Khutbah

Khutbah Jumat: Akhlak Kepada Tetangga

Sab, 13 November 2021 | 10:00 WIB

Khutbah Jumat: Akhlak Kepada Tetangga

Al-Qur’an memberi pesan pada kita semua bahwa hubungan antara sesama tetangga, baik tetangga yang masih ada hubungan kerabat atau tidak, baik yang sesama Muslim atau bukan, harus terjalin dengan rukun. (Ilustrasi: Picssr.com)

Naskah khutbah Jumat kali ini menjelaskan tentang bagaimana akhlak seorang Muslim dalam bertetangga. Naskah khutbah ini menginagtkan kita betapa pentingnya menjaga keharmonisan dengan tetangga.


Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Akhlak Kepada Tetangga". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)


Khutbah I

الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ   


Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka.


Jama’ah shalat Jumat yang dimuliakan Allah

Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, Islam sangat memperhatikan cara menjaga hubungan sosial agar tetap harmonis. Salah satunya adalah menjaga hubungan dengan tetangga. Sebagai orang yang hidupnya berdampingan dengan kita, tentu tetangga merupakan orang yang paling melakukan interaksi dengan kita.


Terkait perintah menjaga hubungan baik dengan tetangga, dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 36, Allah berfirman:


وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا


Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”


Pada ayat di atas terdapat kata al-jâr yang memiliki arti tetangga. Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsrinya menjelaskan, kata al-jâri dzil qurbâ diperuntukkan bagi tetangga yang masih memiliki hubungan kerabat. Sedangkan al-jâri junub diperuntukkan bagi tetangga yang tidak memiliki hubungan kerabat. Dalam riwayat lailn, al-jâri dzil qurbâ diartikan sebagai tetangga Muslim, sementara al-jâri junub adalah non-Muslim.


Mencermati penjelasan Ibnu Katsir, ayat Al-Qur’an tersebut memberi pesan pada kita semua bahwa hubungan antara sesama tetangga, baik tetangga yang masih ada hubungan kerabat atau tidak, baik yang sesama Muslim atau bukan, harus terjalin dengan rukun.


Dalam beberapa hadits, Rasulullah SAW banyak menyinggung perintah untuk menghormati tetangga. Di antaranya hadits berikut:


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري).


Artinya: "Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda rasulullah SAW: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diamlah.” (HR. al-Bukhari).


Sebenarnya hadits di atas sudah sangat cukup untuk dijadikan dasar dalam menghormati tetangga. Saking besarnya tuntutan untuk menghormati tetangga, sampai-sampai langsung dikaitkan dengan keimanan. Barangsiapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berbuat baiklah terhadap tetangga.


Dalam hadits lain, Rasullullah juga menegaskan bahwa seorang Muslim yang baik adalah Muslim yang mau berbuat baik terhadap tetangganya. Berikut sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah:


قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ


Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, Jadilah kamu seorang yang wara’, niscaya kamu menjadi manusia yang paling taat beriabadah. Jadilah kamu orang yang merasa berkecukupan, niscaya kamu menjadi manusia yang paling bersyukur. Cintailah mmanusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri, niscaya kamu akan menja di seorang mukmin. Perbaikilah hubungan dalam bertetangga dengan tetanggamu, niscaya kamu akan menjadi seorang Muslim yang baik. Dan sedikitkanlah tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati." (HR Ibnu Majah)


Rasulullah juga pernah berpesan agar siapa yang benar-benar mencintai Allah dan rasul-Nya, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Sebagaimana dijelaskan oleh salah satu hadits yang terdapat dalam kitab Jamî’ush Shaghîr:


إِنْ أَحْببْتُمْ أَنْ يُحِبَّكُمُ اللهُ تَعَالَى وَ رَسُوْلُهُ فَأَدُّوْا إِذَا ائْتُمِنْتُمْ وَأُصْدُقُوْا إِذَا حَدَّثْتُمْ وَ أَحْسِنُوْا جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكُمْ


Artinya: “Jika kalian ingin dicintai oleh Allah dan rasul-Nya, maka penuhilah amanat-amanat kalian, jujurlah saat berbicara, dan berbuat baiklah dengan tetangga.”


Menjelaskan maksud berbuat baik dalam hadits di atas, Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadîr mengatakan, berbuat baik dengan tetangga pada hadits tersebut ada banyak cara, seperti memberi kenyamanan jalan yang biasa dilalui tetangga, berinteraksi sosial dengan baik, dan mengingatkannya bahwa orang yang berkhianat, berbohong, serta tidak berlaku baik dengan sesama tetangga, tidak akan dicintai oleh Allah dan rasul-Nya.

 

 

Termasuk keutamaan berbuat baik dengan tetangga adalah dapat memperpanjang usia. Rasulullah SAW pernah bersabda,


إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنَ الرِّفْقِ، فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ، وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ


Artinya: “Sesungguhnya barang siapa yang dikaruniai sifat lembut dan santun, berarti telah dikaruniai kebaikan dunia dan akhirat yang banyak. Menyambung tali silaturahmi, berakhlak mulia dan menjadi tetangga yang baik, hal itu akan memakmurkan negeri dan memanjangkan umur.” (HR Ahmad)


Hadirin jama’ah shalat Jumat yang dimuliakan Allah SWT

Untuk menjaga hubungan dengan tetangga, ada beberapa hak-hak tetangga yang harus kita penuhi. Imam Al-Ghazali dalam risalahnya yang bejudul Majmu’ah Rasail Imam al-Ghazali, menyebutkan beberapa etika dalam bertetangga:


آدَابُ الجَارِ: اِبْتِدَاؤُهُ بِالسَّلَامِ، وَ لَا يُطِيْلُ مَعَهُ الْكَلَام،َ وَلَا يُكْثِرُ عَلَيْهِ السُّؤَالَ، وَيَعُوْدُهُ فِي مَرَضِهِ، وَيُعْزِيْهِ فِي مُصِيْبَتِهِ، وَيُهَنِّيْهِ فِي فَرَحِهِ، ويتلطف لولده و عبده في الكلام، وَيَصْفَحُ عَنْ زَلَّتِهِ، وَمُعَاتَبَتُهُ بِرِفْقٍ عِنْدَ هَفْوَتِهِ، وَيَغُضُّ عَنْ حُرْمَتِهِ، وَيُعِيْنُهُ عِنْدَ صَرْخَتِهِ، وَلَا يُدِيْمُ النَّظْرَ إِلَى خَادِمَتِهِ


Artinya: “Beberapa etika dalam bertetangga, yaitu mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya, menjenguk yang sakit, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah, ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.”

 


Karena tidak mesti tetangga kita dari sesama Muslim, maka kita juga harus pandai-pandai memposisikan diri dalam berinteraksi dengan tetangga. Setidaknya ada tiga kategori  tetangga yang bisa kita kelompokkan. 


Pertama adalah tetangga sesama Muslim yang masih memilki ikatan kerabat. Mereka memiliki hak sebagai orang Islam, hak sebagai kerabat, dan hak sebagai tetangga. Kedua adalah tetangga sesama Muslim tetapi tidak ada memiliki ikatan kerabat. Ia memiliki hak sebagai orang Islam dan hak tetangga.


Sementara yang ketiga adalah tetangga yang berbeda agama dan bukan kerabat. Mereka tetap mendapatkan hak sebagai tetangga yang harus kita hormati dan menjaga keharmonisan dengannya.


Bagi orang yang hidup di lingkungan padat penduduk, mungkin memiliki tetangga yang tidak sedikit. Dalam hal ini tentu kita tidak bisa memenuhi hak-hak tetangga dengan sama rata. Solusinya adalah kita mendahulukan tetangga yang jarak rumahnya paling dekat, karena mereka yang lebih tahu tentang keseharian kita di rumah dibanding tetangga lainnya.


Misalkan kita sedang memasak makanan. Maka dahulukan tetangga terdekat. Syukur jika masih bisa berbagi dengan seluruh tetangga yang ada.


Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لَآ إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ


أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ


اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ


عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر


Ustadz M Abror, pengajar Mahad Ali Pesantren As-Shiddiqiyah, Kedoya, Jakarta Barat.

 

Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI