Tasawuf/Akhlak

19 Adab Perempuan terhadap Dirinya Sendiri Menurut Imam al-Ghazali

Jum, 14 Juni 2019 | 14:00 WIB

Perempuan baik-baik adalah mereka yang bisa membawakan diri dalam pergaulan sehari-hari, baik ketika suami ada di sampingnya maupun tidak. Ia senantiasa tahu apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya lakukan dalam kesehariannya. Inilah yang disebut adab. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, hal. 442-443) menjelaskan tentang Sembilan belas adab perempuan terhadap dirinya sendiri sebagai berikut:

آداب المرأة في نفسها: أن تكون لازمة لمنزلها، قاعدة في قعر بيتها، ولا تكثر صعودها ولا اطلاعها الكلام لجيرانها، ولا تدخل عليهم إلا في حال يوجب الدخول، تسر بعلها في نظره، وتحفظه في غيبته، ولا تخرج من بيتها، وإن خرجت فمتخبئة تطلب المواضع الخالية، مصونة في حاجاتها، بل تتناكر ممن يعرفها، همتها إصلاح نفسها، وتدبير بيتها، مقبلة على صلاتها وصومها، ناظرة في عيبها، متفكرة في دينها، مديمة صمتها، غاضة طرفها، مراقبة لربها، كثيرة الذكر له، طائعة لبعلها، تحثه على طلبه الحلال، ولا تطلب منه الكثير من النوال؛ 
ظاهرة الحياء، قليلة الخناء، صبورة شكورة، مؤثرة في نفسها، مواسية من حالها وقوتها. وإذا استأذن بابها صديق لبعلها، وليس بعلها حاضرًا، لم تستفهمه، ولا في الكلام تعاوده، غيرة منها على نفسها وبعلها منه.

Artinya, “Adab perempuan terhadap dirinya sendiri, yakni: selalu berorientasi rumah, duduk di dalam rumah, tidak memanjat-manjat dan tidak berbicara kepada para tetangga, tidak masuk ke rumah tetangga kecuali keadaan memaksa, menyenangkan suami bila dipandang, menjaga kehormatan suami bila ditinggal pergi, tidak meninggalkan rumah dan apabila keluar hendaknya tidak mencari tempat yang sepi, menjaga diri dalam memenuhi kebutuhan tetapi menghindari orang-orang yang mengenalnya demi kebaikan diri sendiri, mengurus rumah, menunaikan shalat dan puasa, mengoreksi diri sendiri, memikirkan agamanya, selalu diam, menundukkan pandangan matanya, merasa diawasi Tuhan, banyak dzikir kepada Allah, taat kepada suami, menganjurkan suami mencari rezeki yang halal dan tidak menuntutnya berpenghasilan melibihi batas pencapaiannya, menampakkan sikap malu dan meminimalisasi kata-kata yang tak sopan, sabar dan selalu bersyukur, menjadi contoh dalam diri sendiri, menerima keadaan dan kekuatan diri sendiri, jika seorang teman suami minta diizinkan masuk rumah, sementara sang suami tidak ada, sebaiknya tidak usah dihiraukan dan jangan membiasakan berbicara dengannya, demi menghindari rasa cemburu diri sendiri dan suami.”

Baca juga:
Adab Laki-laki terhadap Dirinya Sendiri Menurut Imam al-Ghazali
Adab Suami terhadap Istri Menurut Imam al-Ghazali
Adab Istri terhadap Suami Menurut Imam al-Ghazali
Dari kutipan di atas dapat diuraikan kesembilan belas adab perempuan terhadap dirinya sendiri sebagai berikut: 

Pertama, selalu berorientasi rumah. Perempuan yang baik selalu memikirkan urusan domestik dalam rumah tangganya sesibuk apa pun ia beraktivitas di wilayah publik. Banyak hal dalam keluarga yang tidak bisa diserahkan begitu saja kepada orang lain seperti hak-hak suami atas istri, pendidikan anak-anak, kesehatan seluruh anggota keluarga, dan sebagainya. Jadi baik buruknya keluarga sangat dipengaruhi oleh keterlibatan perempuan dalam urusan rumah tangga. 
 
Kedua, duduk di dalam rumah dan tidak memanjat-manjat serta tidak berbicara kepada para tetangga. Di dalam rumah perempuan hendaknya duduk atau beraktvitas di tempat yang sesuai. Ia tidak sebaiknya memanjat-manjat dinding atau dengan menaiki tangga untuk berbicara dengan tetangga. Inilah yang disebut pethakilan dalam budaya Jawa yang sebaiknya dihindari karena dianggap tabu. 

Ketiga, tidak masuk ke rumah tetangga kecuali keadaan memaksa. Masuk ke rumah tetangga sebagai kebiasaan sehari-hari yang sebetulnya tidak ada keperluan penting sebaiknya dihindari. Hal ini karena di rumah tetangga itu bisa jadi ada laki-laki yang bukan muhrim. Baik secara akhlak maupun secara fiqih interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam rumah tertutup harus dihindari sebanyak mungkin kecuali keadaan memaksa dan dibenarkan oleh syariat. 
 
Keempat, menyenagkan suami bila dipandang. Penampilan fisik yang bersih dan terawat, cara berdandan yang menarik, bau badan yang segar, dan tutur kata yang santun pasti membuat suami senang melihatnya. Hal ini sebaiknya selalu diupayakan agar suami betah di rumah dan tidak mencari-cari alasan untuk keluar rumah. 

Kelima, menjaga kehormatan suami bila ditinggal pergi. Banyak orang memiliki nama baik atau kehormatan di masyarakat, baik karena faktor ilmu, kedudukan, keturunan, kekayaan maupun moralitas. Seorang istri hendaknya dapat menjaga nama baik suami betapun kecilnya dengan cara menjaga akhlaknya sendiri sebaik mungkin. 

Keenam, tidak meninggalkan rumah, dan apabila keluar hendaknya tidak mencari tempat yang sepi. Meninggalkan rumah tanpa ada keperluan yang jelas tidak sebaiknya dilakukan. Jika memang ada perlu, hendaknya dapat menghindari tempat-tempat sepi agar lebih terjamin keamanan dan keselamatannya dari hal-hal yang merugikan diri sendiri, atau buruk secara moral ataupun hukum. 

Ketujuh, menjaga diri dalam memenuhi kebutuhan tetapi menghindari orang-orang yang mengenalnya demi kebaikan diri sendiri. Tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi di rumah. Inilah yang sering kali membuat banyak perempuan keluar rumah. Hal ini tidak menjadi persoalan asalkan tetap dapat mengendalikan diri dan tetap waspada terhadap orang-orang yang mengenalnya. Jika memang harus berkomunikasi dengan mereka, maka cukup seperlunya saja.
 
Kedelapan, mengurus rumah. Bagi perempuan mengurus rumah dengan segala persoalannya adalah hal yang baik. Apalagi jika sudah menjadi kesepatan dengan pihak suami bahwa urusan pekerjaan rumah tangga adalah tanggung jawabnya. Jika demikian halnya, maka perempuan sebaiknya merasa nyaman di rumah agar semua tugas dan tanggung jawabnya dapat terlaksana dengan baik. 
 
Kesembilan, menunaikan shalat dan puasa. Ibadah kepada Allah baik berupa shalat maupun puasa harus dilaksanakan sesibuk apapun. Tidak ada alasan untuk meninggalkannya kecuali memang dibenarkan oleh syariat seperti karena sedang menstruasi atau nifas. 

Kesepuluh, mengoreksi diri sendiri. Mengevaluasi diri untuk menemukan kesalahan dan kekurangan diri sendiri adalah suatu hal yang positif apabila diikuti dengan kesediaan memperbaiki. Seseorang memang dianjurkan untuk melihat apa yang telah lewat di masa lalu untuk perbaikan di kemudian hari. Hal ini sesuai dengan perintah di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hasyr, ayat 18.

Kesebelas, memikirkan agamanya. Selalu mempertanyakan keberagamaan diri sendiri merupakan hal yang positif. Misalnya, apakah sudah memiliki keyakinan yang benar tentang rukun-rukun iman dan Islam. Lalu, apakah keyakinan-keyakinan itu sudah diwujudkan dalam bentuk amal-amal nyata sebagai ibadah, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia dan makhluk lainnya termasuk lingkungan alam. 

Kedua belas, selalu diam. Sikap diam tidak berarti harus bersikap pasif tanpa aktivitas apapun. Diam disini bisa dimaknai sebagai sikap tenang dan tidak menimbulkan kegaduhan baik di dalam rumah atau di luar. Oleh karena itu menjadi penting untuk menjaga lisan dan gerak fisik yang justru mendukung suasana aman dan tenang baik di dalam maupun di luar rumah. 

Ketiga belas, menundukkan pandangan matanya. Tidak hanya laki-laki yang sebaiknya menundukkan pandangan matanya, tetapi terlebih seorang perempuan. Tatapan mata perempuan terhadap lawan jenisnya sering kali dimaknai macam-macam. Oleh karena itu agar tidak menimbulkan fitnah, maka perempuan hendaknya senantiasa menundukkan pandangannya. 

Keempat belas, merasa diawasi Tuhan. Menghadirkan Tuhan dalam setiap gerak dan nafas merupakan hal yang sangat baik. Hal ini tentu akan menjadikan diri sendiri selalu merasa diawasi oleh Allah subhanhu wata’ala sehingga tidak berani berbuat macam-macam yang tercela dan bertentangan dengan syariat. 

Kelima belas, banyak dzikir kepada Allah. Dzikir kepada Allah, misalnya menyebut asma-Nya, membaca kalimah thayyibah, istghfar, dan sebagainya, bisa dilakukan oleh perempuan kapan saja sebab tidak mensyaratkan suci dari hadats kecil ataupun besar. Dalam keadaan beraktivitas atau sedang istirahat dzikir sebetulnya bisa dilakukan tanpa harus meluangkan waktu khusus. Hal ini tentu sangat baik dari pada waktu dihabiskan untuk hal-hal yang tidak jelas kemanfaatannya. 

Keenam belas, taat kepada suami. Taat kepada suami sekaligus menghormatinya tidak saja merupakan kewajiban secara hukum tetapi sekaligus secara moral. Dalam hal perintah suami bertentangan dengan syariat, seorang istri tentu boleh mengingatkan tetapi tetap harus dengan cara yang baik agar mendaptkan respons yang baik pula. Intinya memang suami dan istri harus saling menasihati sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, surat Al-‘Ashr, ayat 3 yang berlaku umum. 

Ketujuh belas, menganjurkan suami mencari rezeki yang halal dan tidak menuntutnya berpenghasilan melibihi batas pencapaiannya. Mencarikan nafkah untuk keluarga adalah kewajiban suami. Apabila pekerjaannya tidak halal, maka seorang istri hendaknya dapat mendorong suami untuk segera beralih pekerjaan. Dalam hal penghasilan suami pas-paspasan, seorang istri hendaknya bersikap qanaah. Apabila memungkinkan seorang istri boleh membantu suami meningkatkan income keluarga dengan cara bekerja dan mendapat izin dari suami. 

Kedelapan belas, menampakkan sikap malu dan meminimalisasi kata-kata yang tak sopan, bersabar dan selalu bersyukur, bertindak sebagai teladan, menerima keadaan dan kekuatan diri sendiri. Perempuan memang banyak dituntut kebaikan-kebaikannya karena ia adalah guru pertama dalam keluarga. Dengan kata lain seorang ibu harus selalu menyadari fungsi ini karena berpengaruh langsung kepada anak-anak. 

Kesembilan belas, jika seorang teman suami minta diizinkan masuk rumah, sementara sang suami tidak ada, sebaiknya tidak usah dihiraukan dan jangan membiasakan berbicara dengannya, demi menghindari rasa cemburu diri sendiri dan suami. Jika teman itu adalah perempuan, maka ia boleh menemuinya di dalam rumah. Apabila laki-laki, maka ia tidak perlu dipersilakan masuk ke dalam rumah. Tamu itu cukup diterima di luar rumah. Atau pesan bisa disampaikan lewat sang istri. Jika keperluannya adalah bertemu langsung dengan sang suami, maka ia bisa dipersilakan datang kembali ketika suami sudah pulang. 

Demikianlah nasihat Imam al-Ghazali tentang sembilan belas adab perempuan terhadap dirinya sendiri. Jika diringkas, maka kesembilan belas adab itu meliputi hal-hal yang sebaiknya dan tidak sebaiknya ia lakukan di dalam rumah ketika suami sedang tak ada di tempat dan sebaliknya ketika suami ada di rumah; juga bagaimana ia bersikap di luar rumah untuk memenuhi berbagai kebutuhan, tetap melaksanakan kewajiban syariat, melakukan perenungan diri dan introspeksi untuk perbaikan serta banyak berdzikir untuk meningkatkan spiritualitas. Kesembilan adab tersebut sekaligus merupakan sebagian dari tanda-tanda perempuan salehah. 


Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta. 

Terkait

Tasawuf/Akhlak Lainnya

Lihat Semua