Daerah

KH Abbas Ma’ruf, Kiai Pekerja Keras dari Cisempur

Sen, 9 Juli 2018 | 10:00 WIB

KH Abbas Ma’ruf, Kiai Pekerja Keras dari Cisempur

Kiai Abbas Ma'ruf memperbaiki kran air yang macet

Bogor, NU Online
Pondok Pesantren Riyadul Aliyah Cisempur Bogor, Ahad (8/7) tampak berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Pesantren yang didirikan oleh Almarhum Mama KH Mukhtar Royani terlihat begitu ramai.

Parkiran mobil yang tersedia seakan tidak dapat menampung lagi kendaraan roda empat dan dua yang akan datang ke sana. Hilir mudik santri dan wali murid memenuhi ruangan di beberapa gedung yang sengaja disulap menjadi tempat para tamu.

Di sudut lainnya, terlihat lalu lalang para santri yang mengenakan pakaian khas mereka. Mereka mengenakan sarung, berbaju koko dan berpeci hitam. Mereka sibuk keluar masuk di kediaman KH Abbas Ma’ruf.

Para santri itu ada yang membawa piring, beberapa kardus air mineral, mangkok berisi sayur, senampan lalapan, buah-buahan, termos, kumpulan kopi, dan sajian makanan lainnya. Semua sajian itu dibawa menuju ke sebuah gedung yang berjarak 150 meter dari rumah sang kiai.

"Airnya cukup, kardusnya simpan di mobil saja," kata Kiai Abbas kepada salah satu santri yang tengah sibuk membawa sekardus air mineral. Kiai Abbas merupakan seorang kiai kelahiran Cijurei, Sukabumi, Jawa barat. Keaktifannya di NU antara lain sebagai katib syuriyah PCNU Kabupaten Bogor.

(Baca: Tiga Rahasia Sukses Menurut Kiai Haris Shodaqoh)
Hari itu, bukan cuma santrinya saja yang ikut sibuk, Kiai Abbas pun terlihat sama sibuknya dengan para santri. Selain menerima wali santri juga mendapat amanah untuk menyukseskan halal bi halal dan silaturahim pengurus Lembaga Takmir Masjid (LTM) PCNU Kabupaten Bogor.

Di tengah kesibukan, kiai yang bersahaja itu selalu tersenyum dan menegur para tamu yang datang silih berganti. Setiap ada peserta halal bi halal yang datang, dia langsung mengarahkannya ke gedung dua lantai dekat tower, lokasi acara berlangsung.

Matahari mulai tergelincir. Lantunan adzan zuhur mendayu-dayu dari pengeras suara di menara masjid pesantren.

"Kang, halal bi halal kita mulai selepas shalat dan makan siang," kata Kiai Abbas kepada saya yang kebetulan sejak pagi menemaninya.

Sebagian tamu yang telah memasuki ruang pertemuan mulai keluar satu persatu bersama ratusan wali santri dan santri pesantren. Mereka berduyun-duyun menuju ke tempat wudhu dekat masjid pesantren.

"Airnya kok mati ya?" ucap salah satu tamu.

"Iya, kok nggak ngalir? Apa torennya kosong?" sahut tamu lainnya yang ingin mengambil air wudhu.

(Baca: Gus Sholah Kepergok Pungut Sampah di Halaman Pesantren)

Kiai Abbas yang sedang bergegas ke masjid, rupanya mendengar suara kepanikan para tamu itu. Tanpa ragu-ragu, saat itu ia langsung naik ke tempat toren air berada. Begitu sampai di dekat toren, Kiai Abbas menundukkan badannya. Tangannya segera sibuk memperbaiki pipa yang menyalurkan air dari dalam toren ke kran tempat wudlu. Seketika air pun muncrat berhamburan. Pemandangan yang jarang terjadi itu disaksikan para tamu dan santri. 

Tampak pakaian dan sebagian badan Kiai Abbas basah. Para tamu dan santri terlihat bingung dan penasaran. Mungkin mereka bertanya, kenapa Kiai Abbas tidak menyuruh santri untuk membetulkan pipa yang rusak? Jumlah santrinya tak kurang dari seribu orang. Mereka pasti bangga dan patuh jika diperintah olehnya.

Namun, pengalaman saya dan beberapa cerita dari beberapa orang, kiai sederhana dan pekerja keras itu tidak suka menyulitkan orang lain, walaupun santrinya sendiri.

Melihat pemandangan hari itu, saya cepat teringat, inilah suri tauladan ulama NU yang selalu mengikuti Rasululullah Saw, keluarga, dan para sahabatnya. Ulama-ulama NU yang tidak memutuskan diri dari membaca shalawat dan meneladani sepak terjang Rasulullah. Saya meyakini, Kiai Abbas tahu bagaimana Rasululllah Saw dan para sahabat, selain pandai berdakwah juga pandai beramal dan bekerja menyelesaikan kewajibannya tanpa menyulitkan orang lain.

Siang itu, berkat usaha Kiai Abbas, air kran kembali mengalir dan para tamu dan jamaah masjid, bisa mengambil air wudhu.

Setelah berwudlu, Kiai Abbas sendiri bergegas menuju masjid. Iqamah dilantunkan, Kiai Abbas mengimami shalat dzuhur. (Abdul Hadi Hasan/Kendi Setiawan)