Tafsir

Tafsir Surat Luqman Ayat 13: Kewajiban Berbakti pada Orang Tua

Sel, 30 April 2024 | 11:30 WIB

Tafsir Surat Luqman Ayat 13: Kewajiban Berbakti pada Orang Tua

Ilustrasi berbakti pada orang tua. (Foto: NU Online/Freepik)

Nasihat Luqman kepada anaknya merupakan pedoman berharga bagi umat Islam. Nasihat tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari beribadah kepada Allah SWT hingga berperilaku baik dalam masyarakat. Salah satu poin penting yang disampaikan Luqman adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dan melarang syirik atau mempersekutukan-Nya.

 

Selain itu, Luqman juga menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua, bersikap santun dalam berbicara, dan menjauhi kesombongan. Landasan pentingnya nasihat tersebut dijelaskan dalam Al-Quran Surat Luqman [31] ayat 14;

 

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

 

Artinya: "Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.) (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali."

 

Luqman Al-Hakim adalah sosok yang dikisahkan dalam Al-Qur'an, tepatnya pada surah Luqman ayat 12 sampai 19. Meskipun bukan seorang nabi atau rasul, Luqman dikenal sebagai orang yang memiliki hikmah, yakni kebijaksanaan yang luar biasa.  Al-Quran mengabadikan nasihat-nasihat bijaknya yang disampaikan kepada sang anak.

 

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir al Wasith menjelaskan tentang sosok Luqman al-Hakim. Mengutip hadits yang bersumber dri Ibnu Umar, diceritakan bahwa sosok Luqman adalah seorang hamba Allah yang saleh dan bijaksana. Allah menganugerahinya kebijaksanaan dalam nasihat dan arif dalam bertutur. Kalam hikmah yang dimiliki Luqman, membuatnya mampu memahami kehidupan dengan lebih baik dan memberikan nasihat yang berharga bagi setiap insan.

 

قال ابن عمر رضي الله عنهما فيما أخرجه الحكيم الترمذي في نوادر الأصول عن أبي مسلم الخولاني: سمعت النبي صلّى الله عليه وسلّم يقول: «لم يكن لقمان نبيا، ولكن كان عبدا كثير التفكير، حسن اليقين، أحب الله فأحبه، فمنّ الله عليه بالحكمة وخيّره في أن يجعله خليفة يحكم بالحق، فقال: ربّ إن خيرتني قبلت العافية وتركت البلاء، وإن عزمت علي فسمعا وطاعة، فإنك ستعصمني»

Artinya: "Diceritakan oleh Ibnu Umar radhiyallahu 'anhum, yang diriwayatkan oleh Hakim At-Tirmidzi dalam kitab Nawadir Al-Usul, dari Abu Muslim Al-Khulaani, bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Luqman bukan seorang nabi, tetapi dia adalah seorang hamba yang banyak berpikir, memiliki keyakinan yang baik, mencintai Allah sehingga Allah pun mencintainya. Allah menganugerahinya hikmah dan memberinya pilihan untuk menjadi khalifah yang memerintah dengan adil. Luqman berkata, 'Ya Rabb, jika Engkau memberiku pilihan, aku memilih kesehatan dan terhindar dari musibah. Tetapi jika Engkau telah memutuskan untukku, maka aku akan patuh dan taat. Engkaulah yang akan melindungiku," (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasith,  (Beirut: Darul Fikr,  1422 H), Jilid III,  halaman 2023).

 

Syekh Wahbah Zuhaili menjelaskan, manusia diwajibkan untuk berbakti kepada orang tua, khususnya ibu karena pengorbanan ibu sangat luar biasa. Selama sembilan bulan, ibu mengandung dengan penuh kelemahan. Setelah melahirkan, ibu menyusui dan merawat anaknya hingga dewasa. Semua itu dilakukan dengan penuh kasih sayang.

 

Selain berbakti kepada orang tua, kita juga harus bersyukur kepada Allah dan orang tua. Orang tua, terutama ibu, adalah perantara kehadiran kita di dunia dan sumber kebaikan bagi kita. Keberkahan dan ridho Allah SWT bisa diraih dengan memuliakan orang tua.

 

ولقد أمرنا الإنسان وألزمناه ببر والديه وطاعتهما وأداء حقوقهما، ولا سيما أمه، فإنها حملته في ضعف على ضعف من الحمل إلى الطلق، إلى الولادة والنفاس، ثم الرضاع والفطام في مدة عامين، ثم تربيته ليلا ونهارا حتى صار كبيرا، وأمرناه بشكر الله على نعمته، وبشكر والديه، لأنهما سبب وجوده، ومصدر الإحسان إليه بعد الله تعالى.

 

Artinya: "Dan Kami telah memerintahkan manusia dan mewajibkannya untuk berbakti kepada orang tuanya, mentaati mereka, dan menunaikan hak-hak mereka, terutama ibunya. Karena dia telah menggendongnya dalam kelemahan demi kelemahan, dari masa kehamilan hingga persalinan, hingga kelahiran dan masa nifas, kemudian menyusui dan menyapih selama dua tahun, kemudian membesarkannya siang dan malam hingga dia dewasa. Dan Kami telah memerintahkannya untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya, dan bersyukur kepada orang tuanya, karena mereka adalah sebab keberadaannya, dan sumber kebaikan kepadanya setelah Allah SWT." (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasith..., halaman 2024-2025).

 

Meski begitu, taat pada orang tua ada batasannya. Batasan tersebut adalah selama orang tua tidak menyuruh anaknya untuk bermaksiat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Di samping itu, anak pun tidak boleh patuh ketika disuruh melanggar hukum positif.  Untuk itu, jika orang tua menyuruh anaknya untuk bermaksiat, maka anak wajib untuk menolaknya. Hal ini karena ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya lebih utama daripada ketaatan kepada orang tua.

 

Sebagai contoh, jika orang tua menyuruh anaknya melakukan pekerjaan yang melanggar hukum, seperti menyuruh untuk mencuri, berbohong, atau melakukan perbuatan dosa lainnya, maka anak wajib untuk menolaknya. Anak harus menjelaskan kepada orang tuanya bahwa perbuatan tersebut adalah dosa dan bertentangan dengan hukum positif. Anak juga harus berusaha untuk menyadarkan orang tuanya agar tidak melakukan perbuatan dosa tersebut.

 

Jika orang tua tetap memaksa anaknya untuk bermaksiat, maka anak boleh meninggalkan orang tuanya dalam hal tersebut. Namun, anak tetap harus berusaha untuk menghormati dan berbakti kepada orang tuanya dengan cara-cara lain yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

 

وطاعة الوالدين لها حدود: وهي الأمر بالمعروف، فلا طاعة لمخلوق في معصية الخالق، وعلى هذا، فإن ألحّ والداك في الطلب على أن تشرك بالله في عبادته غيره مما لا تعلم أنه شريك لله أصلا، فلا تقبل ذلك منهما، ولا تطعهما فيما أمراك به من الشرك أو العصيان

 

Artinya: "Ketaatan kepada orang tua memiliki batasan, yaitu dalam hal kebaikan. Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Pencipta. Oleh karena itu, jika orang tua kamu memaksa kamu untuk menyekutukan Allah dengan menyembah selain-Nya, yang kamu tidak tahu bahwa dia adalah sekutu Allah, maka janganlah kamu menuruti mereka dalam hal ini. Janganlah kamu menaati mereka dalam hal yang memerintahkan kamu untuk berbuat syirik atau maksiat." (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasith..., halaman 2025]

 

Bagaimana dengan orang tua yang berbeda agama. Masih tetapkah wajib berbakti? 

 

Syekh Wahbah menjelaskan meskipun orang tua tidak beriman, perlakukanlah mereka dengan baik selama mereka hidup di dunia ini. Penuhilah kewajiban sebagai anak dengan memberikan mereka harta dan pengobatan yang mereka butuhkan. Bicaralah kepada mereka dengan sopan dan penuh kasih sayang. Penuhi janji yang kalian buat dan hormati teman-teman mereka.

 

Allah SWT akan membalas setiap perbuatan manusia di dunia, baik itu perbuatan baik maupun buruk. Anak akan akan diberi pahala atas keimanannya. Sedangkan orang tua, jika mereka tetap tidak beriman, akan menerima balasan atas kekafiran mereka.

 

ولكن صاحب والديك الكافرين في الدنيا مصاحبة كريمة بالمعروف، بأن تحسن إليهما بالمال والعلاج، والتودد في الكلام والمحبة والرفق، والوفاء بالعهد وإكرام صديقهما، ما دام ذلك في الدنيا، واتبع سبيل المؤمنين التائبين في دينك، ولا تتبع في كفرهما سبيلهما فيه، ثم إلي مرجعكم جميعا، فأجازيك أيها الولد على إيمانك، وأجازيهما على كفرهما إن كفرا، وأخبركم بما كنتم تعملون في الدنيا من خير أو شر

 

Artinya: "Tetapi pergaulilah orang tua yang kafir itu dengan baik di dunia ini. Perlakukanlah mereka dengan baik dengan memberikan harta dan pengobatan, bersikaplah sopan dalam berbicara, tunjukkan kasih sayang dan kelembutan, tepati janji dan hormati teman-teman mereka, selama mereka masih hidup di dunia ini. Ikutilah jalan orang-orang beriman yang bertaubat dalam agamamu, dan jangan ikuti jalan mereka dalam kekafirannya.

 

Kemudian, kepada Kamilah kembalinya kalian semua. Aku akan membalasmu, wahai anak, atas keimananmu, dan Aku akan membalas mereka atas kekafirannya jika mereka tetap kafir. Dan Aku akan memberitahu kalian semua apa yang telah kalian lakukan di dunia ini, baik atau buruk." (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasith..., halaman 2025).

 

Selanjutnya dalam kitab Kifayatul Akhyar, Syekh Abu Bakar Al-Hisni menjelaskan bahwa meskipun orang tua tidak menganut agama Islam, anak tetap memiliki kewajiban untuk menafkahi orang tua jika mereka tidak mampu secara finansial. Kewajiban ini merupakan tanggung jawab moral dan agama bagi setiap anak, terlepas dari keyakinan orang tuanya.

 

Lebih lanjut, kewajiban menafkahi orang tua yang tidak mampu secara finansial merupakan salah satu bentuk bakti anak. Hal ini menunjukkan rasa kasih sayang dan tanggung jawab seorang anak terhadap orang tuanya yang telah membesarkan dan mendidiknya.

 

Sejatinya, dengan memenuhi kewajiban untuk menafkahi orang tua yang tidak mampu, anak-anak dapat menunjukkan rasa terima kasih dan penghargaan mereka atas pengorbanan dan kasih sayang orang tua. Hal ini juga dapat memperkuat hubungan antara anak dan orang tua, serta menciptakan suasana keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang.

 

ولا فرق في ذلك بين الذكور والإناث ولا بين الوارث وغيره ولا فرق بين اتفاق الدين والاختلاف فيه وفي وجه لا تجب على مسلم نفقه كافر والدليل على وجوب الانفاق على الوالدين قوله تعالى وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُنْيَا مَعْرُوْفًا وقوله تعالى وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

 

 Artinya, “Dalam  hal (kewajiban nafkah) ini, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, ahli waris dan bukan ahli waris, kesamaan agama yang dianut dan yang berbeda agama. Tetapi satu pendapat mengatakan bahwa seorang Muslim tidak wajib memberi nafkah kepada orang kafir. Dalil atas kewajiban nafkah terhadap kedua orang tua adalah firman Allah Surat Lukman ayat 15 ‘Bergaullah dengan keduanya di dunia dengan baik,’ dan firman Allah Surat Al-Ankabut ayat 8 ‘Kami berpesan kepada manusia untuk berbuat baik terhadap kedua orang tuanya,’” (Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz II, halaman 113).

 

Sementara itu dalam Tafsir al-Baghawi, dikisahkan bahwa Asma binti Abu Bakar, seorang muslimah di masa awal Islam, dihadapkan dengan dilema. Ibunya yang masih belum memeluk Islam datang membawa hadiah. Asma bingung, apakah boleh menerima hadiah tersebut dan berbakti kepada ibunya, mengingat sang ibu belum beriman. Dengan penuh rasa hormat, Asma mendatangi Rasulullah untuk meminta petunjuk.

 

Mendengar cerita Asma, Rasulullah SAW memberikan jawaban yang melegakan. Beliau bersabda bahwa Asma boleh menerima hadiah dari ibunya. Lebih dari itu, Rasulullah memerintahkan Asma untuk tetap berbuat baik kepada sang ibu. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan untuk tetap menjaga hubungan baik dengan orang tua, meskipun mereka belum memeluk Islam.

 

Perintah Rasulullah kepada Asma ini menjadi pedoman penting bagi para muslim. Meskipun berbeda keyakinan, hubungan baik dengan orang tua, terutama berbakti, tetap harus dijaga. 

 

وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ: نَزَلَتْ فِي أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ وَذَلِكَ أَنَّ أُمَّهَا قُتَيْلَةَ بِنْتَ عَبْدِ الْعُزَّى قَدِمَتْ عَلَيْهَا الْمَدِينَةَ بِهَدَايَا ضِبَابًا وَأَقِطًا وَسَمْنًا وَهِيَ مُشْرِكَةٌ، فَقَالَتْ أَسْمَاءُ: لَا أَقْبَلُ مِنْكِ هَدِيَّةً وَلَا تَدْخُلِي عَلَيَّ بَيْتِي حَتَّى أَسْتَأْذِنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ فَأَمَرَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُدْخِلَهَا مَنْزِلَهَا وَتَقْبَلَ هَدِيَّتَهَا وَتُكْرِمَهَا وَتُحْسُنَ إليها 

 

Artinya, "Abdullah bin Zubair berkata: Ayat ini turun berkenaan dengan Asma binti Abu Bakar. Ibunya, Qutailat binti Abdul Uzza, datang ke Madinah membawa hadiah berupa madu, keju, dan mentega. Ibunya masih musyrik. Asma berkata: "Aku tidak akan menerima hadiah darimu dan engkau tidak boleh masuk ke rumahku sebelum aku meminta izin kepada Rasulullah." Asma kemudian bertanya kepada Rasulullah, dan Allah menurunkan ayat ini. Rasulullah memerintahkan Asma untuk menerima hadiah ibunya, menghormatinya, dan berbuat baik kepadanya. (Imam Baghawi, Ma'alim Tanzil, [Darul Taybah, tt] Jilid VIII, halaman 95).

 

Tafsir Tabhari

Ibnu Jarir Thabari, dalam kitab Tafsir Jami'al-Bayan menjelaskan, Allah memberikan perintah untuk berbakti kepada orang tua. Hal ini karena mereka telah mengandung dan melahirkan kita dengan penuh kelelahan dan kesulitan. Ibu menanggung beban demi beban, kelemahan demi kelemahan, dan kesusahan demi kesusahan demi melahirkan dan membesarkan kita.

 

وأمرنا الإنسان ببرّ والديه (حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلى وَهْنٍ)يقول: ضعفا على ضعف، وشدّة على شدّة،

 

Artinya; "Dan Kami telah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya (ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, lemah di atas lemah) dia berkata: "Lemah di atas lemah, dan kesulitan di atas kesulitan."(Ibnu Jarir Thabari, dalam kitab Tafsir Jami'al-Bayan, [Mekah: Darul Tarbiyah wa Turats, tt], jilid XX, halaman 136)

 

Tafsir Al-Misbah

Profesor Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, banyak ahli tafsir berpendapat bahwa ayat 14 dalam surah Luqman sebenarnya bukan nasihat langsung Luqman kepada anaknya. Ayat ini disisipkan oleh Allah SWT untuk menegaskan bahwa penghormatan orang tua menempati posisi penting setelah pengabdian kepada Allah. Hal ini sesuai dengan pola Al-Quran yang seringkali menyebutkan perintah beribadah kepada Allah bersamaan dengan perintah berbakti kepada orang tua (contohnya surah Al-An'am ayat 151 dan Al-Isra' ayat 23). Meskipun nasihat tersebut bukan berasal langsung dari Luqman, bukan berarti beliau tidak mengajarkan hal serupa. (Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Ciputat: Lentera Hati, 2002], Jilid XI, halaman 128).

 

Ahli Tafsir lain, Thahir Ibn 'Asyur, kata Prof. Quraish Shihab menyatakan bahwa jika Luqman bukan seorang nabi, maka ayat ini sengaja disisipkan setelah nasihat Luqman tentang keesaan Allah dan rasa syukur kepada-Nya. Dengan sisipan ini, Allah SWT ingin menunjukkan bahwa sejak dini Dia telah menganugerahkan kebaikan kepada para hamba-Nya dengan mewasiatkan anak agar berbakti kepada orang tua.

 

Dengan demikian, karunia ini juga berlaku bagi Luqman sebagai balasan atas perhatiannya memulai nasihat kepada anaknya agar senantiasa mengingat Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

 

Sementera itu, Al-Biqa'i melihat ayat 14 surat Luqman sebagai kelanjutan nasihat Luqman kepada anaknya. Menurut beliau, ayat ini seolah Luqman berkata, "Aku berpesan kepadamu wahai anakku..." padahal sebenarnya Allah SWT yang mewasiatkan kepada manusia, termasuk anaknya, tentang bagaimana berbakti kepada orangtua dan kepada Allah. Namun, redaksi ayat diubah menjadi nasihat Luqman agar pesan tersebut bisa lebih luas dan berlaku umum bagi semua manusia. (Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah..., halaman 128].

 

Lantas, apakah isi dari ayat ke-14 dalam Surah Luqman merupakan nasihat langsung dari Luqman atau tidak? Yang pasti, ayat tersebut bagaikan menyatakan bahwa Allah memberikan wasiat yang sangat kuat kepada semua manusia tentang berbakti kedua orang tua mereka. 

 

Allah SWT mewasiatkan kepada semua manusia untuk berbakti kepada orang tua mereka. Hal ini ditekankan karena pengorbanan ibu yang luar biasa dalam mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat anaknya. Ibu menanggung kelemahan demi kelemahan selama masa kehamilan, melahirkan dengan penuh kesulitan, dan tanpa lelah mengurus sang anak. Pengorbanan ini berlangsung selama dua tahun, periode ideal untuk menyusui.

 

Allah kemudian mengingatkan manusia untuk bersyukur. Bersyukur kepada Allah atas penciptaan dan segala karunia-Nya, dan bersyukur kepada orang tua atas peran mereka dalam menghadirkan kita ke dunia. Penekanan pada rasa syukur ini diperkuat dengan pengingat bahwa hanya kepada Allah manusia akan kembali dan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, termasuk rasa syukur kepada-Nya dan kepada orang tua.

 

Kesimpulannya, ayat 14 Surat Luqman merupakan perintah Allah yang tegas untuk berbakti kepada orang tua. Perintah ini didasarkan atas pengorbanan dan kasih sayang orang tua yang tak terhingga. Rasa syukur kepada Allah dan orang tua merupakan wujud bakti yang tak boleh diabaikan.

 

Lebih lanjut, berbakti pada orang tua diyakini sebagai salah satu amal yang membawa keberkahan. Dalam kehidupan sosial dan spiritual, hal ini dipandang sebagai bentuk terpuji untuk menghargai segala pengorbanan dan kasih sayang yang orang tua limpahkan selama membesarkan dan mendidik kita. Ini adalah wujud syukur atas karunia orang tua.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam.