Bahtsul Masail

Orang yang Dianjurkan Membuka Kain Kafan pada Pipi Jenazah saat Pemakaman

Rab, 1 Mei 2024 | 20:00 WIB

Orang yang Dianjurkan Membuka Kain Kafan pada Pipi Jenazah saat Pemakaman

Orang yang dianjurkan membuka kain kafan pada pipi jenazah saat pemakaman.

Assamu'alaikum wr wb. Mohon maaf, izin bertanya tentang fiqih jenazah. Untuk jenazah wanita, apakah sebaiknya yang membuka kain kafan bagian wajahnya agar pipi menepel ke tanah saat pemakaman adalah orang yang berstatus sebagai mahram, misal ayah, kakak kandung laki-laki atau suami? Apakah anjurannya dibuka bagian kepala seluruhnya seperti jenazah laki? Terimakasih atas jawabannya. (Hamba Allah).
 

Jawaban

Penanya dan pembaca NU Online yang budiman, semoga dilancarkan segala aktivitas dan dipermudah dalam segala urusannya. 
 

Sebenarnya beban fardhu kifayah dalam mengurus jenazah meliputi: memandikan, mengafani, menshalatkan, dan menguburkan jenazah, tidak tertentu kepada keluarga, kerabat atau mahramnya saja. Melainkan wajib bagi siapa saja yang mengetahui kematiannya. Bahkan bisa menjadi fardhu 'ain apabila hanya ia seorang yang mengetahui kematian orang lain tanpa ada ikatan keluarga atau kerabat sekalipun. 
 

Terkait pertanyaan, hukum membuka kain kafan yang menutupi pipi jenazah saat pemakaman yang kemudian ditempelkan pada tanah adalah sunah, sebagaimana dijelaskan dalam Fathul Mu'in sebagai berikut: 
 

ويندب الافضاء بخده الايمن - بعد تنحية الكفن عنه - إلى نحو تراب، مبالغة في الاستكانة والذل، ورفع رأسه بنحو لبنة
 

Artinya, "Dan disunnahkan menempelkan pipi kanan jenazah–setelah kafan pada pipinya dibuka–pada tanah, sebagai upaya menampakkan kerendahan diri dan kehinaan. Juga disunahkan mengangkat kepalanya dengan semacam batu bata yang suci."  (Zainuddin Ahmad bin Abdil Aziz Al-Malibari, Fathul Mu'in dalam Hasyiyah I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz II, halaman 143). 
 

Lalu berkenaan dengan siapa yang dianjurkan membuka kain kafan pada pipi kanan jenazah untuk ditempelkan pada tanah?
 

Sebenarnya tidak ada ketentuan secara khusus, tentang siapanya, apa dia harus mempunyai hubungan mahram atau tidak.
 

Namun dalam proses mengubur jenazah, mulai dari orang yang mengulurkan, menerima, dan menguburkan jenazah dalam liang lahat, dijelaskan bahwa yang dianjurkan mengerjakan semua itu adalah laki-laki, sekalipun jenazahnya adalah perempuan. Argumentasinya, secara umum perempuan lemah untuk melakukannya. Berikut ini dijelaskan dalam kitab Ghayatul Muna:


 والملحد للميت والمتناول والمناول الرجال، وأولدهم الأحق بالصلاة عليه ولو امراة، لضعف النساء عن القيام بذلك. وقد أمر النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا طَلْحَةَ أَنْ يَنْزِلَ فِي قَبْر احدي بناته. رواه البخاري الا أن الزوج أحق بالنسبة للحده لزوجته


Artinya, "Orang yang mengubur, mengulurkan, dan menerima mayit (dalam liang lahat) adalah laki-laki, dan anak-anak mereka (mayit) yang paling berhak untuk menshalatinya, sekalipun jenazahnya perempuan, karena perempuan lemah untuk melakukan semua itu.
 

Sungguh Nabi Muhammad saw memerintahkan Aba Thalhah untuk turun di kuburan salah satu putri-putrinya. Hadits ini diriwayatkan Imam Al-Bukhari. Dikecualikan seorang suami, ia lebih berhak untuk menguburkan istrinya." (Muhammad Ali bin Muhammad Ba 'Athiah Ad-Du'ani, Ghayatul Muna Syarhu Safinatin Naja, [Tarim, Maktabah Tarim Al-Haditsiah: 2008], halaman 513). 
 

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa membuka kafan pipi kanan jenazah, bukan membuka kafan seluruh kepala, hukumnya sunah. Hikmahnya adalah sebagai wujud kerendahan dan kehinaan.
 

Adapun orang yang dianjurkan melakukan prosesi penguburan, termasuk juga membuka kafan pipi jenazah adalah laki-laki, sekalipun jenazahnya perempuan karena perempuan dianggap lemah baik secara fisik ataupun emosional dibanding laki-laki untuk mengerjakan semua itu. Namun, diutamakan anak-anaknya; atau suaminya bila yang meninggal adalah istrinya. Wallahu a'lam bisshawab.
 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo