Nasional

Hukum Menggabungkan Puasa Arafah dengan Qadha atau Nazar

Sel, 27 Juni 2023 | 19:00 WIB

Hukum Menggabungkan Puasa Arafah dengan Qadha atau Nazar

Ilustrasi puasa. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online
Umat Islam dianjurkan untuk menjalankan ibadah puasa Arafah, 9 Dzulhijjah 1444 H. Hal ini akan bertepatan pada Rabu (27/6/2023). Namun, bagi orang yang masih memiliki utang puasa Ramadhan, menjadi pertanyaan apakah satu puasa dapat dilakukan dengan dua niat sekaligus? Pun bagi orang yang bernazar, apakah dapat memenuhi keduanya?

 

Menjawab hal itu, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan menjelaskan bahwa puasa yang dilaksanakan di hari yang dianjurkan itu boleh diniatkan qadha atau nazar dengan mendapatkan keutamaan puasa sunnah juga.

 

“Qadha puasa Ramadhannya tetap sah. Sedangkan ia sendiri tetap mendapatkan keutamaan yang didapat oleh mereka yang berpuasa dengan niat puasa sunnah Arafah,” tulisnya dalam artikel berjudul Hukum Qadha Puasa Ramadhan Digabung dengan Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah yang dikutip NU Online pada Selasa (27/6/2023).

 

Alhafiz menulis, Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib Juz V, mengutip Al-Barizi, bahwa orang yang berpuasa pada hari Asyura, misalnya, untuk qadha atau nazar puasa, maka ia juga mendapat pahala puasa sunnah hari Asyura. Pandangan ini disepakati oleh Al-Ushfuwani, Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Ibrahim bin Shalih Al-Hadhrami. Pandangan tersebut merupakan pendapat yang kuat (mu’tamad).

 

Senada, lanjut Hafiz, Sayyid Bakri Syatha al-Dimyathi dalam Kitab I‘anatut Thalibin menjelaskan bahwa orang yang berpuasa pada hari-hari tertentu yang sangat dianjurkan untuk dipuasakan akan mendapatkan keutamaan sebagai mereka yang berpuasa sunnah pada hari tersebut, meskipun niatnya adalah qadha puasa atau puasa nazar.

 

Dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin, bahwa di dalam Al-Kurdi terdapat nash yang tertulis pada Asnal Mathalib dan sejenisnya yaitu Al-Khatib As-Syarbini, Syekh Sulaiman Al-Jamal, Syekh Ar-Ramli bahwa puasa sunnah pada hari-hari yang sangat dianjurkan untuk puasa memang dimaksudkan untuk hari-hari tersebut. Namun, orang yang berpuasa dengan niat lain pada hari-hari tersebut, maka dia akan mendapat keutamaannya. Ia menambahkan bahwa dalam Kitab Al-I‘ab, Al-Barizi berfatwa, seandainya seseorang berpuasa pada hari tersebut dengan niat qadha atau sejenisnya, maka dapatlah keduanya, baik ia meniatkan keduanya atau tidak.

 

Meskipun demikian, Alhafiz menyarankan agar mereka yang memiliki utang puasa Ramadhan baiknya mengqadha utang puasanya terlebih dahulu. Setelah itu, mereka baru boleh mengamalkan puasa sunnah. Namun, jika utang puasa Ramadhan itu baru teringat jelang hari Arafah, sebaiknya ia membayar qadha puasanya di hari Arafah.

 

Sebagaimana diketahui, puasa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini dianjurkan secara langsung oleh Nabi Muhammad saw melalui haditsnya. Bahkan, disebutkan Nabi bahwa puasa ini lebih baik daripada jihad fi sabilillah.

 

“Tidak ada hari di mana amal shalih padanya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yakni 10 hari pertama Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: ‘Tidak juga dari jihad fi sabilillah?’ Beliau menjawab: ‘Jihad fi sabilillah juga tidak, kecuali seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan satu pun dari keduanya.”

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi