Syariah

Hukum Makanan dan Minuman yang Kejatuhan Keringat

Sen, 30 September 2019 | 15:50 WIB

Hukum Makanan dan Minuman yang Kejatuhan Keringat

(Ilustrasi: quicpic.pw)

Tidak setiap orang mampu membeli makanan di tempat yang sangat menjaga higienitas tinggi dengan harga mahal. Ada pula, karena memang selera, banyak orang yang lebih memilih mencari warung-warung di pinggir jalan. Kualitas depot, stan, atau warung tentu beragam. Ada yang bersih, ada pula yang kurang memperhatikan kebersihan.
 
Kasus warung kurang higienis di antaranya ditemukan pada perilaku penjual kurang hati-hati: saat masak atau melayani pelanggan, air keringatnya menetes ke makanan; atau bersin sembarangan tanpa menutup mulut padahal di depannya ada makanan. Normalnya, situasi ini akan mengganggu selera orang. Namun, bagaimana pandangan fiqih tentang hal tersebut? Apakah makanan-minuman yang terkena tetesan keringat atau ingus masih layak makan? 
 
Penting untuk diketahui, menurut fiqih, keringat, air liur, dan ingus tak termasuk barang najis. Sehingga apabila ada makanan yang terkena tetesan air keringat atau terkena air liur, hukumnya tetap masih suci dan halal dimakan walaupun bersumber dari keringat orang haid sekali pun.
 
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا فَرْقَ فِي الْعَرَقِ وَاللُّعَابِ وَالْمُخَاطِ وَالدَّمْعِ بَيْنَ الْجُنُبِ وَالْحَائِضِ وَالطَّاهِرِ وَالْمُسْلِمِ وَالْكَافِرِ وَالْبَغْلِ وَالْحِمَارِ والفرس والفار وَجَمِيعِ السِّبَاعِ وَالْحَشَرَاتِ بَلْ هِيَ طَاهِرَةٌ مِنْ جَمِيعِهَا وَمِنْ كُلِّ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ وَهُوَ مَا سِوَى الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيرِ وَفَرْعِ أَحَدِهِمَا 
 
Artinya: “Ketahuilah sesungguhnya tidak ada perbedaan antara keringat, air liur, ingus, dan air mata; antara milik orang yang junub, haid, orang suci, muslim maupun kafir, bighal, himar, kuda, tikus dan semua hewan buas, termasuk keluarga serangga. Bahkan semua itu hukumnya adalah suci. Dan setiap dari hewan yang suci yaitu selain anjing dan babi serta cabang anak atau persilangan atau cabang dari keduanya” (Imam Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, [Darul Fikr], juz 2, h. 559).
 
Sayyidah Aisyah, istri Nabi, dalam sebuah hadits menceritakan bahwa ketika Abdullah bin Zubair lahir, Rasulullah mengunyah kurma, lalu memasukkannya di mulut anak kecil itu, sehingga yang masuk pertama kali ke perut si anak adalah ludah Rasulullah.
 
أَوَّلُ مَوْلُودٍ وُلِدَ فِي الإِسْلاَمِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ أَتَوْا بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «فَأَخَذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَمْرَةً فَلاَكَهَا، ثُمَّ أَدْخَلَهَا فِي فِيهِ، فَأَوَّلُ مَا دَخَلَ بَطْنَهُ رِيقُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 
Artinya: “Anak yang pertama kali dilahirkan dalam Islam adalah Abdullah bin Zubair. Mereka membawa Abdullah bin Zubair ke hadapan Nabi Muhammad ﷺ. Kemudian Nabi mengambil kurma kemudian mengunyahnya. Setelah itu Nabi memasukkan kurma tersebut ke dalam mulut Abdullah bin Zubair. Dengan begitu, benda yang pertama kali masuk ke perutnya Abdullah bin Zubair adalah air ludah Rasul ﷺ” (HR Bukhari).
 
Dalam sebuah hadits yang panjang, diceritakan bahwa Ummu Sulaim juga mengambil keringatnya Rasulullah ﷺ kemudian pada ujung hadits, Rasul bertanya kepada Ummu Sulaim:
 
مَا تَصْنَعِينَ؟ يَا أُمَّ سُلَيْمٍ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ نَرْجُو بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا، قَالَ: أَصَبْتِ
 
Artinya: “Apa yang kamu perbuat, wahai Ummu Sulaim?’, Ummu Sulaim menjawab ‘Ya Rasulallah, kami mengharapkan keberkahannya untuk anak-anak kami.’ Rasul menjawab ‘Kamu benar’,” (HR Muslim).
 
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keringat, air liur, dan air mata bukan merupakan benda najis. Sehingga apabila mengenai makanan atau minuman, hukum makanan itu tetap suci dan halal dikonsumsi. Wallahu a’lam
 
 
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang