Syariah

Melawan Sihir dengan Muawwidzatain

Kam, 10 April 2014 | 09:00 WIB

Imam As-Suyuthi dalam kitabnya Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul menceitakan bahwa suatu ketika rasulullah saw pernah sakit agak parah, maka datanglah dua malaikat kepadanya hendak mendiaknosa penyakit apa gerangan yang menimpa Rasulullah saw ini. Satu malaikat duduk di dekat kakinya dan yang satu duduk disebelah kepalanya.<>

Malaikat yang berada dekat di kaki Rasul berkata kepada malaikat yang berada disebelah kepala Rasulullah “apa yang engkau lihat?” temannya lalu  menjawab “ia (Rasulullah) terkena gendam” lalu bertanyalah ia “apa gendam itu?” “gendam itu sihir” jawabnya. Lantas “siapakah yang membuat sihir kepadanya (rasulallah)?”. Malaikat yang berad di kaki itu menjawab “Labid bin al-A’sham al-Yahudi, sihirnya berupa gulungan yang disimpan di sumur keluarga fulan di bawah batu besar. Suruhlah seseorang datang kesana untuk mengambil gulungan di bawah sumur itu lalu bakarlah!”

Pada pagi harinya Rasulullah saw mengutus Ammar bin Yasir dan kawan-kawannya untuk pergi ke sumur itu. Sesampainya di sana mereka kaget melihat air sumur yang berwarna merah seperti pacar. Setelah berusaha keras mencari di dalam sumur, akhirnya ditemukanlah gulungan yang dimaksud. Lalu dibakarlah gulungan itu sesuai petunjuk malaikat, maka terihatlah sebuah tali dengan sebelas simpulnya yang tidak bisa dibuka dengan tenaga. Maka Rasulullah saw menerima wahyu kedua surat Mu’awwidzatain yaitu qul a’uzu birabbil falaq dan qul a’uzu birabbin nas. Anehnya setiap Rasulullah saw membaca dua surat itu, maka terbukalah satu simpul tali itu dan demikian seterusnya hingga sebelas kali. Kisah ini diriwayatkan juga oleh Imam al-Baihaqi dalam kitab Dalailun Nubuwwah.

Demikianlah fadhilah dua surat terakhir dari Al-Qur’an. Hal ini juga menunjukkan kemukjizatan al-qur’an yang apabila dibaca dan diniati dengan benar akan melahirkan keistimewaannya. Bukankah alqur’an adalah ‘al-muta’abbad bitilawatihi’ sesuatu yang bila dibaca merupakan ibadah. Demikian pula yang dianjurkan oleh sebagian ulama untuk terus membaca qul a’uzu birabbil falaq dan qul a’uzu birabbin nas dalam berbagai kesempatan terutama dalam menghadapi waktu jolorante menghadapi malam yang gelap dan siang yang terang. (red. Ulil H)

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua