Bacaan Shalawat dari Rasulullah yang Bisa Hindarkan Fakir
Sabtu, 10 Agustus 2024 | 09:00 WIB
Rezeki merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan setiap orang memiliki bagian masing-masing yang sudah Allah tetapkan sejak zaman azali. Bagi sebagian orang, rezeki seringkali diartikan sebagai kekayaan materi, seperti uang, harta dan barang berharga lainnya. Pandangan ini dinilai terlalu sempit karena rezeki tidak hanya berupa materi, namun juga banyak rezeki yang non-materi.
Rezeki yang tidak berupa materi di antaranya adalah kenikmatan beribadah kepada Allah swt. Orang yang mendapatkan rezeki ini, tentu akan merasakan kehidupan yang lebih damai, tentram dan senang, karena ia mampu mengendalikan emosinya untuk meningkatkan spiritual dan meyakini bahwa semua berada pada ketentuan dan takdir Allah.
Selain itu, ada juga rezeki yang berupa kesehatan. Orang sehat tentu patut bersyukur karena dengan tubuh yang sehat, seseorang bisa menjalani aktivitas dan rutinitasnya dengan normal. Ada juga rezeki yang berupa kebahagiaan dan kedamaian batin, dengannya seseorang akan mendapati kesejahteraan emosional dan mental yang stabil. Rezeki juga bisa berupa kesempatan, seperti kesempatan untuk belajar, berkembang, menolong dan membantu orang lain.
Dengan demikian, maka rezeki adalah anugerah yang tidak terbatas pada aspek materi saja. Ia bisa mencakup hal-hal lain yang sangat berharga, seperti merasakan nikmat ibadah, kebahagiaan, kesempatan dan waktu yang baik.
Namun demikian, rezeki berupa materi, seperti kekayaan misalnya, merupakan salah satu rezeki yang tidak kalah penting. Orang yang memiliki harta yang cukup, akan lebih mudah menjalani hidup, lebih mudah untuk menunaikan ibadah, melaksanakan kewajiban, memenuhi tanggung jawab dan lain sebagainya.
Untuk meraih rezeki berupa harta, umat Islam tidak hanya diajarkan dengan cara usaha lahir, tapi juga dengan usaha batin. Pasalnya, rezeki ada dua bagian, yaitu ada yang bisa didapatkan dari hasil jerih payah, ada juga juga rezeki yang didapat tanpa usaha (kasab), dan ini dikenal dengan istilah rezeki min haitsu la yuhtasab. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
Artinya, “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS At-Thalaq, [62]: 2-3).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa rezeki yang memang Allah berikan kepada hamba-Nya dengan cara yang tidak ia duga. Nah, cara-cara seperti ini pada hakikatnya banyak diajarkan oleh para ulama, di antaranya sebagaimana yang ditulis oleh Syekh Ahmad al-Mazidi, dalam kitabnya ia menceritakan kisah seseorang yang selamat dari kefakiran karena membaca shalawat yang diajarkan Rasulullah dalam mimpinya.
Shalawat hindarkan fakir
Alkisah, pada zaman dahulu terdapat seorang ulama saleh yang kehidupannya berada dalam kesulitan, namanya Abu Muhammad al-Baghdadi, ia termasuk golongan orang fakir, yaitu orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak memiliki biaya yang cukup untuk membiayai kehidupannya, hingga suatu malam ketika sedang tidur, ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah.
Dalam mimpinya, ia mengadu kepada Nabi Muhammad perihal kefakirannya. Mendengar pengaduan dari umatnya itu, akhirnya Rasulullah memberikan bacaan shalawat agar ia baca dengan istiqamah. Adapun bacaan shalawatnya adalah sebagai berikut:
اَللّٰهُمَ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَهَبْ لَنَا مِنْ رِزْقِكَ الْحَلَالِ الطَّيِّبِ الْمُبَارَكِ مَا تَصُوْنُ بِهِ وُجُوْهَنَا عَنِ التَّعَرُّضِ اِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ، وَاجْعَلْ لَنَا اَللّٰهُمَ اِلَيْهِ طَرِيْقًا سَهْلًا مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ مِنَّةٍ وَلاَ تَبِعَةٍ، وَجَنِّبْنَا اَللّٰهُمَ الْحَرَامَ حَيْثُ كَانَ وَأَيْنَ كَانَ وَعِنْدَ مَنْ كَانَ، وَحُلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ أَهْلِهِ أَعْدَائنَا، وَاقْبِضْ عَنَّا أَيْدِيَهُمْ وَاصْرِفْ عَنَّا قُلُوْبَهُمْ حَتَّى لاَ تَنْقَلِبَ اِلاَّ فِيْمَا يُرْضِيْكَ، وَلاَ نَسْتَعِيْنُ بِنِعْمَتِكَ اِلاَّ عَلَى مَا تُحِبُّ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allâhumma sholli ‘alâ sayyidinâ muhammadin wa ‘alâ ali sayyidinâ muhammadin. Wa hab lanâ min rizqikal halalit thayyibil mubaraki ma tashunu bihi wujuhanâ ‘anit ta’arrudhi ilâ ahadin min khalqika. Waj’al lanâ allâhumma ilaihi thariqan sahlan min ghairi ta‘abin wala nashabin walâ minnatin walâ tabi’atin. Wa jannibnâ allâhummal harâma haitsu kâna wa aina kâna wa ‘inda man kâna. Wa hul bainanâ wa baina ahlihi a’dâana waqbidh ‘annâ aidiyahum washrif ‘annâ qulubahum hattâ la tanqaliba illâ fimâ yurdhika. Wa lâ nasta’inu binikmatika illa ‘alâ mâ tuhibbu ya arhamar rahimin
Artinya, “Ya Allah limpahkanlah kesejahteraan kepada pemimpin kami Nabi Muhammad dan keluarga pemimpin kami Nabi Muhammad, dan berilah kepada kami dari rezeki-Mu yang halal, baik, serta diberkahi, yang dengan rezeki itu bisa menjaga wajah-wajah kami dari bergantung kepada seorang dari makhluk-Mu. Jadikanlah, ya Allah, bagi kami jalan untuk mendapatkannya tanpa payah, lelah, sukar, serta meminta-minta. Jauhkanlah kami, ya Allah, dari yang haram bagaimana pun, apa pun, dan di mana pun serta pada siapa pun.
Lepaskanlah ikatan antara kami dan orang-orang tersebut, dan genggamlah dari kami tangan-tangan mereka, dan palingkanlah wajah-wajah dan hati mereka dari kami, sehingga kami tidak tertarik kecuali sesuatu yang Engkau ridhai, dan kami tidak memohon pertolongan dengan (menggunakan) kenikmatan dari-Mu kecuali di dalam hal-hal yang Engkau sukai dan Engkau ridhai dengan rahmat-Mu, wahai Zat Yang Maha Pengasih dari semua yang mengasihi.”
Setelah terbangun dari mimpi tersebut, Abu Muhammad al-Baghdadi akhirnya keluar dari kondisi fakir yang sangat melarat, menjadi pribadi yang kaya, tercukupi semua kebutuhan dan keinginan. Ia mengatakan:
قَالَ الْبَغْدَادِيُّ: فَمَا اِنْ تَمَّمْتُهَا فَجَائَنِي الْغَنِيُّ فِي تَمَامِ شَهْرِيْ
Artinya, “Abu Muhammad al-Baghdadi berkata: maka ketika aku menyempurnakan (membacanya), datanglah kepadaku kekayaan setelah sempurnanya satu bulanku.” (Syekh Ahmad al-Mazidi, Majmu’ah ar-Rasail fi Itsbati Karamatil Auliya, [Beirut: Darul Kutub Ilmiah, tt], halaman 244).
Lebih lanjut, Syekh Ahmad al-Mazidi juga menjelaskan bahwa amalan shalawat di atas juga dialami oleh Imam al-Qasthalani, ia mengatakan bahwa mimpi yang sama juga datang kepadanya, kemudian setelah al-Qasthalani mengamalkan shalawat tersebut dengan istiqamah, ia tumbuh menjadi orang yang kaya, semua kebutuhan hidupnya terpenuhi.
Itulah shalawat dari Rasulullah yang memiliki faedah dan keutamaan luar biasa, yaitu bisa umat Islam terhindar dari kafakiran dan kemelaratan. Sebagaimana dialami oleh Abu Muhammad al-Baghdadi dan al-Qasthalani, dengan wasilah membaca shalawat yang telah diajarkan Nabi Muhammad tersebut, keduanya bisa keluar dari kesulitan dalam hal materi. Wallahu a’lam.
Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.