Terpesona Tulis Tangan Guru ke Panggung Kaligrafi Internasional
NU Online · Rabu, 23 Juli 2025 | 15:00 WIB

Bukhari Ibnu Athoillah saat menerima piagam penghargaan dari Dirjen IRCICA Prof Mahmud Erol Kilic didampingi Maestro Kaligrafi Syekh Belaidi Hamidi di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (21/7/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)
Abdullah Alawi
Penulis
Jakarta, NU Online
Bukhari Ibnu Athoillah pada 2012 menimba ilmu di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah At-Tanwir, Bojonegoro, Jawa Timur. Saat itu, ia terkesan dengan gaya menulis salah seorang gurunya, Muhammad Shoim, saat tangannya menggoreskan kapur di papan tulis merangkai huruf-huruf Arab, terlihat indah.
Dari situlah titik mula ia merambah seni kaligrafi hingga kini mendapatkan reputasi tak main-main, kelas internasional, yaitu meraih juara 3 kategori Khat Diwani pada Kompetisi Kaligrafi Internasional ke-13 yang diselenggarakan Pusat Penelitian Sejarah, Seni, dan Budaya Islam (IRCICA) yang berkedudukan di Istanbul, Turki.
Menurut Bukhari, pada ajang lomba IRCICA tahun ini, awalnya ia memilih 2 jenis khat, yaitu Naskhi dan Diwani. Namun, dalam dua bulan terakhir karya khat Naskhinya tak kunjung selesai sehingga memutuskan untuk mengikuti satu jenis khat saja, yaitu Diwani.
“Dalam membuat karya Diwani ini, saya membutuhkan waktu kurang lebih 20 hari untuk eksekusi karya dan finishing,” katanya saat ditemui di Hotel Acacia untuk menghadiri penganugerahan lomba itu yang digelar di PBNU, Jakarta, Senin (21/7/2025).
Ia menceritakan, tantangan dalam proses pembuatan karya, yaitu memaksimalkan anatomi huruf dan tarkib (susunan), serta membuat desain (layout) yang indah sesuai konsep seni rupa sehingga punya daya tarik tersendiri bagi juri atau publik.
“Setelah menyelesaikan karya, saya beserta teman-teman dari Sakal mengumpulkan karya jadi satu untuk kemudian kami kirimkan ke kantor IRCICA melalui jasa ekspedisi,” lanjutnya.
Setelah proses penjurian, hasil lomba diumumkan oleh panitia pada 27 Mei tahun ini. Ia merasa tak terpikirkan meraih juara 2 karena berkaca dari lomba serupa sebelumnya, pada 2019 yang tidak masuk sama sekali.
“Alhamdulillah karya saya masuk nominasi tiga kategori diwani,” katanya.
“Prestasi ini tak lain berkat doa kedua orang tua saya, bimbingan guru-guru di Sakal, dan dukungan dari teman-teman saya. Semoga pencapaian ini membawa keberkahan dan menjadi motivasi bagi saya dan teman-teman yang lain untuk lebih giat lagi dalam belajar,” lanjutnya.
Memperdalam kaligrafi di Pesantren Sakal
Saat duduk di MTs, Bukhari mengetahui bahwa Muhammad Shoim merupakan guru Muatan Lokal Seni Kaligrafi. Karena tertarik keterampilan menulis gurunya itu, ia kemudian memilih ikut muatan lokal tersebut.
Seiring waktu, hobi itu berkembang menjadi tekad. Pada 2018, berdasarkan petunjuk Pak Shoim, dianjurkan untuk memperdalam kaligrafi di Pondok Pesantren Sakal di Denanyar, Jombang. Pesantren ini sebelumnya berada di bawah naungan Mambaul Ma'arif, namun sejak 2022 berdiri mandiri agar lebih fokus mendidik santri dalam dunia khat.
Pesantren Sakal memiliki tiga jenjang kelas yang masing-masing berlangsung antara satu hingga tiga tahun, dengan total saat ini 30 santri. Kegiatan pembelajaran kaligrafi berlangsung pukul 08.00–11.00 dan dilanjutkan malam hari pukul 19.30–22.00. Tak hanya belajar kaligrafi, santri juga mendapatkan pengajaran kitab fiqih, nahwu, hadits, tarikh, dan biografi tokoh.
Bukhari sendiri mulai membantu mengajar dan menjadi bagian dari pesantren sejak 2018, dan hingga 2025.
Ada tiga guru khat yang membina langsung proses belajar mengajar, yaitu program 1 tahun oleh Ustadz Ahyanul Wafi, program 2 tahun oleh Bukhari Ibnu Athoillah, dan program 3 tahun oleh Fathur Rohman.
“Pembelajaran kaligrafi di pesantren ini mencakup berbagai jenis khat: naskhi, riq’ah, diwani, jali diwani, tsulus, tsulus jali, dan ta’liq,” katanya.
Bukhari menyukai Khat Diwani karena bentuknya yang sederhana, tanpa harakat, namun memiliki daya tarik visual kuat.
Menurutnya, khat ini berkembang sejak abad ke-16 pada masa Turki Utsmani dan digunakan dalam dokumen-dokumen resmi kerajaan karena kesulitannya dibaca orang awam.
“Huruf-hurufnya fleksibel, seperti dal dan waw yang bisa disambung dengan alif, tidak seperti di Naskhi,” katanya.
Baginya, belajar kaligrafi adalah bentuk pengabdian dan hobi yang ternyata juga merupakan jalan rezeki. Ia teringat pesan dari Sayyidina Ali ra, bahwa kaligrafi adalah salah satu pintu pembuka rezeki:
"‘Alaykum bihusnil khat, fainnahu min mafatihir rizqy" – ‘perindahlah tulisanmu, karena itu termasuk kunci pembuka pintu rezeki.’
Prestasi
- Juara l MTQ Bojonegoro Cabang Kaligrafi Kontemporer 2018
- Juara l Musabaqoh Khat Riq'ah (MKR) Nasional – UINSA Surabaya 2019
- Juara lll Musabaqah Khat Diwani Nasional – Ma'had Jami'ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2020
- Juara Saguhati (Harapan) Pertandingan Kaligrafi Islam Khat Nusantara – Sabah, Malaysia 2022
- Juara II Musabaqah Khat Diwani Nasional – UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2023
- Juara II Musabaqah Khat Diwani Internasional – Assafir Irak 2024
Terpopuler
1
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
2
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
3
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
4
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
5
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
6
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
Terkini
Lihat Semua