Hikmah

Kisah Bu RT yang Tak Tertarik Dana Kas dari Bank Sampah 

Ahad, 27 September 2020 | 08:00 WIB

Kisah Bu RT yang Tak Tertarik Dana Kas dari Bank Sampah 

Program pilah sampah dapat memudahkan pengelolaan sampah, bahkan bisa bernilai ekonomi.

Ibu Lastri sehari-hari dipanggil “Bu RT” oleh orang-orang se-RT. Bukan karena ia istri Pak RT, tetapi ia sendiri memang menjabat sebagai ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya. Jadi ia bukanlah perempuan yang "suwarga nunut, neraka katut", yakni seorang perempuan yang ikut-ikutan atau terbawa oleh suami sehingga dalam banyak hal hanya bergantung padanya, baik dalam hal kebaikan maupun keburukan. Bukan. Ibu Lastri bukan tipe itu. 


Selaku ketua RT, Ibu Lastri kadang mengaku sebagai Bu RT yang tidak jelas lantaran ia tidak selalu mengikuti secara persis apa yang menjadi program Kelurahan. Misalnya, program pilah sampah dikaitkan dengan tujuan pengumpulan dana kas RT di mana para warga diimbau untuk memilah-milah sampah sesuai jenisnya. Sampah yang telah dipilah supaya dikumpulkan di tempat masing-masing atau disetor kepada pihak yang telah ditunjuk. Pengakuan itu ia tulis dalam akun Facebooknya beberapa waktu yang lalu.


Program Kelurahan Pilah Sampah di berbagai daerah umumnya merupakan kerja sama antara DLHKP (Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Tanaman) Kota/Kabupaten dengan Kelurahan-kelurahan di wilayah masing-masing yang disosialisasikan lewat RT/RW. Sosialisasi bertujuan agar masyarakat mengetahui manfaat sampah dan memiliki kepedulian mengelolanya dengan memilah-milah sesuai dengan jenis masing-masing apakah sampah organik, anorganik, atau B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). 


Dalam sosialisasi kepada para warga terutama kepada ibu-ibu PKK dijelaskan tentang manfaat sampah secara ekonomi di samping manfaat-manfaat lain tentunya. Secara ekonomi banyak sampah yang berupa barang-barang bekas atau rongsokan seperti plastik, kertas atau dus, besi, kaca dan sebagainya dapat didaur ulang menjadi barang-barang jadi yang dapat digunakan kembali. Ada banyak industri atau pabrik yang bergerak di bidang ini. Mereka mendapatkan bahannya dari para pengepul. 


Warga mendapat arahan agar sampah-sampah dari jenis itu dipilah untuk kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam jumlah besar sehingga volumenya tinggi. Dari volume itu akan diketahui berapa harganya ketika dijual kepada pengepul. Uang hasil penjualan menjadi dana kas yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menunjang program ibu-ibu PKK. Sedangkan sampah organik dapat diproses menjadi kompos dan selajutnya dapat digunakan menyuburkan tanaman. Sampah jenis B3 harus dibuang hingga sampai ke TPA. 


Di RT sebelah, tidak jarang dana kas yang terkumpul dari penjualan barang-barang bekas atau rongsokan digunakan ibu-ibu PKK untuk piknik bersama di tempat-tempat wisata yang menarik. Tetapi Ibu Lastri sebagai ketua RT sekaligus ketua Ibu-ibu PKK tidak ingin meniru RT sebelah. Ia memiliki pandangannya sendiri tentang sampah-sampah warganya. 


Pada dasarnya ia setuju dengan Program Kelurahan Pilah Sampah dan mau menjalankannya bersama warganya. Ia selalu mengingatkan agar sampah dipilah-pilah sesuai dengan jenisnya dan dimasukkan ke dalam plastik sebelum dimasukkan ke dalam bak sampah. Dari situ petugas pengangkut sampah membawanya paling akhir ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 


Jadi Ibu Lastri tidak meminta warganya untuk menyetorkan sampah-sampah anorganik ke rumahnya atau ke bank sampah kelurahan. Ia membebaskannya. Ia tidak tertarik menghimpun dana kas dari pengumpulan dan penjualan sampah-sampah anorganik. Ia memandang para warganya cukup mampu ditarik iuran untuk kas RT maupun kas PKK. Ia lebih senang sampah-sampah anorganik yang menjadi andalan sumber penghidupan para pemulung diambil oleh mereka, lalu dijualnya sendiri ke pengepul. Biarlah uang itu untuk mereka. 


“Saya mikirnya begini, saya itu belum mampu memberikan pekerjaan atau bersedekah dengan sesuatu yang berarti kepada orang-orang lemah secara ekonomi khususnya kepada para pemulung. Kalau sumber rezekinya saya matikan bersama warga se-RT, lalu hasilnya kita pakai ramai-ramai untuk piknik bersama ibu-ibu PKK seperti di RT sebelah, saya kok merasa malu dan bersalah pada diri saya sendiri. Kalau seperti ini kan namanya penetasan kemiskinan terhadap mereka dan bukannya pengentasan karena mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali sampah B3 yang berbahaya itu,” tulis Ibu Lastri dalam akun Facebooknya. 


Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.