Opini

Menjaga Amanah Kemerdekaan 

NU Online  ·  Selasa, 19 Agustus 2025 | 15:27 WIB

Delapan puluh tahun sudah Republik Indonesia berdiri tegak di atas pengorbanan darah, air mata, dan doa para pejuang. Bendera merah putih yang berkibar hari ini adalah saksi dari janji kemerdekaan—janji yang tidak boleh dikhianati. Kemerdekaan bukan warisan untuk dinikmati, tetapi tugas untuk diwariskan kembali.


Kita merayakan kemerdekaan dengan upacara, parade, dan simbol kebangsaan. Namun di balik gegap gempita, ada pertanyaan yang harus dijawab jujur: apakah kemerdekaan ini benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat, terutama mereka yang paling lemah? Setiap kali kita mengabaikan yang lemah, kita sedang menghapus satu huruf dari kata kemerdekaan.


Amanah yang Tidak Boleh Bocor
Amanah tidak mengenal ruang kompromi. Ia seperti kaca—sekali retak, pantulannya tak lagi sempurna. Bangsa ini tidak boleh membiarkan retakan itu melebar. Setiap kebocoran anggaran, setiap permainan proyek, adalah lubang kecil yang jika dibiarkan akan menenggelamkan kapal besar bernama Indonesia. 


Laporan berbagai lembaga menunjukkan masih ada kebocoran bantuan sosial, penyalahgunaan jabatan, dan proyek pembangunan yang tidak tepat sasaran. Padahal amanah itu suci. Indonesia tidak akan roboh oleh kemiskinan, tapi ia akan runtuh oleh pengkhianatan terhadap amanah.


Keadilan sosial bukan slogan kosong. Ketika hak rakyat miskin terampas oleh tangan-tangan yang tak berhak, itu bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi pengkhianatan terhadap makna kemerdekaan. Keadilan yang hilang adalah pintu masuk bagi runtuhnya sebuah bangsa.


Keadilan, Pilar Bangsa
Keadilan bukan sekadar soal membagi sama rata, tetapi menempatkan sesuatu pada tempatnya. Memberi hak kepada yang berhak, melindungi yang lemah dari yang kuat, dan memastikan kekuasaan tunduk pada hukum. Tanpa keadilan, kemerdekaan hanyalah panggung sandiwara, di mana rakyat menjadi penonton yang tak pernah dilibatkan.


Allah Swt memerintahkan berlaku adil, berbuat baik, dan menolong sesama, serta melarang segala bentuk kezaliman. Pesan ini bukan sekadar ajaran agama, tetapi fondasi berdirinya negara yang beradab. Negeri ini tidak kekurangan sumber daya, yang kita butuhkan adalah keberanian untuk berlaku adil.


Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan/aniaya. Dia memberi pelajaran/pitutur kepadamu agar kamu selalu ingat". (An-Naḥl [16]:90)


Kita juga diajarkan bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Tapi kepemimpinan tidak hanya soal jabatan. Setiap orang—guru, pedagang, pekerja, ibu rumah tangga, pemuda—adalah pemimpin bagi lingkungannya. Bendera bisa berkibar karena darah para pejuang, tapi ia hanya akan tetap tegak oleh kejujuran anak bangsa.


Persatuan dan Partisipasi Rakyat
Bangsa yang besar bukan bangsa yang bebas dari perbedaan, melainkan bangsa yang mampu mengelola perbedaan menjadi kekuatan. Kemerdekaan yang sejati adalah saat kritik dianggap vitamin bagi demokrasi, bukan racun yang harus dihilangkan. Kemerdekaan sejati menuntut ruang partisipasi rakyat. Negara bukan hanya pengelola hukum dan simbol, tetapi juga pendengar aspirasi. Musyawarah, kritik yang sehat, dan kebebasan berpendapat adalah jantung demokrasi. Persatuan tidak lahir dari keseragaman, melainkan dari kesediaan untuk saling menjaga perbedaan.


Ketika rakyat merasa suaranya didengar, mereka menjadi bagian dari pembangunan. Sebaliknya, jika suara rakyat diabaikan, kemerdekaan kehilangan rohnya. Kemerdekaan adalah janji kepada rakyat—dan janji itu hanya sah bila ditepati.


Tugas Generasi Muda
Generasi muda harus menjadi game changer, bukan sekadar pewaris nama besar bangsa. Jika pemuda hanya diam dan mengikuti arus, maka sejarah akan mengingat mereka sebagai generasi yang menyia-nyiakan kemerdekaan. Tetapi jika mereka berani berinovasi dan menjaga integritas, mereka akan dikenang sebagai penyelamat arah negeri. 


Generasi muda memegang peran vital untuk 80 tahun ke depan. Mereka bukan hanya pewaris kemerdekaan, tetapi penentu arah bangsa. Kreativitas, inovasi, dan integritas mereka akan menjadi wajah Indonesia masa depan. 


Jargon syubbān al-yaum rijāl al-ghad, Pemuda di hari ini, pemimpin di masa depan, hendaknya dipatri dalam benak tiap pemuda. Karena sejarah akan mencatat siapa yang membangun negeri ini, dan siapa yang merobohkannya.


Anak-anak muda harus dibekali pendidikan yang baik, lapangan kerja yang layak, dan ruang berkarya yang luas. Tanpa itu, kita hanya merayakan kemerdekaan di atas kertas, bukan dalam kehidupan nyata.


Kemerdekaan dalam Aksi Nyata
Setiap kali kita menolong tetangga yang kesulitan, mendidik anak-anak dengan nilai kejujuran, atau menanam pohon untuk generasi mendatang, saat itulah kita sedang mengibarkan bendera kemerdekaan dalam bentuk yang paling nyata. Kemerdekaan sejati selalu bekerja diam-diam di hati rakyat, jauh dari sorot kamera.


Kemerdekaan bukan hanya simbol di tiang bendera, melainkan tindakan sehari-hari: memastikan anak-anak miskin tetap sekolah, pekerja mendapatkan upah layak, lansia tidak kelaparan, dan lingkungan terjaga. Kemerdekaan bukan hanya milik mereka yang memerintah, tapi milik setiap warga yang berani menjaga keadilan.


Korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah musuh kemerdekaan. Menutup celah kebocoran, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan membangun sistem yang transparan adalah kewajiban moral sekaligus tanggung jawab bersama.


Janji yang Harus Ditepati
Kemerdekaan adalah janji yang diucapkan oleh para pahlawan dengan darah dan nyawa. Janji itu kini berada di tangan kita—untuk kita tepati, atau kita khianati. Bangsa yang lupa pada janji ini akan berjalan tanpa arah, dan perlahan kehilangan jiwanya. 


Di usia 80 tahun kemerdekaan, kita harus memastikan bahwa perjuangan para pahlawan tidak berhenti di buku sejarah. Setiap warga negara memegang kunci untuk menghidupkan makna kemerdekaan—dengan iman, akhlak, dan kerja nyata.


Mari jadikan momentum ini sebagai pengingat: Kemerdekaan tidak akan bertahan karena seremoni, tetapi karena kesetiaan kita pada amanah dan keadilan.


Semoga Indonesia menjadi negeri yang adil, makmur, dan penuh keberkahan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafūr,  negeri gemah ripah loh jinawe; tentrem kertha raharjo —bukan hanya untuk generasi ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.


Ahmad Chuvav Ibriy, Pengasuh Ponpes Al-Amin Mojowuku Kedamean Gresik, Anggota Komisi Fatwa, Hukum dan Pengkajian MUI Kabupaten Gresik  JATIM, Penasehat LBM PCNU Kabupaten Gresik JATIM