Syariah

Apakah Air Ketuban itu Najis?

Rab, 30 Januari 2019 | 09:00 WIB

Apakah Air Ketuban itu Najis?

Ilustrasi (WordPress.com)

Orang yang melahirkan tidak akan lepas dari wujudnya air ketuban yang keluar dari rahim sebelum keluarnya janin. Air ketuban sendiri merupakan cairan yang terdapat dalam ruangan yang diliputi selaput janin. Salah satu fungsi dari air ketuban di antaranya sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat benturan, serta berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutrien bagi janin untuk sementara. 

Menurut Wikipedia, saat persalinan, air ketuban dapat meratakan tekanan atau kontraksi di dalam rahim, sehingga leher rahim wanita yang hamil dapat membuka dan saat kantung ketuban pecah, air ketuban yang keluar sekaligus akan membersihkan jalan lahir janin.

Lalu bagaimanakah sebenarnya status dari air ketuban ini? Apakah air tersebut dihukumi suci atau najis?

Para ulama menghukumi air ketuban sebagai cairan yang najis, sehingga wajib untuk dibasuh sebelum melaksanakan shalat ketika air tersebut mengenai pakaian atau badan seseorang. Air ketuban disamakan dengan status air kencing lantaran bersumber dari bagian dalam tubuh. Setiap hal yang keluar dari kelamin yang bersumber dari dalam tubuh dihukumi najis, termasuk air ketuban ini. Berbeda halnya dengan cairan yang biasa keluar dari alat kelamin perempuan (keputihan) maka cairan tersebut dihukumi suci, karena sumber cairan ini bukan dari bagian tubuh yang dalam. Seperti yang dijelaskan oleh Syekh Zainuddin al-Maliabari dalam kitab Fath al-Mu’in:

ورطوبة فرج، أي قبل على الاصح. وهي ماء أبيض متردد بين المذي والعرق، يخرجمن باطن الفرج الذي لا يجب غسله، بخلاف ما يخرج مما يجب غسله فإنه طاهر قطعا، وما يخرج من وراء باطن الفرج فإنه نجس قطعا، ككل خارج من الباطن، وكالماء الخارج مع الولد أو قبله
ـ (قوله: وكالماء الخارج مع الولد) أي فإنه نجس

“Cairan yang terdapat dalam kelamin perempuan (jalan depan) dihukumi suci. cairan tersebut berwarna putih yang merupakan kombinasi antara air madzi dan air keringat. Cairan tersebut keluar dari dalam rahim yang tidak wajib dibasuh (ketika mandi besar). Berbeda halnya hukumnya dengan cairan yang keluar dari Rahim (kelamin) yang wajib dibasuh, maka cairan tersebut sangat dipastikan dihukumi suci. sedangkan cairan yang keuar dari belakang bagian dalam Rahim maka secara pasti dihukumi najis, seperti halnya setiap cairan yang keluar dari bagian dalam (tubuh) dan seperti cairan yang keluar bersamaan dengan janin atau cairan yang keluar sebelum keluarnya janin, maka sesungguhnya cairan ini dihukumi najis.” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 104)

Hal lain yang patut diketahui, air ketuban bukan merupakan pertanda nifas yang membuat seorang wanita tidak wajib shalat, sebab ciri-ciri seseorang yang nifas adalah keluarnya darah dari rahim, sedangkan air ketuban bukan termasuk dari kategori tersebut. Sehingga, jika seorang wanita melahirkan namun sesuatu yang keluar dari rahimnya hanya berupa air ketuban, tanpa mengeluarkan darah, maka wanita tersebut tetap wajib untuk melaksanakan shalat, namun sebelumnya wajib baginya untuk menyucikan badan dan pakaiannya dari cipratan air ketuban yang mengenainya. Wallahu a’lam.

(Ustadz Ali Zainal Abidin)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua