Ramadhan

Kultum Ramadhan: Larangan Mengganggu Orang Lain

Sen, 27 Maret 2023 | 19:00 WIB

Kultum Ramadhan: Larangan Mengganggu Orang Lain

Kultum Ramadhan: Larangan Mengganggu Orang Lain. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Di antara perilaku yang sangat penting diubah dalam bulan Ramadhan yang mulia adalah perilaku mengganggu orang lain. Baik terkait hal-hal kecil maupun terkait hal-hal besar. Baik terkait harta, jiwa, dan perasaan ataupun terkait kenyamanan orang lain. Terlebih perilaku itu berupa menghalang-halangi orang lain untuk berbuat baik.


Ada orang mau bekerja diganggu. Ada orang mau ibadah direcoki. Ada orang mau mendonasikan sebagian hartanya dihalang-halangi. Ada orang mau istirahat atau tidur juga diganggu waktu istirahatnya. Bahkan ada orang yang bahagia dengan keluarganya diganggu oleh pihak ketiga. Demikian pula gangguan lainnya terhadap orang lain. Baik perilaku mengganggu orang lain itu dilakukan secara sadar ataupun tidak. 


Dalam kesempatan bulan Ramadhan penuh berkah ini, masing-masing orang sangat perlu melakukan muhasabah atau introspeksi, apakah sering atau terbiasa mengganggu orang lain atau tidak. Sebab orang yang suka mengganggu orang lain sebenarnya lebih buruk daripada binatang. 


Berkaitan hal ini Allah berfirman:


وَإِذَا قِیلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُوا۟ فِی ٱلۡأَرۡضِ قَالُوۤا۟ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ (البقرة: ١١)


Artinya, "Dan ketika dikatakan kepada orang-orang munafik: "Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi", mereka justru menjawab: "Niscaya kami adalah orang-orang yang membuat kebaikan." (QS Al-Baqarah: 11).


Merujuk penafsiran Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Kitab Tafsirul Jalalain juz I halaman 28, maksud kerusakan yang dilakukan oleh orang-orang munafik dalam ayat adalah kekufuran dan menghalangi-halangi orang lain untuk beriman. 


Klaim orang-orang munafik bahwa mereka adalah orang-orang yang membuat kebaikan kemudian dimentahkan oleh Allah subhanallah wata'ala dengan firman-Nya: 


أَلَاۤ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَـٰكِن لَّا یَشۡعُرُونَ (البقرة: ١٢)


Artinya, "Ingatlah, sungguh orang-orang munafik itu sebenarnya adalah orang-orang yang membuat kerusakan, akan tetapi mereka tidak merasa." (QS Al-Baqarah: 12).


Merujuk catatan kritis Imam Ahmad As-Shawi dalam kitabnya Hasyiyatus Shawi juz I halaman 28, ada frasa menarik dalam ayat ini, yaitu "walakilla yasy'urun", akan tetapi mereka tidak merasa. Mengapa yang disinggung dalam ayat ini adalah perasaan atau insting mereka? Bukan pengetahuan atau akal mereka, sehingga ayat berbunyi: 


وَلَـٰكِن لَّا یَعۡلَمُونَ


Artinya, "Akan tetapi mereka tidak mengetahui."


Imam As-Shawi menjelaskan, karena orang-orang munafik tidak mempunyai kesadaran, sebab mata hati mereka telah kabur tidak jelas melihat kebenaran. 


Allah menggunakan redaksi "walakilla yasy'urun", akan tetapi mereka tidak merasa; dan tidak menggunakan redaksi "walakilla ya'lamun", akan tetapi mereka tidak mengetahui, karena memberi isyarat bahwa kepekaan mereka tidak sampai (lebih rendah) daripada kepekaan binatang. Karena binatang meskipun tidak punya akal, tapi punya perasaan atau insting untuk menghindari setiap bahaya yang menghampirinya. Beda dengan orang-orang munafik yang tidak mempunyai kepekaan bahwa perilaku mereka mengganggu orang lain untuk beriman itu akan berbahaya bagi mereka. Demikian dijelaskan oleh Imam As-Shawi.


Sederhananya, semisal kambing melewati suatu jalan, maka dengan instingnya ia akan memilih jalan yang baik. Instingnya berfungsi. Beda dengan orang-orang munafik yang menghalang-halangi atau mengganggu orang yang hendak beriman. Insting mereka tidak berfungsi sehingga peka bahwa perbuatan itu sangat berbahaya bagi mereka. Yaitu mereka akan semakin sengsara di dunia dan akhirat. Insting orang-orang munafik tidak berfungsi, apalagi akal mereka. 


Bila perilaku orang-orang munafik yang suka mengganggu orang untuk beriman ini kita ambil pelajaran, maka orang yang suka mengganggu orang lain sama seperti mereka. Insting mereka tidak berfungsi untuk menyadari bahwa perbuatannya itu akan mendatangkan bahaya bagi mereka. Yaitu bahaya dosa karena telah mengganggu orang dan bahaya didoakan buruk oleh orang yang diganggu. Dalam Islam diketahui bahwa doa orang yang diganggu secara jahat atau zalim sangat manjur. 


Dari sini dapat disimpulkan bahwa orang yang suka mengganggu orang lain berarti instingnya tidak berfungsi, kepekaannya tidak jalan, dan akalnya tidak aktif. Karenanya dapat dikatakan, orang yang suka mengganggu orang derajatnya lebih rendah daripada binatang. Binatang saja masih peka untuk memilih hal yang baik bagi dirinya, sementara orang yang suka mengganggu orang lain tidak peka. 


Selain itu, perilaku mengganggu orang lain secara jahat sangat dilarang dalam agama Islam, baik dalam Al-Qur'an maupun hadits-hadits Nabi Muhammad saw. 


Secara tegas Allah melarang perbuatan zalim mengganggu orang lain berfirman:


إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا (النساء: ١٠)


Artinya, “Sungguh orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim niscaya mereka sebenarnya memakan api dalam perut mereka dan mereka akan masuk ke neraka." (QS An-Nisa': 10).


Demikian pula diriwayatkan hadits qudsi dari Nabi Muhammad saw: 


عَنْ أَبِى ذَرٍّ الْغِفَارِيّ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ سبحانه وتعالى أَنَّهُ قَالَ: يَاعِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا


Artinya, "Diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari ra, dari Nabi saw, dalam firman yang ia riwayatkan dari Tuhannya swt, bahwa Ia berfirman, "Wahai para hamba-Ku, sungguh aku haramkan kezaliman pada Dzat-Ku, dan aku jadikan kezaliman itu sebagai perilaku yang diharamkan di antara kalian. Karenanya janganlah kalian saling menzalimi"." (HR Muslim).


Selain itu dalam hadits lain yang sangat juga diriwayatkan:


عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ. (حَدِيث حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه وَالدَّارَقُطْنِيُّ وغيرهما)


Artinya, "Diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri ra, sungguh Nabi saw bersabda: "Janganlah membahayakan orang lain dan janganlah membalas perilaku yang membahayakan dari orang lain"." (HR Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, dan selainnya. Hadits hasan).


Menjelaskan hadits ini Syekh Muhammad bin Abdillah Al-Jurdani mengatakan:


"Lahiriah hadits ini menunjukkan keharaman seluruh tindakan yang membahayakan orang lain. Baik sedikit maupun banyak … Karenanya wahai saudaraku, hindarilah perilaku menyakiti orang lain atau membahayakannya, baik dalam urusan jiwa, istri, harta, atau kehormatannya." 


Demikian dijelaskan oleh Syekh Muhammad Al-Jurdani dalam kitabnya, Al-Jawahir Al-Lu'lu'iyah halaman 332.


Rasulullah saw juga bersabda:


 اَلظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري ومسلم)


Artinya, "Kezaliman adalah kegelapan di hari Kiamat." (HR Al-Bukhari dan Muslim).


Simpulannya, dalam bulan suci Ramadhan ini, mari kita sucikan diri dengan muhasabah atau instrospeksi, utamanya tentang perilaku kita yang mengganggu, merugikan, membahayakan atau menyakiti orang lain. Baik terkait hal-hal kecil, apalagi terkait hal-hal yang besar. Karena perilaku mengganggu orang lain secara jahat adalah dosa dan mendatangkan kegelapan di hari Kiamat. Pelakunya pun lebih rendah derajatnya daripada binatang. Wallahu a'lam.


Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda