Syariah

Jangan Tertipu, Ini Beda Cryptocurrency Asli dan Cryptocurrency Palsu

Sen, 9 November 2020 | 15:00 WIB

Jangan Tertipu, Ini Beda Cryptocurrency Asli dan Cryptocurrency Palsu

Mata uang kripto yang sah dipergunakan sebagai harta adalah komoditas kripto yang bisa diperdagangkan secara bebas dan terbuka.

Beredarnya beberapa aplikasi yang menawarkan paket jual beli harta digital telah menarik perhatian banyak orang. Beberapa di antaranya mengatasnamakan harta poin, viewpoint, digital crypto, mata uang digital, dan sejenisnya. Padahal, semua pengatasnamaan ini sama sekali bertentangan dengan konsep dasar utama dari cryptocurrency (mata uang kripto; mata uang digital). Bolehlah kita sebut aset digital tersebut sebagai yang palsu/abal-abal.

 

Di sinilah menariknya kita untuk membahas mengenai perbedaan utama dari harta digital atau mata uang digital palsu dan cryptocurrency asli. Jika tidak dibahas, khawatir masyarakat dengan gampangnya ditipu oleh kalangan yang tak bertanggung jawab.

 

Harta Digital Dasar

Baik suatu harta merupakan harta riil maupun harta digital, maka tiap-tiap harta itu selalu memiliki 6 ciri utama, yaitu: 

  1. Memiliki nilai umum yang berlaku di pasaran (qimatu al-mitsli)
  2. Untuk memiliki nilai, harta tersebut harus bersifat bisa ditakar, ditimbang atau diukur kadar nilainya (mutaqawwam/punya underlying asset), yang berarti harta itu harus bersifat riil dan bisa diketahui manfaatnya
  3. Relasi antara kedua harga dan barang (mutaqawwam) harus bisa dijamin (qimatu al-mitsli) baik secara hukum maupun secara hakiki.
  4. Untuk bisa dijamin secara hukum maka harta itu harus bisa diserahterimakan secara hukum
  5. Untuk bisa dijamin secara hakiki maka harta itu harus bisa diserahterimakan secara hakiki
  6. Ciri khas harta tersebut bisa diserahterimakan secara hukum dan secara hakiki adalah harta itu harus bisa dikuasai, disimpan, dan bebas ditasarufkan (tanpa adanya sekat). Jika timbul sekat penasarufannya maka itu tandanya harta tersebut adalah bukan “harta”, melainkan barang itu adalah “seolah-olah harta”

 

Suatu misal, 1 poin bisa ditukar dengan sendok. Harga 1 sendok adalah 5.000 rupiah. Dalam kondisi seperti ini maka 1 poin nilainya adalah setara dengan 5.000 rupiah.

 

Nilai setara (5.000) semacam ini disebut dengan istilah qimatu al-mitsli (nilai standar yang bisa ditemui padanannya di pasar). Sendok dan poin menempati derajat mutaqawwam (harta underlying asset).

 

Alhasil, jika Anda memiliki 3 poin maka Anda seolah memiliki uang sejumlah 15.000, atau sendok sebanyak 3 buah. Sampai kapan? Sampai batas waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit poin.

 

Karena poin dan sendok merupakan satu kesatuan yang saling mendukung bagi terbentuknya uang senilai 5000/poin maka baik harta poin maupun harta sendok, dua-duanya wajib disediakan oleh entitas penerbit.

 

Contoh praktis yang umum kita kenal adalah pulsa, Token Listrik Prabayar, Kartu e-Tol, E-Ticket, dan sejenisnya. Semua ini memiliki underlying asset  berupa manfaat yang jelas. Siapa yang menyewa, siapa yang berutang, semuanya jelas kedudukannya.

 

Harta Digital Maushuf fi al-Dzimmah

Harta digital maushuf fi al-dzimmah ini pada dasarnya memiliki teori yang sama dengan harta digital asli dasar. Dinamakan dengan istilah maushuf fi al-dzimmah, karena nilai underlying asset-nya (harta penjamin nilai) tidak ditampakkan.

 

Meskipun tidak tampak, bukan berarti harta itu tidak memiliki barang  penjamin. Barang penjaminnya tetap ada, namun seiring masyarakat sudah menerimanya secara umum, maka ia kedudukannya sebagai harta adalah bisa diterima baik secara adat, maupun secara transaksional.

 

Contoh harta maushuf fi al-dzimmah dan riil serta diterima oleh adat, adalah mata uang kertas. Meski kita tidak mengetahui emas sebagai aset yang dijadikan jaminan, namun karena negara yang menjadi penjamin adalah pihak yang  terpercaya, maka uang kertas ini menjadi berlaku. Syaratnya adalah satu, yaitu pihak penerbitnya merupakan entitas terpercaya dan selaku pihak yang menyediakan dan menyimpan  aset jaminan. Di Indonesia, hal itu diperankan oleh Bank Indonesia (BI).

 

Dalam dunia digital, harta maushuf fi al-dzimmah yang umum kita kenal adalah Bitcoin, Etherium, dan beberapa jenis harta digital lainnya. Harta ini masuk kelompok harta  yang bisa dijamin secara transaksional. Keberadaan harta ini bersifat sah, jika  dihasilkan dari sebuah “harta” (dlamman bi al-mal) dan “pekerjaan” (dlamman bi al-nafsi) yang sah. Tanpa keduanya, maka harta digital ini seolah berdiri tanpa  penjamin sehingga bersifat fiktif.

 

Di pasar modal, harta ini umumnya ada dalam bentuk saham, indeks, obligasi, cek, giro dan sejenisnya.

 

Di dunia aset digital, harta ini terdiri dari “poin yang disampaikan oleh perusahaan yang diketahui legalitasnya,” seperti telkomsel, XL, Indosat, Youtube, Google, dan sejenisnya.

 

Bitcoin, dan semua aset cryptocurrency, di satu sisi bisa dikelompokkan dalam harta jenis kedua ini. Underlying assetnya adalah berupa manfaat pertukaran  dan bahannya yang berupa kriptografi adalah yang bisa ditambang serta tidak bisa dipalsukan oleh siapapun. Ini yang menjadikannya bisa  diterima sebagai alat pertukaran dan berharga.

 

Yang perlu dicatat dari aset digital kelompok ini adalah:

  1. legalitas kerja dan tempat usaha yang menerbitkan aset digital dan harta kripto
  2. Tanpa keberadaan penjamin ini, maka kelompok aset tersebut masuk dalam ranah harta tanpa penjamin. Hukumnya tidak sah sebagai yang ditransaksikan untuk memperoleh keuntungan disebabkan bertentangan dengan dhahir nash larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari mengambil  keuntungan sesuatu yang tiada berpenjamin (naha  rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ‘ani ribhi ma lam yudlman).

 

 

Harta Digital Gaib

Dilihat dari namanya saja, harta itu bisa dikelompokkan sebagai 2, yaitu:

  1. Harta  gaib yang mungkin bisa diadakan
  2. Harta  gaib yang sama sekali tidak bisa diadakan (harta ma’dum)

 

Pertama, Harta gaib yang mungkin bisa diadakan. Harta atau efek yang masuk dalam kelompok ini misalnya adalah aset  yang diperdagangkan secara forward atau future. Pengadaan barang atau harga yang dipesan secara forward atau future ini mensyaratkan:

  1. Harga dan barang harus disepakati di awal di majelis akad. Hal semacam ini dikenal dengan istilah tunai.
  2. Waktu penyerahan harga dan barang harus bisa ditentukan
  3. Salah satu harga atau barang, harus diserahkan di muka saat transaksi itu berlangsung

 

Sifat pengadaan barang semacam ini  adalah  termasuk rumpun akad salam. Jual belinya disebut dengan istilah bai’ maushuf fi al-dzimmah, yaitu jual  beli inden barang yang diketahui karakteristiknya dan bisa dijamin pengadaannya.

 

Kedua, Harta gaib yang  tidak mungkin diadakan. Umumnya harta jenis ini kita kenal sebagai harta mondial atau harta fiktif. Jual belinya adalah tidak sah sehingga harus dibatalkan. Uang harus kembali kepada pembelinya. Jika tidak, maka uang itu akan menjadi  utang, sampai kapan pun sehingga dilunasi oleh penjualnya yang dalam kedudukannya berubah sebagai pihak yang berutang.

 

Ciri khas dari harta ini adalah:

  1. Tidak laku dijual di pasaran terbuka
  2. Barang itu hanya laku di kalangan jaringan anggotanya saja
  3. Sistem penjualannya, pasti melibatkan sistem piramida atau kamuflase dari sistem piramida.

 

Kamuflase Sistem Piramida

 

Banyak pihak yang sudah mengetahui bahwa sistem piramida itu adalah menyerupai sistem MLM. Karena sudah banyak diketahui itu, maka banyak entitas developer penjaja cryptocurrency abal-abal, membisniskan dagangan mereka itu dengan jalan menyembunyikan sifat piramidanya itu dengan jalan:

 

  1. Seolah-olah tidak ada biaya pendaftaran. Biaya pendaftaran baru berlaku ketika sudah ada di tengah-tengah misi.

 

  1. Beberapa aplikasi menawarkan bonus secara terang-terangan bagi member yang berhasil menarik  member lain. Dalam kancah digital, member ini sering disamarkan dalam bentuk referral, sponsor atau associate. Tapi intinya sama, yaitu menjadi sub dari member yang mengajak atau mensponsorinya. Bukti yang paling mudah dikenali adalah adanya kode referral yang sering dijajakan.

 

  1. Dalam dunia digital, pola pembagian bonus ini acapkali dikamuflasekan seolah dari perusahaan langsung. Padahal sebenarnya tidak. Perusahaan hanya berperan membagi-bagi saja. Tentu saja pembagian itu adalah berbekal referral. Mana mungkin diperkenalkan kode referral tanpa adanya fungsi bagi pembagian. Yang dibagi ya uangnya anggota yang mendaftar dan menjadi referral dari member yang kodenya ia jadikan referensi

 

  1. Terkadang kegiatan dikamuflasekan dengan dalih sewa alat penambang, padahal sejatinya tidak ada kegiatan menambang sama sekali. Seperti halnya kasus E-Dinar. Meski sebenarnya E-Dinar ini adalah benar berlaku sebagai mata uang kripto asli, namun harganya tak mampu beranjak dari kejatuhan di pasaran. Alhasil, koin E-Dinar merupakan koin sampah. Namun, untuk menjaga profitabilitas penambangnya, maka diperkenalkan komunitas penambang dengan dalih sewa alat, lalu ditetapkan biaya fix rate yang tidak sesuai dengan harga sebenarnya di pasaran terbuka. Tentu saja ini merupakan sebuah tindakan licik, sebab menghindari pasar dan cenderung pada usaha memperkaya diri sendiri, pihak pengembang.

 

  1. Dalih yang lain adalah mengumumkan diri sebagai entitas pengembang mata uang digital secara private dan tertutup pihak pihak anggotanya. Padahal, sejatinya ini adalah dalih pengelabuhan untuk menghindari terbukanya kedok, bahwa apa yang dibisniskannya merupakan sesuatu yang  sifatnya tak ada nilai (mondial). Jalur bisnisnya pun mengadopsi jalur MMM, namun gaya baru, yaitu MMM digital. Mereka seolah tampil tanpa butuh mencari anggota. Uniknya, meski mengaku tidak butuh mencari anggota, mereka justru menawarkan dengan gencar referensi dan sponsor. Sebuah tindakan yang saling  bertabrakan antara pengakuan dan praktik.

 

Kesimpulan

Harta merupakan suatu entitas yang bisa diperjualbelikan. Setiap yang dinamakan harta selalu memiliki 3 komponen utama penyusunnya, yaitu (1) qimatu al-mitsly (nilai standar pasar) dan (2) underlying asset (mutaqawwam),  dan (3) jaminan nilai (dlaman).

 

Ketiganya ini membentuk satu kesatuan dalam menyusun harta, termasuk dalam membentuk sebuah mata uang kripto.

 

Mata uang kripto yang sah dipergunakan sebagai harta adalah komoditas kripto yang bisa diperdagangkan secara bebas dan terbuka. Asas yang ditepati oleh kripto model semacam ini adalah bebasnya dipergunakan dalam belanja.

 

Mata uang kripto yang tidak sah dan abal-abal adalah cryptocurrency yang diperdagangkan secara private, tertutup dalam sistem skema piramida.

 

Bila anda menemui adanya pihak yang mengaku sebagai developer/pengembang mata uang  kripto, namun ada skema piramida di balik itu semua, termasuk diiringi dengan ajakan agar mencari anggota referral, maka bisa dipastikan bahwa entitas developer demikian adalah termasuk penjaja mata uang kripto abal-abal. Tujuan utamanya adalah mengeruk  harta orang lain secara batil. Wallahu a’lam bish shawab.

 

 

Muhammad Syamsudin, S.Si., M.Ag, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jatim