Doa

Yang Dibaca Nabi ketika Mendengar Adzan

Kam, 2 Januari 2020 | 05:00 WIB

Yang Dibaca Nabi ketika Mendengar Adzan

Pembiasaan membaca doa ketika azan berkumandang bisa menjadi pembuka bagi pembiasan makna azan di hati kita. (Ilustrasi: NU Online)

Sebarapa pernah kita menghitung-hitung dan bertanya-tanya, “Berapa kali adzan terdengar di telinga kita?” dan, “Berapa kali adzan sekadar melintas di sekitar kita?” Sebab, bisa jadi adzan lebih sering melintas tanpa terkenali dan tersadari oleh kita. Ketika adzan berkumandang, kebanyakan dari kita lalai menyambutnya, apalagi merasakan keindahannya.

 

Hal ini menjadi penting karena doa dapat memulihkan kesadaran kita akan adzan, dan melatih kita untuk merasakan keindahannya. Tentu, kita pun akan mendapatkan pahala yang melimpah dari Allah subhanahu wata’ala. Karena itu, terdapat banyak ragam redaksi doa dan bacaan yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk umatnya ketika mendengar adzan.

 

Dalam Kitâb al-Du’â, Imam Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Thabrâniy (w. 360 H) mengumpulkan banyak doa atau bacaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mendengar azan, lebih dari tiga puluh riwayat. Di sini hanya akan dicantumkan beberapa riwayat saja, sesuai dengan karakteristik teks dan kualitas sanadnya. Berikut beberapa doa dan bacaan yang dikumpulkan oleh Imam al-Thabraniy:

 

 

Pertama, bacaan yang berisi penegasan tauhid, kesuka-relaan menyembah Allah sebagai Tuhan, pengakuan Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai nabi. Orang yang membacanya akan diampuni dosanya. Rasulullah bersabda (hadits shahih riwayat Imam al-Hakim, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Abi Syaibah):

 

مَنْ قَال حين يَسْمَع الأذان: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وحده لَا شَرِيْكَ لَه، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، غفر له

 

“Barangsiapa yang berucap ketika mendengar adzan: ‘Asyhadu allâ ilaha illallâh wahdahu lâ syarîka lah, radlîtu billâhi rabba wa bil-islâmi dîna wa bi-muhammadin nabiyya’ (Aku bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku ridha dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai nabi), maka diampuni (dosanya).” (Imam Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Thabrâniy, Kitâb al-Du’â, Kairo: Dar al-Hadits, 2007, h. 160)

 

Kedua, doa yang berisi permohonan kepada Allah agar mengaruniai Nabi Muhammad keutamaan dan tempat yang terpuji sebagaimana yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang membacanya akan mendapatkan syafaat Rasulullah di hari kiamat kelak. Rasulullah bersabda (hadits shahih riwayat Imam al-Bukhari, Imam Ibnu Hibban, Imam Abu Dawud, Imam al-Tirmidzi, Imam al-Nasai, Imam Ibnu Majah, Imam al-Baihaqi, dan Imam Ahmad bin Hanbal):

 

من قال حين يسمع النداء: اللَّهُمَّ رَبِّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُوْدَ الَّذِي وَعَدْتَهُ، حلت له الشّفاعة يوم القيامة

 

“Barangsiapa yang yang berucap ketika mendengar panggilan (adzan): “Allahumma rabbi hadzihid da’watit tammah washshalâtil qâ’imah âti muhammadan al-wasîlata wal fadlîlata wab’atshul maqâmal mahmûdal ladzî wa’adtah” (Ya Allah, Tuhan [pemilik] panggilan sempurna dan [pemilik] shalat yang didirikan ini, anugerahilah Muhammad wasilah (tempat yang luhur) dan fadhilah (keutamaan), bangkitkanlah dia pada kedudukan yang terpuji [sebagaimana] yang telah Engkau janjikan), maka ia (orang yang membacanya) akan mendapatkan syafaat di hari kiamat.” (Imam Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Thabrâniy, Kitâb al-Du’â, 2007, h. 161)

 

 

Ketiga, doa yang dibaca khusus ketika adzan maghrib. Berisi menyambut kehadiran malam dan berlalunya siang dengan memohon ampunan Allah. Berikut riwayatnya (hadits hasan riwayat Imam al-Hakim, Imam Abu Dawud dan Imam Baihaqi):

 

عن أم سلمة قالت: علمني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقول عند أذان المغرب: اَللَّهُمَّ هَذَا إِقْبَالُ لَيْلِكَ وَإِدْبَارُ نَهَارِكَ وَأَصْوَاتُ دُعَاتِكَ فَاغْفِرْ لِي

 

“Dari Ummu Salamah, ia berkata: Rasulullah mengajariku agar aku menucapkan (doa ini) ketika adzan maghrib: “Allahumma hadzâ iqbâlu lailika wa idbâru nahârika wa ashwâtu du’âtika faghfir lî” (Ya Allah, ini adalah [saat di mana] malam-Mu datang, siang-Mu berlalu, dan lantunan doa kepada-Mu [dipanjatkan], maka ampunilah aku).” (Imam Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Thabrâniy, Kitâb al-Du’â, 2007, h. 162)

 

Keempat, amalan berupa menyerupai ucapan muadzin (orang yang adzan) dari awal hingga akhir. Berikut riwayatnya (hadits hasan riwayat Imam Ibnu Khuzaimah, Imam al-Hakim, Imam al-Nasai, Imam Ahmad, dan Imam Abu Ya’la):

 

عن أبي بشر قال: سمعت أبا المليح يحدث عن عبد الله بن عتبة، عن أم حبيبة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا سمع المؤذن قال كما يقول حتى يسكت

 

“Dari Abu Basyr, ia berkata: Aku mendengar Abu al-Malih bercerita dari Abdullah bin ‘Utbah, dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mendengar muadzin (mengumandangkan adzan), Nabi berucap sebagaimana ucapan muadzin hingga ia diam (berhenti).” (Imam Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Thabrâniy, Kitâb al-Du’â, 2007, h. 163)

 

Dan kelima, amalan yang dilakukan hampir sama dengan riwayat keempat di atas. Perbedaannya terletak pada bacaan, “lâ haula wa lâ quwwata illâ billahi” (tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah) ketika muazin sampai pada, “hayya ‘alash shalâh, hayya ‘alal falâh.” Riwayatnya adalah (hadits hasan riwayat Imam Ahmad bin Hanbal):

 

عن أبي رافع رضي الله عنه، أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أذن المؤذن قال كما يقول، فإذا قال: حي على الصلاة حي على الفلاح، قال: لا حول ولا قوة إلا بالله

 

“Dari Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mendengar muadzin mengumandangkan adzan beliau berucap seperti yang diucapkan muadzin. Ketika muadzin berucap: “Hayya ‘alash shalâh, hayya ‘alal falâh,” Nabi mengucapkan: “Lâ haula wa lâ quwwata illâ billahi” (tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah).” (Imam Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Thabrâniy, Kitâb al-Du’â, 2007, h. 164)

 

Semoga dengan membiasakan diri mengamalkan doa atau bacaan yang diajarkan Rasulullah, kita bisa meraih kemawasan diri yang lebih dari sebelumnya. Sebab, di dalam adzan mengandung makna yang luar biasa dalam di setiap kalimatnya. Diawali dengan takbir mengangungkan Allah, yang berarti sesibuk apa pun kita, seberharga apa pun pekerjaan yang sedang kita lakukan, tidak akan terjadi tanpa izin-Nya dan tidak berarti apa-apa tanpa ridha-Nya. Takbir juga menegaskan bahwa tidak ada apa pun di dunia ini yang dapat dibandingkan dengan keagungan Allah. Kemudian diakhiri dengan tahlil (tiada tuhan kecuali Allah), sebuah penegasan untuk menjaga ingatan iman kita, agar kita selalu diingatkan kepada Allah sebagai Tuhan seluruh alam semesta.

 

Dalam hal ini, pembiasaan membaca doa ketika adzan berkumandang bisa menjadi pembuka bagi pembiasan makna adzan di hati kita. Jika itu sudah terjadi, kapan pun waktunya dan dimana pun kita berada, ketika adzan berkumandang, kita akan tinggalkan dan tanggalkan apa pun yang melekat di diri kita, untuk menyambut panggilan Tuhan, bersujud merendah kepada-Nya, dan mensyukuri segala karunia-Nya, sehingga adzan tidak hanya menjadi suara yang melintasi telinga kita dan memenuhi ruang udara kita, tapi juga suara yang mengetuk sanubari kita. Wallahu a’lam bish shawwab..

 

 

Muhammad Afiq Zahara, alumni PP. Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.