Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 17

Ahad, 2 Agustus 2020 | 22:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 17

Surat Al-Baqarah ayat 17 bercerita, sekelompok orang memeluk Islam di hadapan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Kemudian mereka bersikap munafik. (Ilustrasi: hamzatwasl.net)

Berikut ini adalah kutipan Surat Al-Baqarah ayat 17 dan kutipan sejumlah tafsir terkait dengannya:


مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ


Matsaluhum ka matsalil ladzis tawqada nāran. Fa lammā adhlā’at mā hawlahū, dzahaballāhu bi nūrihim wa tarakahum fī zhulumātin lā yubshirūn.


Artinya, “Perumpamaan mereka seperti orang yang menyalakan api. Setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan tidak melihat.”


Ragam Tafsir

Surat Al-Baqarah ayat 17 dalam Kitab Tafsir Jalalain menceritakan bahwa sifat kemunafikan orang-orang munafik Madinah diumpamakan seperti orang yang menghidupkan api dalam kegelapan. Ketika api menyala dan menerangi sekitarnya, ia dapat melihat, menghangatkan diri, dan memelihara diri dari  bahaya.


Allah lalu memadamkan api tersebut dan membiarkan mereka tidak dapat melihat sekitar mereka pada kegelapan seraya bingung akan jalan dan takut. Demikian mereka (orang-orang munafik) yang selamat karena menyatakan kalimat keimanan. Ketika mereka wafat, ketakutan dan azab menyelimuti mereka. (Tafsirul Jalalain).


Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, mengutip pandangan Ibnu Abbas RA, Qatadah, Muqatil, Ad-Dhahhak, dan As-Suddi bahwa Surat Al-Baqarah ayat 17 turun terkait dengan keadaan orang-orang munafik.


Orang-orang munafik diumpamakan seperti orang menyalakan api di tengah malam gelap pada sebuah tanah terbuka. Dengan api itu, ia dapat menghangatkan diri, melihat, dan menjaga diri dari bahaya yang dikhawatirkan. Ketika sedang asik demikian, api mendadak padam sehingga ia tinggal berputar-putar dan bingung dalam kegelapan.


Kondisi demikian juga dialami oleh kelompok munafik Madinah. Dengan menyatakan kalimat keimanan, harta dan anak mereka aman terjamin. Mereka juga dapat menikah dengan orang mukmin, berhak menerima waris, dan berhak menerima ghanimah. Inilah cahaya yang menerangi mereka. Tetapi ketika meninggal, mereka kembali memasuki kegelapan dan ketakutan.


Ada ulama menafsirkan bahwa cahaya mereka padam di dalam kubur. Sebagian ulama menafsirkannya di hari kiamat, yaitu ketika mereka mengatakan kepada orang yang beriman, “Tunggulah kami, kami akan menumpang pada cahaya kalian.” Tetapi ada juga ulama yang menafsirkan di dunia, yaitu ketika “keimanan” mereka terkuak melalui ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh Rasulullah.


Allah mengumpamakannya dengan api tanpa mengatakan, “Allah memadamkan api mereka,” tetapi mengatakan “Allah menghilangkan cahaya mereka” karena cahaya itu mengandung cahaya dan unsur panas. Ketika Allah menghilangkan cahayanya, yang tersisa pada mereka adalah panasnya.


Mujahid, sebagaimana dikutip Al-Baghowi, mengatakan, mereka menyalakan api dengan persahabatan kepada orang-orang muslimin Madinah serta petunjuk dan menghilangkan cahaya api dengan persahabatan kepada kelompok musyrikin Makkah serta kesesatan.


Atha dan Muhammad bin Ka’ab mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 17 ini turun tentang orang-orang Yahudi Madinah yang menanti kedatangan nabi akhir zaman (Nabi Muhammad SAW) dan penaklukannya atas musyrikin Arab. Tetapi ketika Rasulullah SAW hadir di tengah mereka, mereka mengingkari Rasulullah. (Al-Baghowi).


Ibnu Katsir dalam tafsirnya menceritakan bahwa Allah mengumpamakan mereka yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan menukar mata batin dengan kebutaan seperti orang yang menyalakan api.


Ketika api menerangi sekitarnya, ia mengambil manfaat dari api tersebut, melihat kanan dan kiri, dan merasa nyaman dengan api tersebut, tiba-tiba api itu padam sehingga ia mendadak berada pada kegelapan, tanpa melihat, dan tanpa memiliki petunjuk apapun.


Dalam kondisi demikian, ia juga tuli sehingga tidak mendengar, bisu sehingga tidak dapat berbicara, dan buta sehinga tetap tak dapat melihat meski diterangi berbagai cahaya. Oleh karena itu, ia tidak dapat kembali pada kondisi semula. Demikianlah kondisi orang-orang munafik yang lebih memilih kesesatan daripada petunjuk ilahi. Perumpamaan ini menjadi tanda bahwa mereka awalnya beriman, tetapi kemudian memilih kufur sebagaimana Allah tunjukkan pada ayat lain.


Ibnu Katsir juga mengutip pandangan Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya dari As-Suddi bahwa perumpamaan pada Surat Al-Baqarah ayat 17 merupakan puncak perumpamaan karena mereka awalnya dengan keimanan itu mengupayakan cahaya, kemudian dengan kemunafikan membatalkan cahaya tersebut. Dengan itu, mereka terjatuh pada kebingunan besar karena tiada kebingungan yang lebih besar daripada kebimbangan dalam masalah agama.


As-Suddi dalam tafsirnya, seperti dikutip Ibnu Katsir, mengutip pendapat Ibnu Abbas, Murrah, Ibnu Mas’ud, dan sejumlah sahabat mengenai Surat Al-Baqarah ayat 17 yang bercerita bahwa sekelompok orang memeluk Islam di hadapan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Kemudian mereka bersikap munafik. Demikianlah keadaan mereka seperti orang yang menyalakan api di kegelapan… Wallahu a’lam.


Penulis: Alhafiz Kurniawan

Editor: Abdullah Alawi