Nikah/Keluarga

Frekuensi Ideal Nafkah Batin Suami Istri

Sen, 19 Desember 2022 | 17:00 WIB

Frekuensi Ideal Nafkah Batin Suami Istri

Frekuensi ideal nafkah batin suami istri

Salah satu hak istri yang harus dipenuhi oleh suami ialah pemberian nafkah batin. Al-Qur'an telah memberikan konsep ideal terkait persoalan ini, yang diistilahkan dengan “pergaulan yang baik” sebagaimana tertera dalam Alquran:

 



يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
 




Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa: 19)


 


Selanjutnya, berapakah frekuensi ideal nafkah batin suami terhadap istri menurut syariat Islam? Ada berbagai pendapat terkait hal ini. Salah satu pendapat yang terkuat adalah penapat Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya:
 

 


وينبغي أن يأتيها في كل أربع ليال مرة فهو أعدل إذ عدد النساء أربعة فجاز التأخير إلى هذا الحد نعم ينبغي أن يزيد أو ينقص بحسب حاجتها في التحصين فإن تحصينها واجب عليه وإن كان لا يثبت المطالبة بالوطء فذلك لعسر المطالبة والوفاء بها

 

 

Artinya: “Seyogianya suami melakukan hubungan intim dengan istri empat malam sekali, dan ini yang paling ideal. Hal ini karena jumlah wanita yang boleh dipoligami itu sampai empat. Karena itu, suami boleh menunda tidak berhubungan intim hingga lebih dari batasan ini, yaitu empat hari. Namun demikian, seyogianya suami boleh mempercepat atau memperlambat waktu hubungan intim sesuai kebutuhan biologis istri agar tidak selingkuh. Suami pun wajib memenuhi kebutuhan biologis istri. Akan tetapi suami tidak boleh memaksa istrinya memenuhi hasratnya, karena pemenuhan hasrat biologis itu sulit dipaksakan”. (Al-Ghazali, Ihya 'Ulumuddin, juz II, halaman 50).
 

 


Hal yang mesti kita pahami dalam penjelasan Imam Al-Ghazali ialah angka 4 hari sekali bukanlah patokan yang kaku. Karenanya di atas disebutkan kalimat: “boleh mempercepat atau memperlambat”. Artinya, frekuensi berhubungan intim antara suami dan istri harus melihat pada kebutuhan biologis antara keduanya serta kesiapan fisik dan psikisnya. Seorang istri hendaknya tidak menelantarkan suaminya apabila suaminya menghendaki. Sebaliknya, suami juga jangan mengacuhkan istrinya jika memang dirasa istri sedang membutuhkan kasih sayang.
 

 


Dalam hal ini harus kita pahami bahwa nafkah batin bukanlah semata-mata hubungan seksual. Sekadar menemani istri dan memberikan perhatian bisa juga dianggap sebagai pemberian nafkah batin. Khusus untuk persoalan hubungan seksual, seorang suami boleh saja hanya menggauli istrinya secara seksual sekali selama pernikahan. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Syafi'iyah sebagaimana dikutip oleh Syekh Wahbah dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu:
 

 


وقال الشافعية: ولا يجب عليه الاستمتاع إلا مرة؛ لأنه حق له، فجاز له تركه كسكنى الدار المستأجرة، ولأن الداعي إلى الاستمتاع الشهوة والمحبة، فلا يمكن إيجابه، والمستحب ألا يعطلها ...  ولأنه إذا عطلها لم يأمن الفساد ووقع الشقاق

 

 

Artinya: “Mazhab Syafi’iyah berpandangan, berhubungan intim bagi suami tidak wajib kecuali hanya satu kali, karena hal itu merupakan hak bagin. Maka boleh-boleh saja dia tidak menggauli istrinya dengan bertempat tinggal di rumah sewaan. Karena faktor pendorong terhadap hubungan intim ialah syahwat dan cinta, maka tidak mungkin hal tersebut dihukumi sebagai kewajiban. Namun dianjurkan bagi suami untuk tidak mendiamkan (tidak menggauli) ... Sesungguhnya ketika suami mendiamkan istri, maka kerusakan hubungan pernikahan menjadi tak terhindarkan dan terjadinya perpecahan.”  (Wahbah Az-Zuhail, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz IX, halaman 97).

 

Demikian, semoga bermanfaat dan bisa memberikan kontribusi pada keharmonisan kehidupan suami istri. Wallahu a’lam bisshawab.

 

Ustadz Muhammad Ib​​​​​​​nu Sahrojialias Ustadz Gaes.