Hikmah

Mbah Wahab dan Mbah Bisri Tentang Kurban 1 Sapi

Sel, 15 Oktober 2013 | 00:00 WIB

Mbah Wahab dan Mbah Bisri Tentang Kurban 1 Sapi

KH Bisri Syansuri (kiri) dan KH Abdul Wahab Chasbullah. (Dok. NU Online)

Cerita ini mengisahkan tentang perbedaan jawaban antara dua tokoh pendiri NU asal Jombang, yakni KH Bisri Syansuri dan KH Abdul Wahab Chasbullah ketika ditanya seseorang tentang bolehkah berkurban 1 sapi tapi untuk 8 orang.

Mbah Bisri dan Mbah Wahab adalah teman seperjuangan sewaktu belajar di Makkah. Selain itu, Mbah Bisri adalah adik ipar Mbah Wahab sendiri.

Sudah bukan rahasia lagi, meski akrab, keduanya sering berbeda pendapat dalam menentukan suatu perkara. Bahkan keduanya pernah menggebrak meja dalam sebuah forum musyawarah karena perbedaan tersebut. Tapi selesai musyawarah, mereka kembali rukun selayak kakak adik.

Orang itu bertanya pada Mbah Bisri terlebih dahulu, "Yai, bolehkah saya berkurban 1 sapi untuk 8 orang?"

Mbah Bisri menjawab, "Tidak boleh, 1 sapi itu hanya untuk 7 orang, yang 1 nanti kurban pakai kambing." Ketentuan fiqih memang mengajarkan sebagaimana yang diungkapkan Mbah Bisri.

Mbah Bisri memang dikenal sebagai orang yang teguh memegang ilmu fiqih, sampai-sampai cucunya sendiri, KH Abdurraman Wahid (Gus Dur) dan juga Rais 'Aam PBNU KH Sahal Mahfudz, menyebut beliau sebagai "Pecinta Fiqih Sepanjang Hayat".

Setelah mendengar jawaban dari Mbah Bisri orang itu merasa belum puas. “Bagaimana mungkin satu keluarga yang 7 naik sapi tapi yang 1 naik kambing. Alangkah kasihan yang 1 orang itu,” pikirnya.

Akhirnya orang itu bertanya pada Mbah Wahab dengan pertanyaan yang sama, seperti yang diajukan pada Mbah Bisri.

Lalu dijawab oleh Mbah Wahab, "Boleh saja."

"Tapi katannya 1 sapi itu hanya utuk 7 orang Yai?" orang itu bertanya lagi.

"Iya, memang untuk 7 orang," lalu beliau berbalik bertanya, "shahibul qurban yang terakhir itu umurnya berapa?"

"Masih kecil, Yai."

"Ya, kalau begitu kan nanti kambingnya itu untuk pijakan (ancek-ancek, dalam bahasa jawa) anak yang masih kecil itu, kalau dia mau naik sapi kan kasihan dia belum sampai jadi harus ada pijakannya dulu".

Mbah Wahab memang dikenal sebagai kiai yang diplomatis, tapi bukan berarti beliau tidak ahli fiqih. Jawaban dari Mbah Bisri dan Mbah Wahab sebenarnya intinya sama, cuma mereka berbeda cara dalam menghadapi umat.

Perbedaan cara bersikap antara Mbah Biri dan Mbah Wahab menunjukkan adanya perbedaan karakter kepribadian di antara kedua ulama kharismatik ini. Kepekaan membaca psikologi orang dan kepandaian diplomasi Mbah Wahab telah menghadirkan jawaban yang lebih menentramkan dan “rasional” menurut ukuran lawan bicaranya, tanpa sedikit pun menyimpang dari aturan fiqih yang ada. Semoga Allah melimpahkan rahmat pada keduanya. Aamin... (M Zakky Mubarok)