Bahtsul Masail

Apakah Perempuan Jelang Persalinan Tetap Wajib Shalat?

Sab, 1 Januari 2022 | 06:30 WIB

Apakah Perempuan Jelang Persalinan Tetap Wajib Shalat?

Para peserta Muktamar menanggapi status air atau flek yang keluar beberapa hari sebelum bersalin.  Mereka membahas status air tersebut dan konsekuensinya dengan ibadah shalat.

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Redaksi NU Online, dua atau tiga hari sebelum persalinan perempuan hamil mengeluarkan cairan. Apakah itu dapat disebut sebagai cairan nifas sehingga tidak ada kewajiban shalat dan puasa baginya? Mohon penjelasannya. Terima kasih. (Shafiyah/Tangerang).


Jawaban

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.  Masalah ini sempat ditanyakan di kalangan ibu-ibu karena pengalaman mereka berkaitan dengan ini. Mereka menanyakan status air ini dan konsekuensinya pada shalat dan ibadah lainnya seperti puasa.


Forum Muktamar Ke-5 NU di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 1930 M pernah membahas masalah ini. Para peserta Muktamar menanggapi status air atau flek yang keluar beberapa hari sebelum bersalin.  Mereka membahas status air tersebut dan konsekuensinya dengan ibadah shalat.


Peserta Muktamar Ke-5 NU memutuskan, apabila air yang keluar itu jernih maka hukumnya seperti air sakit kencing dalam hal kenajisannya dan tetap wajib shalat dan lain-lain, baik bersambung dengan haid sebelumnya atau terpisah.


Apabila yang keluar itu berupa darah atau air kuning, maka bila terpisah dari haid sebelumnya, maka hukumnya adalah haid dengan menetapi syarat-syaratnya, menurut putusan Muktamar Ke-5 NU.


الدَّمُ الْخَارِجُ مِنَ الْحَامِلِ بِسَبَبِ الْوِلاَدَةِ قَبْلَ انْفِصَالِ جَمِيْعِ الْوَلَدِ وَإِنْ تَعَدَّدَ عَنِ الرَّحْمِ يُسَمَّى طَلْقًا وَحُكْمُهُ كَدَمِ اْلاِسْتِحَاضَةِ فَيَلْزَمُهَا فِيْهِ التَّعْصِيْبُ وَالطَّهَارَةُ وَالصَّلاَةُ وَلاَ يَحْرُمُ عَلَيْهَا مَا يَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ حَتَّى الْوَطْءِ أَمَّا مَا يَخْرُجُ لاَ بِسَبَبِ الْوِلاَدَةِ فَحَيْضٌ بِشَرْطِهِ نَعَمْ لَوْ ابْتَدَأَ بِهَا الْحَيْضُ ثُمَّ ابْتَدَأَتْ الْوِلاَدَةُ انْسَحَبَ عَلَى الْطَلْقِ حُكْمُ الْحَيْضِ أَيْ سَوَاءٌ مَضَى لَهَا يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ قَبْلَ الْطَلْقِ أَمْ لاَ عَلَى خِلاَفٍ فِيْ ذَلِكَ 


Artinya, “Darah yang keluar dari wanita hamil disebabkan persalinan sebelum lahirnya anak secara keseluruhan, walaupun keluar berulang-ulang dari rahim, maka dinamakan darah thalq (persalian) dan hukumnya sama dengan darah istihadhah. Ia harus menyumbat darah tersebut, bersuci, dan tetap shalat, serta baginya tidak diharamkan segala yang diharamkan bagi wanita yang haid, termasuk persetubuhan. Adapun darah yang keluar bukan sebab persalinan, maka hukumnya adalah darah haid sesuai dengan persyaratannya. Memang begitu, namun jika pertama ia haid, kemudian baru bersalin, maka hukum haid diberlakukan pada persalinan, maksudnya walaupun ia sudah melewati sehari semalam sebelum persalinan atau tidak, sesuai khilafiyah dalam masalah tersebut,” (Syekh Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Mesir: Musthafa al-Halabi, 1371 H/1952 M], halaman 32).

 


Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)