Bahtsul Masail

Hukum Mitraguna Berkah Bank Syariah Indonesia

Jum, 16 Desember 2022 | 08:00 WIB

Hukum Mitraguna Berkah Bank Syariah Indonesia

Pembiayaan Mitraguna Berkah Bank Syariah Indonesia

Assalamu'alaikum wr wb. Saya ingin bertanya kepada Redaktur NU Online, saya ingin mengajukan pembiayaan kepada salah satu bank syariah, yaitu layanan Mitraguna Berkah untuk biaya menikah dan pendidikan adik saya. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana hukum dari pembiayaan Mitraguna berkah tersebut, dan apakah itu termasuk riba? Karena saya juga bingung terkait dengan akad musyarakah mutanaqishah dan skema bai’ itu seperti apa. Terima kasih. Wassalamu'alaikum wr wb. (Frendi Kurniandi)
 

Jawaban

Wa'alaikumussalam wr wb. Penanya yang budiman. Semoga rahmat Allah swt senantiasa terlimpah kepada kita semua. Amin.
 

Saudara penanya, pembiayaan Multiguna Berkah memang merupakan salah satu produk pembiayaan multijasa syariah (islamic financing) yang dikeluarkan oleh PT Bank Syariah Indonesia (BSI). Skema yang digunakan untuk mengucurkan pembiayaan ini adalah skema MMQ (Musyarakah Mutanaqishah) dengan introduksi akad bai’ (jual beli) di dalamnya.
 

Bagaimana skema MMQ itu diterapkan?
 

MMQ pada dasarnya merupakan syirkah kepemilikan antara bank dan nasabahnya yang mengajukan kredit atas suatu pembiayaan pengadaan barang atau jasa.
 

Misalnya, di dalam pertanyaan saudara, anda menyinggung soal pengajuan kredit untuk biaya menikah. Untuk pembiayaan ini, maka melalui skema MMQ pihak perbankan syariah akan mengadakan kemitraan dengan saudara dalam hal pengadaan barang yang anda butuhkan dan sekaligus perjanjian sewanya.
 

“Barang atau jasa” yang anda beli atau pesan dengan uang kredit yang dikucurkan oleh bank syariah, awalnya akan menjadi miliik perbankan secara 100%. Di dalam MMQ, anda diberi kewenangan untuk mengakuisisi kepemilikan barang tersebut secara mencicil, dan selama barang itu belum menjadi milik anda  100%, maka anda berkewajiban menyewanya kepada bank. Besaran upah sewa akan semakin menurun seiring bertambahnya hak kepemilikan anda terhadap barang.
 

Nisbah kepemilikan anda terhadap barang atau jasa akan semakin bertambah seiring bertambahnya cicilan anda terhadap “pokok kredit” itu. Akad tebus kepemilikan itu adalah akad bai’ (jual beli) atau lebih tepatnya adalah akad syuf’ah (akuisisi). 
 

Keuntungan yang diperoleh oleh perbankan syariah diperoleh dari penyewaan barang itu kepada anda dengan harga sewa yang disepakati di awal akad. 
 

Misalnya, apabila barang itu masih 100% menjadi milik bank, maka upah sewanya 100% dimiliki bank. Apabila nisbah kepemilikan bank terhadap barang menjadi 75%, maka 75% upah sewanya adalah milik bank dan 25%-nya adalah milik anda. Apabila kepemilikan bank tinggal 10%, maka 10% upah sewa adalah milik bank. Demikian halnya apabila barang itu sudah 100% menjadi milik anda, maka bank tidak menerima upah sewa lagi.
 

Skema akad ini merupakan akad yang legal seiring legalnya dua pihak untuk memiliki secara bersama-sama atas satu obyek barang.
 

فَشَرِكَةُ المِلْكِ أنْ يَشْتَرِكَ رَجُلانِ فِي مِلْكِ مالٍ
 

Artinya, “Syirkah kepemilikan adalah kepemilikan bersama antara dua orang atas suatu obyek harta.” (Al-Sarakhsyi, al-Mabsuth lis Sarakhsi, [Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1414 H], juz XI, halaman 151). 
 

Demikian halnya, upah sewa tersebut adalah legal, seiring legalnya menyewakan hak kepemilikan sendiri kepada pihak lain.
 

وللمستأجر أن يؤجر العين المستأجرة إذا قبضها لان الاجارة كالبيع وبيع المبيع يجوز بعد القبض فكذلك إجارة المستأجر، ويجوز من المؤجر وغيره كما يجوز بيع المبيع من البائع وغيره
 

Artinya, “Pihak yang menyewakan barang bisa menyewakan barang apabila barang itu telah dikuasainya. Sebab, ijarah merupakan bagian dari akad jual beli. Jual beli barang hanya boleh apabila setelah terjadi qabdhu terhadap barang tersebut. Hal yang sama berlaku atas akad ijarah, maka boleh bagi pihak yang menyewakan untuk menyewakan barangnya kepada penyewa atau yang selainnya sebagaimana bolehnya jual beli barang dari pedagang atau selainnya, (selaku pemilik barang).” (Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarhul Muhadzab, [Damaskus, Darul Fikr], juz XV, halaman 58).
 

Demikian jawaban singkat ini, semoga dapat menjawab pertanyaan saudara penanya.

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jatim