Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 20

Sel, 18 Agustus 2020 | 13:30 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 20

Pada orang-orang munafik, ada kelompok munafik murni seperti orang-orang Yahudi Madinah di masa Rasulullah dan orang-orang yang dihinggapi sebagian penyakit kemunafikan. (Ilustrasi: shutterstock)

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 20.


يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


Yakādul barqu yakhthafu abshārahum kulla mā adhā’a lahum masyaw fīhi. Wa idzā azhlama ‘alaihim qāmū wa law syā’allāhu la dzahaba bi sam‘ihim wa abshārihim. Innallāha ‘alā kulli syai’in qadīr. (Surat Al-Baqarah ayat 20).


Artinya, “Kilat itu hampir menyambar penglihatan mereka. Setiap kali cahaya menerangi, mereka berjalan di tengahnya. Tetapi ketika gelap, mereka berdiam. Kalau saja menghendaki, niscaya Allah akan menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh, Allah maha kuasa atas segala sesuatu,” (Surat Al-Baqarah ayat 20).


Ragam Tafsir

Tafsir Al-Jalalain mengartikan Surat Al-Baqarah ayat 20, “Kilat itu hampir atau (mendekati) menyambar penglihatan mereka (mengambilnya dengan cepat). Setiap kali cahaya menerangi, mereka berjalan di tengah (bawah cahaya)-nya. Tetapi ketika gelap, mereka berdiam (diri).


Surat Al-Baqarah ayat 20 merupakan perumpamaan atas hujah-hujah di dalam Al-Qur’an yang mengejutkan hati mereka, pembenaran mereka atas putusan Al-Qur’an yang mereka sukai, dan sikap diam mereka atas hukum Al-Qur’an yang mereka benci. 


“Kalau saja menghendaki, niscaya Allah akan menghilangkan (organ lahiriyah) pendengaran dan penglihatan mereka (sebagaimana Allah melenyapkan pendengaran dan penglihatan batin). Sungguh, Allah maha kuasa atas segala sesuatu.” Salah satu bentuk kuasa-Nya adalah pelenyapan semua yang tersebut.


Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma‘alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, mengatakan, “Yakādu” bermakna hampir atau mendekati. Misalnya, “kāda yaf‘alu” artinya seseorang sudah dekat melakukan sesuatu, tetapi belum melakukannya. “Yakhthafu abshārahum” berarti menyambar, merampas, atau mengambil dengan cepat.


“Setiap kali cahaya menerangi, mereka berjalan di tengahnya. Tetapi ketika gelap, mereka berdiam” diri terpaku kebingungan. Allah pada Surat Al-Baqarah ayat 20 mengumpamakan orang-orang munafik dengan penyakit kufur dan nifaqnya dengan suatu kaum yang terjebak di sebuah tanah terbuka pada gelap malam lalu turun hujan ketika itu.


Di tengah kegelapan demikian, seseorang tidak mungkin berjalan. Di tengah gelegar petir, orang-orang menyumbat telinga karena kekuatan suara gemuruhnya. Sedangkan kilat hampir saja menyambar dan membutakan penglihatan mereka karena sangat silaunya.


Demikianlah, kata Al-Bagowi, perumpamaan pada Surat Al-Baqarah ayat 20 yang dibuat Allah untuk Al-Qur’an dan kelakukan orang-orang kafir dan munafik. Hujan adalah simbol Al-Qur’an karena dapat menghidupkan batin sebagaimana hujan menghidupkan tanah kering yang mati.


Adapun kegelapan yang disebut dalam Surat Al-Baqarah ayat 20 adalah kekufuran dan kemusyrikan. Gelegar petir yang mereka takuti adalah ancaman siksa Allah dan neraka. Sementara kilat adalah simbol petunjuk, penjelasan, kabar baik, dan kabar surga.


Orang-orang kafir menutup telinga mereka ketika mendengar Al-Qur’an karena khawatir tertarik. Pasalnya, keimanan terhadap Al-Qur’an menurut mereka adalah kekufuran. Kekufuran adalah sebuah kematian. Al-Qu’ran datang menarik hati mereka.


Ada juga ulama yang menafsirkan, Surat Al-Baqarah ayat 20 merupakan perumpamaan yang dibuat Allah untuk Islam. hujan adalah Islam. sedangkan kegelapan adalah ujian dan cobaan. Petir adalah kabar buruk ancaman dan segala yang menakutkan di akhirat. Sementara kilat adalah kabar baik dan kabar buruk.


“Mereka menyumbat telinga mereka” maksudnya orang-orang munafik–ketika melihat ujian dan kesulitan dalam Islam–berlari karena takut binasa. “Allah meliputi orang-orang kafir” yaitu Allah mengumpulkan mereka, dalam arti, pelarian mereka tidak bermanfaat karena Allah dari belakang mereka akan mengumpulkan lalu mengazab mereka.


Orang-orang munafik–ketika menyatakan keimanan–mendapat jaminan keamanan. Tetapi ketika mati, mereka kembali ke dalam kegelapan. Ada juga ulama yang menafsirkan, ketika mendapat ghanimah dan kesenangan dalam Islam, orang-orang munafik merasa yakin dan mengatakan, “Kami bersama kamu.” Tetapi jika kegelapan menyelimuti, dalam arti melihat kesulitan dan ujian, mereka berdiam diri sebagaimana Surat Al-Hajj ayat 11.


Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang terkenal mengatakan perihal Surat Al-Baqarah ayat 20 bahwa “Kilat itu hampir menyambar penglihatan mereka” karena saking keras dan kuatnya memasuki hati mereka, kelemahan mata batin, dan ketidakyakinan keimanan orang-orang munafik. Kata Ibnu Abbas, saking kuatnya cahaya kebenaran.


Ibnu Katsir mengutip pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan, terkait Surat Al-Baqarah ayat 20 kejelasan Al-Qur’an hampir-hampir menunjukkan aib orang-orang munafik Madinah. Ibnu Abbas juga mengatakan, ketika muncul sesuatu manfaat dari keimanan itu, orang-orang munafik Madinah merasa nyaman dan mengikutinya. Tetapi terkadang, keraguan hinggap pada mereka sehingga kegelapan menyelimuti hati mereka, lalu mereka tertegun kebingungan.


Ibnu Katsir menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat 20 dengan Surat Al-Hadid ayat 12-13 dan At-Tahrim ayat 8. Pada hari kiamat kelak, setiap orang diberikan cahaya sesuai kadar keimanan mereka. Sebagian orang diberikan cahaya sepanjang orang jalan beberapa farsakh. Ada juga orang yang dianugerahkan cahaya lebih dari itu. Ada lagi yang diberikan cahaya kurang dari beberapa farsakh.


Ada juga mereka yang diterangi cahaya sesaat dan sesaat lagi cahaya mereka dipadamkan sehingga mereka kadang berjalan dan kadang berhenti di atas shirat. Tetapi ada juga mereka yang dipadamkan cahayanya sama sekali. Mereka adalah orang-orang munafik murni.


“Kalau mau, Allah melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka” karena, kata Ibnu Abbas sebagaimana dikutip Ibnu Katsir, mereka meninggalkan kebenaran setelah mereka memahaminya. Sedangkan “Allah maha kuasa atas segala sesuatu.” Dalam arti, kata Ibnu Abbas, Allah maha kuasa atas semua yang dikehendaki-Nya terhadap hamba-hamba-Nya, baik menyiksa maupun memaafkan.


Ibnu Katsir pada Surat Al-Baqarah ayat 20 ini membagi jua jenis orang beriman, orang kafir, dan orang munafik. Menurutnya, di lingkungan orang beriman ada kategori muqarrabun dan abrar. Pada orang-orang kafir, ada jenis misionaris dan para pengikut. Sedangkan pada orang-orang munafik, ada kelompok munafik murni seperti orang-orang Yahudi Madinah di masa Rasulullah dan orang-orang yang dihinggapi sebagian penyakit nifak yang diderita kelompok munafik murni.


Penulis: Alhafiz Kurniawan

Editor: Abdullah Alawi