Ramadhan

Kultum Ramadhan: Bulan Pendidikan Moral dan Etika Bermasyarakat

Sel, 26 Maret 2024 | 16:00 WIB

Kultum Ramadhan: Bulan Pendidikan Moral dan Etika Bermasyarakat

Ilustrasi damai dalam bermasyarakat. (Foto: NU Online/Freepik)

Ramadhan merupakan bulan yang dipenuhi keberkahan. Pada bulan ini umat Islam berlomba-lomba memperbanyak amal ibadah untuk mendapatkan keutamaan dan keberkahan Ramadhan. Di bulan mulia ini, umat Islam tidak hanya dituntut untuk menahan diri dari gejolak nafsu yang lebih berorientasi pada aspek jasmani.

 

Lebih dari itu, orang berpuasa di bulan Ramadhan dituntut pula untuk selalu menjaga lisan maupun tangan saat berinteraksi dengan masyarakat, baik di dunia nyata maupun maya. Oleh karenanya, bulan Ramadhan jadi momentum melatih dan mendidik etika dan moral dalam bersosial dan bermasyarakat. Rasulullah saw bersabda:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا ‌يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ

 

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: Puasa merupakan perisai, janganlah berkata kotor maupun melakukan hal bodoh. Jika ada seseorang yang mengajak untuk berkelahi atau mencaci maki maka ucapkanlah ‘aku sedang berpuasa’, sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari).

 

Hadits di atas menjelaskan larangan untuk berkata kotor, berbuat bodoh, dan menghina orang lain. Perintah dalam hadits tersebut mencakup perkataan yang dilakukan oleh mulut di dunia nyata ataupun ketikan jari-jemari di dunia maya. Pasalnya, interaksi umat manusia di era sekarang juga terjadi dan bahkan lebih banyak di media sosial dengan melibatkan pergerakan jari tangan. 

 

Tidak hanya itu, dalam hadits tersebut Rasulullah juga memberikan cara bagaimana menanggapi ketika ada orang yang menghina, merendahkan dan mengajak umat Islam untuk berkelahi. Rasulullah menganjurkan untuk menahan amarah dengan berkata ‘aku sedang berpuasa’. Konsekuensi dari tindakan ini ialah dikhawatirkan ibadah puasa yang dilakukan tidak diterima oleh Allah swt.

 

Rasulullah saw bersabda:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

 

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan melakukannya, maka Allah tidak akan memandang perlu meski ia meninggalkan makanan dan minumannya”. (HR. Bukhari).

 

Larangan Menghina Orang Lain 

Terkait larangan menghina orang lain, Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 11:

 

يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُوْنُوْا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوْا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْأَلْقَابِ, بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْإِيْمَانِ, وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). 
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang zalim
”. (Qs. Al-Hujurat: 11).

 

Pada ayat ini dijelaskan larangan kepada laki-laki maupun perempuan untuk melakukan bullying dengan melakukan kekerasan verbal berupa menghina, menjelek-jelekkan dan mendiskreditkan orang lain. Allah dengan tegas melarang hal tersebut karena termasuk perbuatan yang merugikan orang lain. Larangan menghina orang lain itu sebab boleh jadi orang yang direndahkan lebih baik di sisi Allah daripada orang yang merendahkan.

 

Dalam ayat ini disebutkan tiga lafadz yang mengarah pada perilaku bullying yaitu yaskhar, talmizu dan tanabazu. Ketiganya merupakan termasuk dari kekerasan verbal dan dilarang keras dalam Islam. 

 

Prof Quraisy Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari kata yaskhar ialah memperolok-olokkan yaitu menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan menertawakan yang bersangkutan, baik dengan ucapan, perbuatan atau tingkah laku. Lafadz talmizu diambil dari kata al-lamz.

 

Disebutkan bahwa ulama berbeda pendapat terkait makna lafadz tersebut. Ibn ‘Asyur misalnya memahaminya dalan arti ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman dan ini termasuk salah satu bentuk kekurangajaran dan penganiayaan. Adapun makna dari lafadz tanabazu ialah saling memberi gelar yang buruk. (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, [Jakarta: Lentera hati], vol 13, 2002, halaman 251).

 

Sementara itu, Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa arti dari al-sukhriyah ialah tidak melihat kepada saudaranya dengan pandangan hormat, tidak menoleh kepadanya dan merendahkannya. Adapun lafadz al-lamz memiliki arti menyebutkan cacat seseorang pada saat orang itu tidak ada, sedangkan lafadz an-nabz menyebut seseorang dengan julukan yang merendahkan. Ketiganya merupakan bagian dari menghina orang lain dan al-sukhriah adalah yang paling tinggi tingkatannya. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Dar Ihya At-Turats Al-Arabi], juz XXVIII, hal 108).

 

Sedangkan makna dari lafadz bi’sal ismul fusuqu ba’dal iman, Imam Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya berkata:

 

بئس الفسوق بعد الإيمان، وبئس أن تسموا بالفاسق بسبب السخر واللمز والتنابز بعد ما سميتم مؤمنين

 

Artinya: “Maksud dari panggilan fasik yang buruk setelah iman ialah ketika menyebut orang lain dengan fasik sebab mengolok-olok, mencela dan memanggil dengan julukan yang buruk setelah kalian disebut sebagai orang beriman”. (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah], juz II, cet 1, halaman 439)

 

Kesimpulannya, Islam melarang keras praktik bullying baik berupa tindak kekerasan verbal maupun non verbal. Pada kasus kekerasan verbal, dengan menghina dan merendahkan orang lain boleh jadi di antara penyebabnya ialah merasa diri lebih baik dan sempurna dari orang yang direndahkan. 

 

Di momen Ramadhan ini, marilah kita fokus kepada diri kita dan orang sekitar kita, sebab kita diperintahkan untuk fokus memperbaiki diri sendiri dan menjaga serta mengingatkan orang sekitar kita untuk selalu beribadah kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Wallahu a’lam

 

Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon, Mahasantri Mahad Aly Saiidussiddiqiyah Jakarta.