Pustaka

Mengenal dan Menjaga 77 Cabang Iman di Era Digital 

Kamis, 17 Juli 2025 | 08:00 WIB

Mengenal dan Menjaga 77 Cabang Iman di Era Digital 

Cover kitab Qami’uth Thughyan. (Foto: NU Online/ Syifaul Qulub Amin)

Keimanan dalam diri seorang Muslim menjadi hal yang paling penting bagi pemeluk agama Islam. Bahkan, semua umat Muslim pada akhirnya memiliki harapan dan keinginan wafat dalam keadaan husnul khatimah dengan membawa keimanan. Namun, di era digital yang serba abu-abu ini, terkadang kita lupa bahwa keimanan ini bisa terkikis oleh perilaku yang mengandung kemaksiatan, misalnya dengan komentar yang menyakitkan hati orang lain tanpa disadari.

 

Semua ini terjadi karena saat ini kita sedang hidup di era digital yang serba abu-abu dan seolah tak nyata, padahal semua laku dan ucap bernilai, entah bernilai baik yang bisa meningkatkan kualitas iman atau buruk yang berefek terkikisnya iman. Oleh sebab itu, bersikap hati-hati menjadi fondasi dalam menjaga keimanan.

 

Melalui kitab Qami’uth Thughyan ‘ala Mandhumah Syu'abil Iman, Syekh Nawawi Banten mengajak umat Islam untuk selalu memupuk dan meningkatkan kualitas keimanan supaya tetap tebal tidak terpengaruh oleh arus zaman yang semakin tak menentu. Melalui kitab ringkas tapi bernas ini, kita akan menemukan makna keimanan yang lebih luas.

 

Secara garis besar, kitab ini merupakan syarah atas kitab Mandhumah Syu'abil Iman karya Syekh Zainuddin bin Ali bin Ahmad As-Syafi'i. Sedangkan, Mandhumah Syu'abil Iman merupakan syarah hadits tentang cabang-cabang iman yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Berikut redaksi hadits tersebut:

 

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً

 

Artinya: “Cabang iman itu ada 77.” (HR Imam Muslim)

 

Jadi, Syekh Zainuddin menyarahi hadits ini dengan model nadham dengan tajuk Mandhumah Syu'abil Iman, lalu Syekh Nawawi Banten menyarahi nadham karya Syekh Zainuddin tersebut dengan nama Qami’uth Thughyan.

 

Dengan demikian, kitab Qami’uth Thughyan bisa disebut syarah atas Syarah Mandhumah Syu'abil Iman. Supaya lebih jelas, berikut ini adalah nadham pertama beserta syarah Syekh Nawawi Banten sebagai gambaran besar isi dan model penulisan kitab, misalnya:

 

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي قَدْ صَيَّرَا * إِيمَانَ شَخْصِ ذَا شُعَبْ فَتُتَمَّمُ

 

أي أنشئ إقراري بالحمد معتقداً أن كل ثناء لله والمراد بهذا البيت أن أعمال الإيمان ذوات أجزاء وحصال، وهي التي تزيد أعمال الإنسان بالإتيان بها وتنقص بترك شيء منها، وأما أصل الإيمان الذي هو التصديق فلا ينقص، لأنه لو نقص لكان شكا ولا يصح الإيمان مع الشك

 

Artinya:

Segala puji bagi Allah yang menjadikan iman seseorang memiliki cabang-cabang. Maka, sempurnakanlah cabang-cabang (tersebut).” (bait nadham karya Syekh Zainuddin).

 

Yakni saya mengeluarkan pernyataan dengan hamdalah sekaligus meyakini bahwa seluruh puji hanya milik Allah. Maksud dari bait ini adalah bahwa amal-amal (yang bernilai) iman itu memiliki juz atau bagian—cabang.”

 

Keimanan manusia bertambah dengan melaksanakan juz tersebut, begitu juga akan berkurang apabila meninggalkan salah satunya. Adapun akar keimanan, yakni tasdiq, tidak berkurang. Sebab, jika akar keimanan berkurang, niscaya akan turun ke kebimbangan, sedangkan iman (kepada Allah) tidak sah apabila ada unsur kebimbangan.” (Syarah nadham karya Syekh Nawawi Banten).

 

Jika di dunia penerjemahan ada istilah terjemah per kata, bisa dibilang kitab ini merupakan syarah per kata. Hampir semua kata dalam Mandhumah Syu'abil Iman disyarahi oleh Syekh Nawawi Banten dengan detail sehingga pembaca sangat terbantu dalam memahaminya. Begitulah garis besar model penulisan kitab Qami’uth Thughyan.

 

Profil SIngkat Penulis

Syekh Nawai Al-Bantani lahir pada tahun 1230 Hijriah bertepatan dengan 1813 Masehi di Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten. Ayahnya, Syekh Umar, menamainya dengan Muhammad Nawawi. Muhammad diambil dari nama nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Nawawi, mengikuti nama Syaikhul Islam Muhyiddin Abi Zakariya bin Syaraf An-Nawawi, lazim disebut Imam An-Nawawi. Jadi, nama lengkap beliau adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali. Fiqihnya bermazhab Syafi'i dan akidahnya bermazhab Asy'ari.

 

Selain dikenal sebagai ulama yang alim, dermawan, tawadhu, zuhud, dan mengasihi fakir-miskin, Syekh Nawawi juga sangat produktif dalam melahirkan karya tulisnya. Dari tangannya lahir kitab yang mencapai lebih dari 100 kitab yang membahas sejumlah disiplin keilmuan Islam, di antara karyanya yang cukup terkenal adalah:

 
  1. Tafsir Marahu Labid li Kasyfi Ma’nal Qur’anil Majid, salah satu tafsir lengkap pertama dari ulama Nusantara;
  2. Nihayatuz Zain, syarah Fathul Qarib karya Ibn Qasim al-Ghazzi;
  3. Kasyifatus Saja, syarah dari Safinatun Naja;
  4. Uqudul Lujain fi Bayani Huququz Zaujain, fiqih rumah tangga;
  5. At-Tausyih ‘ala Ibni Qasim, syarah Fathul Qarib;
  6. Sullamul Munajat, ringkasan fiqih shalat;
  7. Tanqihul Qaul al-Hatsits, syarah kitab hadits;
  8. Tijanud Darari, ilmu tauhid tingkat dasar;
  9. Daqa’iqul Akhbar fi Dzikril Jannati wan Nar, tentang surga dan neraka, akidah dan eskatologi Islam;
  10. Nashaihul ‘Ibad, kumpulan nasihat;
 

Karya-karya yang disebut ini lazim digunakan sebagai bahan pengajian dan diskusi di pesantren-pesantren, khususnya pesantren di Jawa dan Madura.

 

Syekh Nawawi Banten wafat pada akhir bulan Syawal tahun 1314 Hijriah bertepatan dengan 1897 Masehi. Wafat di Makkah dan dikebumikan di pemakaman Ma'la berdekatan dengan pembaringan Sayyidatun Nisa’ Asma’ binti Abi Bakar As-Shiddiq dan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.

 

Penelitian Ilmiah tentang Hadits Cabang Iman

Ada penelitian menarik terkait hadits tentang cabang-cabang iman di atas. Penelitian ini ditulis Imam Abu Hatim Ibnu Hibban yang dikutip oleh penerbit kitab ini dalam kata pengantarnya. Imam Abu Hatim berkata:

 

تتبعت معنى هذا الحديث مدة وعددت الطاعات، فإذا هي تزيد على هذا العدد شيئًا كثيرا، فرجعت إلى السنن، فعددت كل طاعة عدها رسول الله ﷺ من الإيمان، فإذا هي تنقص عن البضع والسبعين فرجعت إلى كتاب الله تعالى فقرأته بالتدبر وعددت كل طاعة عدها الله تعالى من الإيمان، فإذا هي تنقص عن البضع والسبعين فضممت الكتاب إلى السنن وأسقطت المعاد، فإذا كل شيء عده الله تعالى ونبيه من الإيمان سبع وسبعون شعبة لا تزيد عليها ولا تنقص، فعلمت أن مراد النبي أن هذا العدد في الكتاب والسنن

 

Artinya: “Telah kuteliti makna hadits ini dalam satu periode. Kuhitung ketaatan-ketaatan, ternyata lebih banyak dari jumlah ini (lebih dari 77 cabang). Kemudian merujuk beberapa hadits dan kuhitung setiap ketaatan yang Rasulullah SAW kategorikan (bernilai) keimanan, ternyata kurang dari 77 cabang, lalu kubaca Al-Qur'an dengan tadabur dan kuhitung setiap ketaatan yang Allah Ta'ala kategorikan (bernilai) keimanan, ternyata kurang dari 77 cabang."

 

Setelah kuhimpun (jumlah) di Al-Qur'an dan hadits tanpa menghitung hari akhir, ternyata jumlah yang ada dalam Al-Qur'an dan hadits, iman ada 77 cabang, tidak kurang dan tidak lebih. Maka, aku tahu bahwa maksud Nabi dengan jumlah ini (77 cabang) merupakan himpunan jumlah yang ada dalam Al-Qur'an dan hadits.” (hal. 5)

 

Berdasarkan pada penelitian ini, dalam kata pengantar penerbit tersebut disimpulkan bahwa hitungan 77 dalam hadits di atas adalah makna hakikat, bukan kinayah atau majaz.

 

Makna dan Pentingnya Iman

Sebagaimana yang tersirat dalam tajuk Mandhumah Syu'abil Imam, dalam bahasa Arab syu'ab bentuk jamak, bentuk mufradnya adalah syu'bah yang artinya adalah sebuah potongan sesuatu; bagian sesuatu, atau cabang. Dikaitkan dengan pengertian ini, disebutkan dalam halaman 5 bahwa pengertian iman secara syariat adalah sebutan bagi setiap sesuatu yang memiliki cabang.

 

Maksudnya, iman dalam konteks pembahasan ini, bukan seperti makna iman yang lazimnya disebut masyarakat pada umumnya, melainkan jauh lebih luas maknanya.

 

Seorang Muslim yang membaca la ilaha illallahu, berarti dia sedang melaksanakan sebuah keimanan, begitu juga ketika menyingkirkan duri dari tengah jalan, dia sedang mengamalkan sebuah amal yang bernilai keimanan. Sebab, keduanya (membaca la ilaha illallahu dan menyingkirkan duri dari tengah jalan) merupakan cabang dari iman. Rasulullah SAW bersabda:

 

فأفضلها قَول: لَا إِلَه إِلَّا الله، وَأَدْنَاهَا إمَاطَة الْأَذَى عَن الطَّرِيق، وَالْحيَاء شُعْبَة من الْإِيمَان

 

Artinya: “Cabang paling utama (tinggi nilai) keimanan adalah ucapan la ilaha illallahu dan paling rendah adalah menyingkirkan duri dari tengah jalan. Dan malu adalah cabang dari iman.” (HR Imam Muslim).

 

Hadits inilah yang menjadi landasan pengertian iman di atas. Di samping itu, keimanan setiap orang memiliki derajat atau kualitas yang berbeda. Artinya, keimanan seseorang itu bisa bertambah dan berkurang atau bahkan terkikis sama sekali dan tidak memiliki keimanan.

 

Oleh sebab itu, di tengah kehidupan serbadigital yang membuat seolah tidak nyata bahkan terlihat abu-abu, memupuk keimanan sangatlah penting supaya semakin kuat dan tidak terkikis oleh arus zaman yang tak menentu. Bagaimana cara memupuknya? Dengan cara membaca, memahami, dan mengamalkan cabang-cabang iman ini. Syekh Nawawi Banten menjelaskan:

 

Keimanan manusia bertambah dengan melaksanakan (mengamalkan) juz (salah satu dari 77 cabang iman) tersebut, begitu juga akan berkurang apabila meninggalkan salah satunya.” (Halaman 7).

 

Berikut adalah daftar isi kitab yang disusun berdasarkan 77 cabang imam:

 

Bagian I Rukun Iman dan Keyakinan Dasar

1. Beriman kepada Allah;
2. Beriman kepada malaikat;
3. Beriman kepada kitab-kitab Allah;
4. Beriman kepada para nabi;
5. Beriman bahwa alam akan hancur (kiamat);
6. Beriman bahwa manusia akan bangkit;
7. Beriman kepada takdir;
8. Beriman kepada hari kebangkitan; dan
9. Beriman kepada surga dan neraka.

 

Bagian II Iman dalam Bentuk Cinta, Takut, Harap

10. Mencintai Allah;
11. Takut kepada siksa Allah;
12. Mengharap rahmat Allah;
13. Tawakal kepada Allah
14. Mencintai Nabi ﷺ!;
15. Mengagungkan Nabi ﷺ;
16. Bakhil terhadap agama;
17. Mencari ilmu agama;
18. Menyebarkan ilmu agama; dan
19. Mengagungkan dan menghormati Al-Qur’an.

 

Bagian III Ibadah Fisik dan Ritual

20. Bersuci (thaharah);
21. Menunaikan shalat fardlu tepat waktu dengan sempurna;
22. Memberi zakat kepada yang berhak dengan niat khusus;
23. Puasa Ramadhan;
24. I‘tikaf;
25. Haji;
26. Jihad;
27. Murabathah;
28. Konsisten perang (tidak lari dari medan perang);
29. Memberi perlima dari rampasan perang (khums);
30. Memerdekakan budak Mukmin;
31. Membayar kafarat; dan
32. Menepati janji.

 

Bagian IV Akhlak dan Etika Sosial

33. Bersyukur;
34. Menjaga lisan dari perkataan yang tidak pantas;
35. Menjaga kemaluan dari yang dilarang (zina);
36. Menunaikan amanah kepada yang berhak;
37. Tidak membunuh orang Muslim;
38. Menjaga diri dari makanan dan minuman haram;
39. Malu kepada Allah;
40. Berbuat baik kepada kedua orang tua;
41. Silaturrahim; dan
42. Berbudi pekerti yang baik.

 

Bagian V Tanggung Jawab terhadap Orang Lain

58. Berbuat baik kepada budak;
59. Ketaatan budak kepada majikan;
60. Menjaga hak istri dan anak;
61. Mencintai ulama;
62. Menjawab salam;
63. Mengunjungi orang sakit;
64. Mengikuti jenazah shalat;
65. Membaca tasymit saat bersin; dan
66. Menjauhi orang yang melakukan kerusakan.

 

Bagian VI Etika Sosial

67. Menghormati tetangga;
68. Menghormati tamu;
69. Menutupi aib orang Mukmin;
70. Sabar dalam ketaatan;
71. Zuhud;
72. Cemburu terhadap kehormatan istri;
73. Berpaling dari pembicaraan yang tak berguna;
74. Dermawan;
75. Menghormati orang tua dan menyayangi pemuda;
76. Mendamaikan pertikaian di antara Muslim; dan
77. Mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri.

 

Walhasil, melalui kitab ini kita tahu bahwa keimanan bukan sekadar keyakinan dalam hati, tapi bagaimana mengaktualisasikannya melalui sikap dan lisan. Sekali lagi, keimanan tidak hanya terbatas pada rukun iman dan keyakinan dasar, tapi mencakupi iman dalam bentuk cinta, takut, harap, ibadah fisik dan spiritual, akhlak, etika sosial, dan tanggung jawab terhadap orang lain. Dengan mengamalkan cabang-cabang iman ini, Insyaallah keimanan kita aman. Wallahu a'lam.

 

Identitas Kitab

Judul Kitab: Qami’uth Thughyan ‘ala Mandhumah Syu'abil Iman
Penulis: Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Banten
Penerbit: Darul Kutub Al-Islamiyyah
Tahun Terbit: 2008
Tebal: 46 halaman
ISBN: 978-979-3154-63-3

 

Syifaul Qulub Amin, Alumnus PP Nurul Cholil, Sekarang Aktif Menjadi Perumus LBM PP Nurul Cholil dan Editor Website PCNU Bangkalan.