Syariah PARENTING ISLAMI

Ketika Anak Bertanya tentang Syariah Islam

Sen, 25 Oktober 2021 | 02:00 WIB

Ketika Anak Bertanya tentang Syariah Islam

Ketika Anak Bertanya Tentang Syariah Islam

Menurut penelitian, Psikolog anak Paul Harris, pada usia usia 2-5 tahun, anak-anak akan melontarkan sekitar 40 ribu pertanyaan. Hal itu sebagaimana termaktub dalam artikel This Is The Real Reason Kids Ask ‘Why’ So Much — And What To Do About It, dari Scarymommy.com. Pertanyaan itu muncul sebab terpengaruh pada lingkungan sekitar anak. 


Pertanyaan dari anak tersebut bukan karena anak ingin mengganggu orang tua semata. Lebih dari itu, anak-anak membutuhkan jawaban dan penjelasan sederhana. Jika pertanyaan dirasa sudah terjawab, anak-anak akan bertanya lanjutan, dan pada akhirnya akan berhenti, sebab jawaban sudah diperoleh. 


Dalam konteks masyarakat muslim, anak-anak biasanya akan banyak bertanya tentang seputar masalah teologis dan keislaman. Pertanyaan yang muncul dari anak itu terkadang gampang dijawab. Namun, terkadang ada juga pertanyaan yang sulit, yang membuat kening mengernyit.


Di antara ragam persoalan yang sering dicelotehkan anak adalah pertanyaan terkait syariat Islam. Jamak terdengar anak bertanya tentang apakah syariat Islam? Pertanyaan itu bisa ia tanyakan sebab mendengar ceramah di televisi atau sekadar pengajian di masjid. Atau sekilas mendengar obrolan orang tuanya. 


Menerima pertanyaan ini, seyogianya respons orang tua pada anak tersebut akan memberikan pemahaman secara mendasar. Kendati, anak belum mampu memahaminya secara utuh. Orang tua bisa memberikan pemahaman dengan ibarat, dan tamsil untuk memudahkan anak mencerna jawaban. 


Syariah dari segi pengertian bahasa adalah jalan menuju sumber air. Kenapa dikatakan jalan, sebab manusia dalam kehidupannya, bahkan makhluk hidup secara keseluruhan pasti membutuhkan air untuk kelanjutan hidupnya. Kebutuhan akan air itu dipandang dari segi fisik, sebagai kebutuhan primer. Sebab air adalah sumber kehidupan, dan jalan itu mencapai air itu adalah yang disebut jalan atau syariah. 


Pun dari agama, syariah dibutuhkan manusia. Syariah merupakan kebutuhan hidup rohani manusia. Dalam definisi ulama, syariah adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Allah yang berfungsi untuk mengatur hubungan hubungan manusia dan alam. Juga mengatur hubungan sesama manusia. Pun syariah juga untuk mengatur hubungan manusia dan Allah. 


Syariah Islam itu ditujukan pada manusia yang; Islam, berakal, dewasa, dan yang sadar atau waras. Oleh sebab itu, orang gila tidak wajib menjalankan syariat. Begitu juga dengan anak-anak, belum diwajibkan menjalan syariat. Pun orang yang hilang akal, misalnya orang tidur, pingsan, atau pasien koma di rumah sakit, mereka semua itu tidak dituntut melaksanakan syariat.


Secara sederhana, syariat itu terbagi lima; wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah (boleh). Pembagian syariat yang lima itu memiliki konsekuensinya masing-masing. Misalnya, dalam Al-Qur’an sudah ada perintah untuk mengerjakan shalat. Muslim yang memiliki yang dibebankan syariah (dewasa, berakal, sadar), wajib untuk shalat.


Lantas dari mana muslim itu tahu shalat itu wajib? Ada dalil qathi—perintah shalat—, dalam Al-Qur’an. Pun misalnya ada larangan mencuri. Ketika seseorang mencuri, maka ia berdosa. Dari mana aturan berdosa bagi mencuri itu datang? Ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang melarangnya. Dari ayat dan hadits itu, ulama menetapkan hukum bahwa mencuri itu merupakan perbuatan haram dan berdosa. 


Lantas bagaimana orang yang lalai menjalankan syariat? Untuk manusia yang lalai menjalankan syariat maka ia dianggap muslim yang durhaka. Ia dikenakan dosa sebagai ganjaran perbuatannya. Misalnya, muslim yang tak mau puasa, padahal ia dikenakan syariat, maka ia akan dikenakan dosa sebab membantah perintah Allah. 


Ibarat PR sekolah, guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan tugas di rumah. Namun, Andi tak mau mengerjakan tugas tersebut, maka guru tersebut pasti akan menghukum Andi. Kenapa? Ia dianggap durhaka karena tak mengerjakan perintah. Begitu juga dengan shalat dan perintah Allah lain. Manusia yang tidak mau mengerjakan dianggap sudah durhaka pada Allah.


Lantas apakah syariat hanya berisi larangan saja? Tidaklah demikian, syariah itu adalah aturan untuk mengatur kehidupan manusia dengan Tuhan, manusia lain, dan dengan alam. Bisa dibayangkan jika manusia tidak ada yang mengatur, maka akan kacau balau. 


Jika tidak ada “aturan” jangan mencuri, maka bisa dibayangkan betap ngerinya kehidupan? Bisa jadi manusia saling merampok dan merampas. Bayangkan bila tidak ada aturan tidak boleh membabat hutan? Bisa jadi akan terjadi banjir bandang, longsor dan irigasi. Syariah itu intinya untuk mengatur manusia dengan baik. Orang yang menjalankannya akan mendapatkan pahala. Kelak akan masuk surga. Sedangkan bagi yang meninggalkan akan terkena dosa, dan dianggap durhaka—kelak ia akan masuk neraka. 


Untuk lebih jelas, Imam Imam Al-Ghazali, dalam Kitab Al-Mustashfa, menjelaskan ada lima hal tujuan syariah. Lima tujuan pokok itu selalu ada dalam syariah. Sebab itulah tujuan utama adanya syariah Islam diberlakukan Allah pada manusia. Pendek kata, syariah ujungnya adalah maslahah (kebajikan) bagi manusia. Imam Ghazali berkata;


ومقصود الشرع من الخلق خمسة: وهو أن يحفظ عليهم دينهم ونفسهم وعقلهم ونسلهم ومالهم، فكل ما يتضمن حفظ هذه الأصول الخمسة فهو مصلحة، وكل ما يفوت هذه الأصول فهو مفسدة، ودفعها مصلحة


Artinya, “Tujuan syariat yang berlaku atas makhluk ini ada 5, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya. Segala kebijakanyang berorientasi pada penjaminan terhadap kelima dasar pokok ini disebut juga sebagai maslahah. Sebaliknya, kebijakan yang meninggalkan kelima asas dasar ini, maka termasuk mafsadah. Oleh karena itu, menolaknya adalah tindakan yang maslahah.”


Secara to the point, tujuan Syariah itu diungkapkan oleh Syekh ‘Izuddin bin Abdis Salam. Ia mengatakan tujuan utama syariah adalah maslahat bagi manusia, dan meninggalkan keburukan (kebinasaan).


إن الشريعة كلها مصالح إما درء مفاسد أو جلب مصالح


Artinya, “Sungguh seluruh syari’at adalah untuk tujuan maslahat, baik dalam bentuk menolak maafsadat maupun menghadirkan kemaslahatan.”


Contoh sederhana, membunuh itu menurut syariah Islam hukumnya haram, maka seorang muslim dilarang membunuh orang lain. Nah, larangan untuk membunuh adalah bertujuan menyelamatkan manusia. Jadi dalamnya, ada kemaslahatan (kebaikan) yaitu menyelamatkan nyawa manusia. Pendek kata, perintah syariah Islam itu mengandung kemaslahatan. 


Ustadz Zainudin Lubis, pegiat kajian Islam. tinggal di Ciputat.

 

Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI