Hikmah

‘Memanusiakan’ Ikan

Rabu, 26 April 2017 | 08:30 WIB

‘Memanusiakan’ Ikan

Ilustrasi (quore.com)

Menangkap ikan dengan jaring sederhana untuk dikonsumsi sendiri itu lebih manusiawi daripada dengan kail. Uraian berikut ini adalah beberapa alasannya yang bisa jadi Anda setuju. Ketika Anda menangkap ikan dengan jaring sederhana, maka dari awal mereka sudah menyadari akan bahaya yang mengancam keselamatannya. Dari saat itulah mereka mengambil sikap waspada dan hati-hati dengan harapan dapat lolos dari bahaya. Sudah tentu mereka senantiasa bertasbih dan berdoa sambil berupaya agar Tuhan melindungi mereka.

Sikap tawakal pun juga terus mereka lakukan karena tiada daya dan upaya kecuali dengan-Nya. Jika ternyata kemudian mereka memang harus mati di tangan Anda, maka kematiannya akan menjadi kematian yang telah disadari dari awal dan tentu saja mereka berdoa agar hayatnya berakhir dengan “husnul khatimah”.

Tetapi berbeda ketika Anda menangkap ikan dengan cara mengail. Anda sadari atau tidak, kail adalah bagian dari alat untuk menipu karena bersifat menjebak. Pada awalnya, ikan-ikan senang melihat ada makanan meski sedikit atau tak seberapa jumlahnya. Mereka mengira makanan di ujung mata kail itu akan mengenyangkan perutnya.

Alhamdulillah... dapat rezeki dari Tuhan,” kata ikan-ikan itu dalam hati sambil terus bertasbih. “Lezat sekali rasanya.” Begitulah kira-kira kalau mereka bisa berbicara dalam bahasa manusia Indonesia.

Namun betapa terkejutnya mereka ketika tak lama setelah mengunyah dan menelan makanan itu, tiba-tiba dari dalam mulutnya terasa ada benda keras yang dengan cepat bergerak ke atas atau menyamping. Benda keras yang berujung amat runcing itu menerebos langit-langit mulut hingga menembus mata atau leher.

Tak lama setelah itu mereka terangkat dari habitatnya dan menggantung di udara. Semakin lama menggantung semakin terasa sakitnya karena luka di bagian kepala bisa semakin melebar. Darah bisa jadi mulai menetes atau bahkan mengalir deras ketika mereka mencoba berontak ingin lepas dari jebakan bernama kail.

Sementara itu, terdengarlah oleh mereka suara manusia yang bersorak kegirangan atau terlihat senyum manis di bibirnya karena kail yang menjebak itu berhasil menangkap mereka.

Astaghfirullahal adhim… Apa salah dan dosaku hingga aku harus mengalami nasib seperti ini, ya Tuhan? Aku benar-benar tertipu oleh manusia licik yang tak berani menghadapiku dengan tangan kosong.”

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an bahwa apa saja yang ada di bumi dan langit bertasbih kepada-Nya, termasuk ikan-ikan itu sebagaimana temaktub dalam surah Al-Isra’, ayat 44:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

Artinya: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”

Di ayat lain Allah SWT juga berfirman bahwa semua yang ada di bumi ini diciptakan-Nya memang untuk manusia sebagaimana termaktub dalam surah Al-Baqarah, ayat 29:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

Artinya: “Dialah (Allah), yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untuk kamu sekalian.”

Maka pertanyaannya adalah tidak bisakah manusia menempuh “cara-cara manusiawi” dan jujur dalam menangkap hewan-hewan air bernama ikan itu?

Kejujuran oleh manusia ini penting bagi ikan-ikan karena dengan kejujuran ini mereka dapat menyadari apa yang sedang terjadi. Kalau toh mereka memang harus mati di tangan manusia karena akan dimakan, mereka dapat mempersiapkan kematian itu dengan lebih baik. Tentu saja dengan harapan dapat bertemu dengan Sang Pencipta dalam keadaan ridha. Tidak saja ridha kepada-Nya tetapi juga kepada manusia yang memakannya. Jika ikan saja bisa kita manusiawikan, maka janganlah kita bersikap sebaliknya – mengikankan manusia. Wallahu a'lam bis-shawab.


Muhammad Ishom adalah dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta


Terkait

ADVERTISEMENT BY OPTAD