Bahtsul Masail

Tanpa Izin Suami, Bolehkan Istri Memberi Uang pada Orang Tuanya?

Ahad, 26 November 2023 | 07:30 WIB

Tanpa Izin Suami, Bolehkan Istri Memberi Uang pada Orang Tuanya?

Uang. (Foto: NU Online/Freepik)

Assalamualaikum

Redaksi NU Online yang terhormat, saya dengan saudari Aisyah dari Jakarta Selatan. Saya ingin bertanya pada tim redaksi, tentang bagaimana hukum istri memberikan uang pada orang tuanya, tanpa sepengetahuan suami?  Demikian pertanyaan saya, terima kasih . [Aisyah, Jakarta Selatan] Wasalamualaikum warahmatullah wabarakatuh   


Jawaban

Saudari penanya yang budiman, sebelum kita membahas terkait persoalan yang saudari tanyakan, terlebih dahulu kita bahas tentang anjuran berbakti pada orang tua dalam Islam. Orang tua adalah orang yang paling berjasa dalam kehidupan seorang anak. Mereka yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak hingga tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu, anak memiliki kewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tuanya.


Kewajiban tersebut merupakan bentuk rasa syukur dan balas budi atas jasa-jasa orang tua yang telah membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Salah satu kewajiban anak yang paling utama adalah memperlakukan kedua orang tuanya secara baik. Bakti anak kepada orang tua merupakan salah satu ajaran agama yang diajarkan oleh Islam. 


Dalam agama Islam, bakti kepada orang tua disebut sebagai birrul walidain. Birrul walidain merupakan salah satu amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Isra' ayat 23;


۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا


Artinya; "Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."


Dalam Kitab Tafsir Al-Wajiz, halaman 531 karya Al-Wahidi, menyebutkan bahwa ayat tersebut menerangkan tentang anjuran untuk berbakti kepada orang tua. Pasalnya, orang tua adalah orang yang telah berjasa besar dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Pun orang tua telah bersusah payah untuk melahirkan, menyusui, mengasuh, dan mendidik kita hingga tumbuh dewasa. Oleh karena itu, kita wajib berbakti kepada mereka sebagai bentuk balas budi atas jasa-jasa mereka.


وأمرَ إحساناً بالوالدين


Artinya; "Anjuran untuk berbuat baik kepada orang tua."


Adapun terkait pertanyaan saudari terkait bagaimana hukum memberikan uang ataupun benda lain kepada orang tua tanpa sepengetahuan suami? Dalam hal ini ada beberapa masalah. Pertama, jika uang tersebut sudah menjadi hak istri, sebagai nafkah, maka diperbolehkan hukumnya memberikan uang pada orang tuanya tanpa sepengetahuan suami. 


Dalam sebuah bahtera rumah tangga, istri memiliki hak atas harta pribadinya sendiri, yang terpisah dari harta suami. Harta pribadi ini mencakup penghasilan pribadi istri atau hadiah yang diterima secara pribadi. Misalnya, istrinya seorang pekerja atau karyawan yang dapat menghasilkan uang, maka istri memiliki kebebasan penuh untuk mengelola dan menggunakan harta pribadinya tanpa memerlukan persetujuan suami.


Dalam konteks memberikan uang kepada orang tua secara diam-diam, jika uang tersebut berasal dari harta pribadi istri, maka hal tersebut diperbolehkan. Istri memiliki hak untuk memberikan hartanya kepada siapapun yang dia inginkan, termasuk orang tuanya. Ini adalah bentuk tanggung jawab dan rasa hormat kepada orang tua yang telah membesarkannya.


Bahkan, jika kelebihan dari nafkah yang diberikan suami secara khusus kepada istri, maka istri juga diperbolehkan untuk memberikannya kepada orang tuanya. Hal ini karena nafkah yang diberikan suami kepada istri merupakan bagian dari hak istri, sehingga istri memiliki kebebasan untuk menggunakannya sesuai kehendaknya.


Hal ini sebagaimana dalam kitab al-Umm, juz VII, halaman 121 bahwa seorang suami berkewajiban memberikan nafkah bagi istrinya, dan harta itu menjadi hak istrinya. Imam Syafi'i berkata: 


قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى : لَمَّا دَلَّ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ عَلَى أَنَّ حَقَّ الْمَرْأَةِ عَلَى الزَّوْجِ أَنْ يَعُولَهَا احْتَمَلَ أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ أَنْ يَسْتَمْتِعَ بِهَا وَيَمْنَعَهَا حَقَّهَا وَلَا يُخَلِّيَهَا تَتَزَوَّجُ مَنْ يُغْنِيهَا وَأَنْ تُخَيَّرَ بَيْنَ مُقَامِهَا مَعَهُ وَفِرَاقِهِ 


Artinya;  "Imam Syafi'i rahimahullah berkata, "Oleh karena Al-Qur'an dan As-Sunnah telah menunjukkan bahwa hak istri atas suami adalah suami wajib menafkahinya, maka dimungkinkan bahwa suami tidak boleh menikmati istri, menghalanginya dari haknya, dan tidak melepaskannya untuk menikahi orang yang akan menafkahinya. Istri berhak memilih antara tinggal bersama suami atau berpisah."


Pada sisi lain, dalam kitab Nailul Authar, Jilid VI, halaman 21, karya Imam Syaukani dijelaskan bahwa wanita memiliki hak untuk mengeluarkan harta dari suaminya, baik itu untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga, maupun orang lain. Hal ini dibolehkan selama harta tersebut tidak rusak dan tidak mengurangi kebutuhan pokok untuk suami dan anak-anaknya.


باب ما جاء في مصرف المرأة في مالها ومال زوجها;

( عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : { إذا أنفقت [ ص: 21 ] المرأة من طعام زوجها غير مفسدة كان لها أجرها بما أنفقت ، ولزوجها أجره بما كسب ، وللخازن مثل ذلك لا ينقص بعضهم من أجر بعض شيئا } رواه الجماعة


Bab Tentang Pengeluaran Perempuan dari Hartanya dan Harta Suaminya;

[Dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah bersabda, "Jika seorang wanita membelanjakan makanan suaminya tanpa merusaknya, maka ia akan mendapatkan pahala atas apa yang ia belanjakan, dan suaminya akan mendapatkan pahala atas apa yang ia peroleh, dan penjaga harta juga akan mendapatkan pahala seperti itu. Mereka tidak akan mengurangi pahala satu sama lain sedikit pun," (HR. Al-Jama'ah).” 


Kedua, bagaimana jika uang yang diberikan tersebut bukan untuk nafkah istri, tetapi uang suami? Misalnya, istri mengambil uang dari dompet atau ATM suaminya, untuk diberikan kepada ibunya? Apakah tetap diperbolehkan syariat?


Dalam persoalan kedua ini, KH. M. Sjafi'i Hadzami dalam buku 100 Masalah Agama, Jilid V, halaman 213 menyebutkan istri tidak boleh membelanjakan atau mengeluarkan uang dari suami tanpa seizinnya. Jadi hukum memberikan uang suami pada orang tua, tanpa sepengetahuannya adalah haram hukumnya. 


Penjelasan ini ada dalam kitab Syarh al-Uqudillujain fi Bayani Huquq al-Zaujain, halaman 8 yang menyatakan;


فلا تتصرف اي تنفق (في شيء من ماله الا بإذنه) اي الزوج (بل قال جماعة من العلماء إنها لا تتصرف ايضا في مالها الا بإذنه) 


Artinya; "Istri tidak boleh membelanjakan (sesuatu dari harta suami kecuali dengan izinnya) (yakni suami). Bahkan, sebagian ulama mengatakan bahwa istri juga tidak boleh membelanjakan hartanya sendiri kecuali dengan izin suami."


Sementara itu dalam hadits lain, disebutkan bahwa seorang istri tidak boleh memberikan pemberian berupa hadiah atau lainnya kecuali dengan izin suaminya. Pasalnya, suami memiliki hak untuk mengelola harta tersebut, termasuk memberikan izin kepada istrinya untuk memberikan hadiah pada orang lain.


عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده رضي الله عنهم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا يجوز لامرأة عطية إلا بإذن زوجها، وفي لفظ: لا يجوز للمرأة أمرٌ في مالها إذا ملك زوجها عصمتها،


Artinya; "Dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya radhiyallahu 'anhum bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh bagi seorang wanita untuk memberikan pemberian kecuali dengan izin suaminya, dan dalam lafaz lain: "Tidak boleh bagi seorang wanita untuk melakukan tindakan apa pun terhadap hartanya jika suaminya telah menguasainya," [HR. Imam Ahmad].


Jadi, saudari penanya yang budiman, terkait pertanyaan saudari, hukum memberikan uang kepada orang tua tergantung pada asal usul uang tersebut. Jika uang tersebut merupakan milik pribadi, baik diperoleh dari hasil bekerja, pemberian suami, atau warisan, maka hukumnya diperbolehkan untuk diberikan kepada orang tua. Hal ini karena orang tua memiliki hak untuk menerima nafkah dari anak-anaknya.


Namun, jika uang tersebut merupakan harta dari suami yang dititipkan untuk dikelola, maka hukumnya haram untuk diberikan kepada orang tua tanpa izin suami. Hal ini karena harta suami merupakan hak suami sepenuhnya, dan istri hanya memiliki hak untuk mengelolanya. Dalam persoalan nafkah, mertua tidak masuk dalam susunan orang wajib dinafkahi suami.


Oleh karena itu, jika saudari ingin memberikan uang kepada orang tua, sebaiknya saudari tanyakan terlebih dahulu kepada suami. Jika suami mengizinkan, maka saudari boleh memberikan uang tersebut kepada orang tua. Namun, jika suami tidak mengizinkan, maka saudari sebaiknya menghormati keputusan suami.