Tasawuf/Akhlak

Ulama Wafat, Ikan dan Burung pun Berduka

Ahad, 4 Juli 2021 | 10:00 WIB

Akhir-akhir ini masyarakat sering menumpahkan air mata kesedihan khususnya umat Muslim dengan wafatnya beberapa ulama. Banyaknya ulama yang wafat dengan tenggang waktu yang sangat sebentar, membuat air mata yang belum kering, kembali tumpah karena kesedihan kembali datang.

 

Kematian adalah peristiwa yang pasti terjadi pada setiap individu manusia. Tdak ada yang kekal di muka bumi ini kecuali Dzat Yang Maha Kekal. Ketika ajal itu tiba, manusia tidak bisa menunda-nunda sedetik pun. Itu sudah janji Allah yang termaktub dalam ayat suci Al-Qur'an Surat Yunus ayat 49:


قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلا نَفْعاً إِلاَّ مَا شاءَ اللَّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذا جاءَ أَجَلُهُمْ فَلا يَسْتَأْخِرُونَ ساعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ 

Artinya, "Katakan! (Muhammad) aku tidak memiliki kekuasaan untuk diriku akan sebuah kemudharatan dan tidak pula kemanfaatan kecuali kehendak dari Allah, setiap umat memiliki ajal, apabila ajal mereka (manusia) itu tiba maka mereka tidak bisa memundurkan sedikit pun atau memajukan (ajal tersebut)."

 

Wafatnya ulama juga merupakan berita duka yang sangat dirasakan umat Islam. Bukan hanya jasadnya yang tiada, wafatnya ulama adalah pertanda bahwa ilmu di muka bumi ini lambat laun akan dicabut. Akibatnya bisa saja muncul beberapa ulama yang tidak memiliki keilmuan agama yang kompeten, bisa dibilang ngustadz, sebuah istilah bagi ustadz atau penceramah yang tidak memiliki keilmuan memadai, sehingganya akan menyesatkan umat. Hal ini pun sudah tertuang dalam hadist


يَقُولُ رسول الله: إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.

 

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hamba-Nya (seketika), akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mencabut para ulama, sehingga ketika Allah tidak menyisakan satu pun dari ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh, mereka ditanya kemudian memberikan fatwa tanpa didasari ilmu (brutal), maka mereka sesat dan menyesatkan." (Imam Nawawi, Kitab Syarah Nawawi Ala Muslim, (Beirut: Dar Al-ihya’ At-turats Al-Arabi) Juz 16 halaman 223).
    

 

Betapapun semua akan merasa kehilangan tatkala para ulama memenuhi panggilan-Nya,bukan hanya kalangan manusia yang merasakan duka mendalam. Selain manusia, ikan dan burung-burung pun ikut berduka cita akan kepergian mereka. Hal ini berdasarkan nuqilan dari Imam Ghazali dalam kitabnya.


وقال بعض الحكماء إذا مات العالم بكاه الحوت في الماء والطير في الهواء ويفقد وجهه ولا ينسى ذكره

 

"Sebagian ulama ahli hikmah berkata: apabila satu ulama wafat, ikan di lautan serta burung di udara pun akan turut berduka cita (akan kepergiannya). Jasadnya akan sirna, namun ia akan selalu dikenang." (Imam Al-Ghazali, Kitab Ihya’ Ulumuddin, 2017 Beirut: Dar Al-kotob Al-Ilmiyah) juz 1, halaman 18).
  

 

Kendatipun telah banyak para ulama dari kalangan kiai yang wafat yang ini merupakan sebuah musibah besar dalam agama Islam, diharapkan akan lahir kembali generasi-generasi penerus perjuangan mereka. Harapan ini sebagaimana kutipan Imam Ghazali dari Imam Ali bin Abi Thalib RA.


وإذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها إلا خلف منه

 

"Dan ketika satu ulama wafat, maka akan ada sebuah lubang dalam Islam yang tidak bisa ditutupi kecuali oleh generasi penerusnya." (Imam Al-Ghazali, Kitab Ihya’ Ulumuddin, 2017. Beirut: Dar Al-kotob Al-Ilmiyah, juz 1, halaman 15).
  

Kemudian sebuah pepatah Arab mengatakan


“إذا ذقت حلوة الوصيلة لعرفت مرارة الفضيحة

 

"Apabila kamu telah merasakan manisnya pertemuan, maka pasti kamu akan mengetahui (merasakan) pahitnya perpisahan."

 

Ulama dan para guru sudah banyak yang memenuhi panggilan-Nya, sudah kembali ke tempat yang kekal dan abadi. Tatkala kita sudah merasakan manisnya pertemuan bersama mereka, baik dalam rangka menyerap ilmu secara talaqqi (bertemu) ataupun tidak, maka pahitnya perpisahan pun kita rasakan. Terkadang kita tidak menyadari akan manisnya kehadiran beliau namun pahit yang kita rasakan akan benar-benar terasa ketika beliau sudah tiada.
 

Musta'in Romli, Santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo