Opini

Perihal Penyebutan Nama Allah

NU Online  ยท  Ahad, 10 Januari 2016 | 05:00 WIB

Oleh Rusdi Mathari*
Di sebuah grup WhatsApp, seorang kawan telah menegur kawan lainnya karena menulis โ€œ4JJIโ€ untuk menyebut โ€œAllah.โ€ Alasan yang menegur, โ€œ4JJIโ€ berbeda artinya dengan โ€œAllah.โ€ Dia meminta yang bertanya perbedaannya, agar bertanya pada kawan yang lain lagi yang dianggapnya lebih mengerti dan berkompeten untuk urusan semacam itu.
<>
Diskusi agak memanas, dan saya lalu teringat pertanyaan istri saya untuk perkara yang sama.

Apa yang disebut sebagai โ€œAllahโ€ oleh terutama orang-orang Islam, sebetulnya hanya istilah yang dibuat untuk menyebut sesuatu yang luar biasa (maha) di luar dirinya. Tapi karena berbagai alasan, banyak orang kemudian percaya bahwa orang-orang Islam menyembah Allah yang berbeda dari Allah orang-orang Kristen dan Yahudi.

Sebuah anggapan yang sebetulnya sama sekali keliru, karena sesungguhnya tidak ada keraguan seorang Muslim adalah menyembah Allah yang juga disembah oleh Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, Yesus, dan Muhammad (shalawat dan salam untuk mereka semua).Bahwa orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam kemudian memiliki konsep yang berbeda tentang Allah, tentu benar adanya.

Orang Islam, seperti halnya orang Yahudi misalnya, menolak kepercayaan Trinitas dan Inkarnasi Ilahi dari ajaran Kristen. Akan tetapi penolakan itu tak lalu, masing-masing penganut dari tiga agama menyembah Tuhan yang berbeda karena Allah hanya satu. Yahudi, Kristen dan Islam adalah kepercayaan yang mendaku sebagai โ€œAgama Ibarahimโ€ (Abrahamic Faith), dan ketiganya diklasifikasikan sebagai โ€œmonoteistik.โ€

Realitasnya, ada sebagian penganut Yahudi dan Nasrani yang kemudian selalu ingin membuat orang percaya, bahwa โ€œAllahโ€ adalah sebutan untuk para โ€œdewaโ€ orang Arab (silakan baca: The Moon-god Allah in the Archeology of the Middle East), dan Islam adalah benar-benar sesuatu yang โ€œlain,โ€ yang berbeda, dan tidak memiliki akar yang sama dengan Yahudi dan Kristen.

Tentu argumen semacam itu menggelikan, sebab dengan menganggap umat Islam menyembah โ€œAllahโ€ yang berbeda (karena mereka mengatakan โ€œAllahโ€) adalah sama tidak logisnya dengan pendapat yang mengatakan, orang-orang Prancis menyembah Allah yang lain karena mereka menyebut โ€œDieu.โ€ Orang-orang berbahasa Spanyol juga menyembah Allah yang berbeda karena berseru โ€œDios.โ€ Atau mereka yang berbahasa Ibrani menyembah Allah yang tidak sama, karena mereka kadang-kadang memanggil Allah dengan sebutan โ€œYahweh.โ€

Sebagian yang lain lalu mengatakan, tentang โ€œAllahโ€ adalah bukan sekadar soal logika, dan itu problemnya. Sebab mereka yang mendaku setiap satu bahasa hanya menggunakan kata yang benar untuk menyebut Allah, sama artinya dengan menyangkal universalitas pesan Tuhan kepada umat manusia, untuk segala suku dan bangsa melalui para nabi yang berbicara dalam bahasa yang berbeda. Dan hanya sedikit orang yang paham, tentang Allah sesungguhnya adalah kata yang sama dalam bahasa Arab yang digunakan orang-orang Kristen dan Yahudi untuk menyebut Allah.

Tengoklah Alkitab (Injil) berbahasa Arab, maka di sana akan tertera kata โ€œAllahโ€ digunakan seperti halnya โ€œAllahโ€ digunakan dalam bahasa Inggris: โ€œAllahโ€ adalah kata dalam bahasa Arab dan sama dengan kata dalam bahasa Inggris โ€œGodโ€ dengan huruf โ€œG.โ€ Kata โ€œAllahโ€ itu pun bahkan tidak dapat dibuat jamak.

Lihatlah kata โ€œElโ€ dalam bahasa Aram yang adalah kata untuk Tuhan ketika Yesus berbicara, niscaya lebih mirip pengucapannya dengan kata โ€œAllahโ€ dibandingkan dari kata โ€œGodโ€ dalam bahasa Inggris. Itu pula berlaku untuk berbagai macam kata untuk menyebut Tuhan dalam bahasa Ibrani: โ€œElโ€ dan โ€œElah,โ€ atau โ€œElohimโ€ (dimuliakan) itu.

Alasan kesamaan itu, karena baik bahasa Aram, Ibrani dan Arab adalah bahasa yang berasal-usul sama yaitu bahasa Semit.

Dalam bahasa Arab, kata โ€œAllahโ€ pada dasarnya sama dengan kata โ€œIlahโ€ yang artinya Tuhan, dan karena itu makna dari kata โ€œAllahโ€ adalah juga sama dengan makna dari kata โ€œIlah.โ€

Perbedaan mutlak kedua kata tersebut terletak pada penggunaannya.Dalam bahasa Arab, kata โ€œIlahโ€ dikenal sebagai bentuk mufrad (umum) dan bersifat jamak dengan kata aalihat, sementara kata โ€œAllahโ€ adalah nama khusus dan tidak mempunyai bentuk jamak.

Ucapan seperti โ€œYa Ilahiโ€ atau โ€œYa Allahโ€ menunjukkan, tidak ada perbedaan antara kata โ€œAllahโ€ dan โ€œIlahโ€ kecuali yang satu (โ€œAllahโ€) digunakan hanya untuk makna khusus, dan yang lain (โ€œIlahโ€) lebih digunakan untuk yang bersifat umum. Dalam buku โ€œTauhid dan Syirik,โ€ Syrekh Jaโ€™far Subhani bahkan menyebut kedua kata itu memiliki persamaan yang lebih dekat, sebab berasal dari satu akar kata yang sama.

Kalau kemudian ada kekhususan makna dari kata โ€œAllahโ€ seperti yang sejauh ini disebut oleh kaum Muslim, hal itu tak lain karena kebiasaan orang-orang Arab yang selalu menggunakan lafal โ€œAl Ilah.โ€ Penambahan kata โ€œalโ€ pada โ€œIlahโ€ dimaksudkan untuk menunjuk sesuatu yang telah dikenal dalam pikiran (isyarah dzihniyah). Dalam kitab โ€œMajmaโ€™ul Bayan Jilid 9,โ€ Al Thabarsi menerangkan, huruf โ€œiโ€ pada โ€œAl Ilahโ€ kemudian menjadi hilang dalam percakapan sehari-hari, sehingga โ€œAl ilahโ€ diucapkan sebagai โ€œAllah.โ€

Penjelasan yang kurang lebih sama tentang asal usul penyebutan nama โ€œAllahโ€ juga diungkapkan Thabarsi dalam โ€œMajmaโ€™ul Bayan Jilid 1โ€. Mengutip pendapat Imam Sibawaih (pakar gramatikal tentang asal-usul lafal โ€œAllahโ€) Thabarsi menjelaskan, perubahan dari โ€œIlahโ€ menjadi โ€œAllahโ€ disebabkan penisbian atau peluluhan huruf โ€œhamzahโ€ di atas huruf โ€œiโ€ (alif), sehingga menjadi al maโ€™rifah, yang tak bisa dipisahkan.

Maka ketika menyebut โ€œYa Allah,โ€ pengucapannya bukan โ€œYallahโ€ melainkan โ€œYa Allah.โ€ Seandainya tidak ada huruf โ€œhamzahโ€ dalam kata aslinya, menurut Thabarsi, niscaya pengucapan โ€œhamzahโ€ tidak dibenarkan sebagaimana dalam kata-kata lainnya.

Tentang โ€œAllahโ€ yang berasal dari kata โ€œIlahโ€ dengan menghilangkan huruf โ€œhamzahโ€ dan menggantinya dengan kata โ€œalโ€ juga dijelaskan oleh Ar Raghib di buku โ€œAl Mufradat.โ€ Dalam pandangan Ar Raghib, sebutan โ€œAllahโ€ dikhususkan bagi nama Allah sebagai wajibul wujud, atau zat mutlak yang wajib ada.

Bisa dimengerti karena itu, para ahli tauhid memaknai โ€œAllahโ€ dan โ€œIlahโ€ sebagai makna yang satu, yaitu Tuhan. Namun menurut sebagian ahli tafsir, dalam kalimat tauhid โ€œlaa ilaha illallahโ€ kata โ€œIlahโ€ mempunyai makna maโ€™bud (yang disembah) dan karena itu penggunaan maknanya harus disertai penjelasan bihaqqin (secara benar).

Maka kalimat โ€œTidak ada Tuhan selain Allahโ€ maknanya adalah โ€œTidak ada Tuhan yang wajib disembah secara hak kecuali Allah.โ€

Problemnya: banyak penganut agama Samawi, belum mengerti tentang asal-asal istilah dan sebutan โ€œAllah,โ€ sehingga banyak di antara mereka lalu saling mendaku soal Allah. Orang-orang Islam di sini, bahkan menuliskan โ€œAllahโ€ dengan โ€œAlloh.โ€ Alasannya bermacam-macam.

Sebagian menganggap, pengucapan โ€œAllahโ€ dengan โ€œlahโ€ tebal menyulitkan banyak orang mengucapkannya, dan untuk mempermudah dan agar mendekati pengucapan yang seharusnya, maka digantilah tulisan โ€œAllahโ€ dengan โ€œAlloh.โ€ Dan itulah rancunya, karena bahasa Arab, tidak mengenal vokal e dan o, kecuali hanya tiga vokal: fathah (a), kasrah (i) dan dammah (u).

Aneh rasanya, โ€œAllahโ€ kemudian ditulis โ€œAllohโ€ apalagi diucapkan menjadi โ€œAl-loh,โ€ atau โ€œrahmanโ€ ditulis โ€œrohmanโ€ dan diucapkan โ€œroh-man,โ€ dan sebagainya, sebab tidak ada dasar bahasanya kecuali hanya dicari-cari. Itu sama dengan menuliskan โ€œJosโ€ untuk pengganti โ€œGeorge,โ€ atau โ€œNyu Yokโ€ untuk โ€œNew York.โ€ Dampaknya, kemudian berkembang juga penulisan โ€œAwloh,โ€ โ€œAwoh,โ€ dan sebagainya, yang jauh lebih ngawur dan berkesan olok-olok.

Muncul kemudian penulisan โ€œ4JJIโ€ yang dipersoalkan dalam satu grup di WhatsApp itu. Mungkin maksudnya untuk memudahkan dan tidak terjebak dengan penulisan โ€œAlloh,โ€ tapi tulisan itu, hanya mendekat-dekatkan atau memirip-miripkan dengan tulisan โ€œAllahโ€ dalam bahasa Arab yang terdiri dari huruf alif, lam, lam dan ha. Dan karena disusun dengan huruf Latin, tulisan โ€œ4JJIโ€ semestinya dibaca โ€œempat-je-je-iโ€ bukan โ€œAl-lah.โ€

Alasan dari sebagian yang lain malah lebih ekstrem. Sengaja โ€œAllahโ€ dituliskan โ€œAllohโ€, karena alasan untuk membedakan โ€œAllahโ€ dalam Islam dan โ€œAllahโ€ yang disebut oleh kaum Nasrani. Allah lalu diklaim hanya milik agama tertentu, dan agama lain tak boleh memilikinya.

Itu misalnya pernah terjadi di Malaysia, ketika pemerintah dan ulama di sana melarang penggunaan โ€œAllahโ€ oleh orang Nasrani. Mereka menganggap tak satu manusia pun yang tidak memiliki pandangan keimanan yang sama dengan mereka, layak dan pantas menyebut โ€œAllah.โ€ โ€œAllahโ€ adalah milik mereka, kendati mereka juga tidak paham, siapa Allah dan mengapa harus disebut โ€œAllah.โ€

Sungguh dengan semua nama dan sebutan โ€œAllah,โ€ manusia sesungguhnya tak bisa mengetahui hakikat Allah, kecuali hanya sedikit orang. Nama-nama, istilah atau apa pun sebutan yang ditujukan untuk menyebut Allah, hanyalah salah satu cara manusia untuk mengenal Allah. Dan di balik semua nama dan istilah itu, Allah adalah Allah, dan hanya Allah yang tahu akan Allah. Bukan manusia.


* Jurnalis. Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Tinggal di Jakarta.