edan memiliki keutamaan luar biasa sebagaimana dikatakan dalam hadits Rasulullah SAW. 

قوله الهرج هو الاختلاف والفتن وقد فسر في بعض الأحاديث بالقتل لأن الفتن والاختلاف من أسبابه فأقيم المسبب مقام السبب 

Artinya, “Perkataan ‘Al-harj’ adalah pertikaian dan fitnah/kekacauan. Kata ini pada sebagian hadits diartikan sebagai konflik berdarah/pembunuhan karena pertikaian dan fitnah/kekacauan merupakan sebab konflik berdarah sehingga kata ‘al-harj’ sebagai akibat ditempatkan di posisi sebab,” (Lihat Zakiyuddin Abdul Azhim Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz IV, halaman 25).

Beberapa keterangan Al-Quran, hadits, dan pandangan ulama ini mengingatkan agar umat Islam tetap istiqamah menjaga tali Allah dan tali manusia. Semua itu mengamanatkan agar umat Islam tidak terhanyut dan terseret dalam arus keedanan yang mengancam kemanusiaan berupa konflik berdarah.

Dengan kata lain, umat Islam diimbau agar tidak terhanyut dalam pusaran kebencian, kepentingan berkuasa, dan nafsu kemarahan yang diekspresikan melalui provokasi, hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian yang menjadi sebab pertikaian.

Semua ekspresi kemarahan itu mengancam keutuhan berbangsa, persatuan, persaudaraan karena dapat menciptakan suasana saling curiga dan saling membenci hingga puncaknya konflik berdarah, perang saudara, baku hantam, dan saling membunuh.

Sebaliknya, justru umat Islam diminta untuk menjaga kewarasan di tengah pusaran nafsu dan keedanan.

Umat Islam dituntut berpartisipasi dan berkontribusi nyata menciptakan suasana dan semangat persaudaraan sesama Muslim, sesama warga negara Indonesia, dan sesama warga dunia.

Hanya dengan jalan demikian, umat Islam akan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah. Wallahu a’lam. (Alhafiz K)