Partai Buruh Ajukan Uji Materi UU Pemilu, Minta MK Hapus Ambang Batas Parlemen
NU Online · Senin, 28 Juli 2025 | 18:00 WIB

Wakil Presiden Partai Buruh Said Salahudin di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Senin (28/7/2025). (Foto: NU Online/Haekal)
Haekal Attar
Penulis
Ia meminta agar MK menghapus ambang batas parlemen sebesar empat persen, yang saat ini menjadi syarat bagi partai politik untuk ikut serta dalam penentuan kursi di DPR RI sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
"Aturan ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) ini kami uji ke MK untuk meminimalisir jumlah suara rakyat yang berpotensi terbuang sia-sia di Pemilu 2029 dan seterusnya," kata Said kepada NU Online usai mendaftarkan uji materi di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Senin (28/7/2025).
Said menegaskan bahwa dalam permohonan kali ini, Partai Buruh menguji empat norma yang diatur dalam dua undang-undang, yaitu Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (1), dan Pasal 415 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu; serta Pasal 82 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
"Petitum kami adalah meminta MK agar menghapus aturan PT (Parliamentary Threshold) secara nasional alias PT 0 persen. Tetapi apabila MK menilai aturan PT tetap diperlukan, maka kami mengajukan petitum alternatif berupa pemberlakuan aturan PT yang berbasis pada dapil, bukan berbasis pada suara sah nasional," terangnya.
Said menyampaikan bahwa pengalaman Pemilu 2019 menunjukkan adanya persoalan dalam sistem ambang batas parlemen. Ia menjelaskan bahwa terdapat 12 daerah pemilihan (dapil) DPR RI di mana jumlah suara yang terbuang justru lebih besar dibandingkan suara yang berhasil dikonversi menjadi kursi. Ia mencontohkan Dapil NTB I, yang hanya mengonversi 29,73 persen suara sah menjadi kursi, sementara 70,27 persen suara terbuang sia-sia.
"Kondisi yang sama kembali terjadi di Pemilu 2024, yang menyebabkan jumlah suara terbuang di 12 dapil DPR RI juga melampaui jumlah suara yang terkonversi menjadi kursi. Keduabelas dapil itu adalah Papua Pegunungan, Papua Tengah, Sulawesi Barat, Kepulauan Riau, Papua Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Maluku, Papua, Papua Selatan, Maluku Utara, NTB I, dan Papua Barat Daya," jelasnya.
Said menekankan bahwa hasil penelitian Partai Buruh, berdasarkan data resmi KPU, menunjukkan tidak ada partai yang bisa memperoleh kursi terakhir di sebuah dapil pada Pemilu 2019 maupun 2024, kecuali partai tersebut meraih suara sah di atas empat persen.
"Jadi, untuk mengetahui 'harga kursi' terendah pada sebuah dapil, dapat dilakukan dengan melihat besaran suara parpol pada perhitungan 'kursi terakhir' berdasarkan metode Sainte Lague. Nah, suara atau sisa suara parpol yang bisa dikonversi menjadi kursi terakhir itulah yang dapat dijadikan sebagai standar perhitungan harga kursi terendah," katanya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa meskipun telah ada Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan pembentuk undang-undang untuk menurunkan besaran ambang batas parlemen di bawah empat persen secara nasional pada Pemilu 2029, ia tetap merasa perlu menguji kembali aturan tersebut dengan mengajukan dalil, argumentasi, dan alat bukti baru kepada MK.
Terpopuler
1
Kemenag Tetapkan Gelar Akademik Baru untuk Lulusan Ma’had Aly
2
LKKNU Jakarta Perkuat Kesehatan Mental Keluarga
3
Anggapan Safar sebagai Bulan Sial Berseberangan dengan Pandangan Ulama
4
3 Alasan Bulan Kedua Hijriah Dinamakan Safar
5
Kopri PB PMII Luncurkan Beasiswa Pendidikan Khusus Profesi Advokat untuk 2.000 Kader Perempuan
6
Abi Mudi Samalanga Dianugerahi Penghargaan Kategori Ulama Berpengaruh di Aceh
Terkini
Lihat Semua