Tafsir Surat Al-Ma'idah Ayat 8: Perintah Menegakkan Keadilan di Tengah Konflik Kepentingan
NU Online · Kamis, 29 Agustus 2024 | 06:00 WIB
Zainuddin Lubis
Penulis
Surat Al-Maidah ayat 8 berisi merupakan pedoman bagi umat Islam untuk selalu berlaku adil, tidak hanya dalam hubungan sesama Muslim, tetapi juga terhadap semua orang, termasuk mereka yang mungkin tidak disukai.
Ayat ini menekankan pentingnya keadilan universal sebagai prinsip yang harus diterapkan dalam berbagai interaksi sosial, tanpa terpengaruh oleh perasaan pribadi atau perbedaan pandangan. Simak firman Allah SWT berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ٨
yâ ayyuhalladzîna âmanû kûnû qawwâmîna lillâhi syuhadâ'a bil-qisthi wa lâ yajrimannakum syana'ânu qaumin ‘alâ allâ ta‘dilû, i‘dilû, huwa aqrabu lit-taqwâ wattaqullâh, innallâha khabîrum bimâ ta‘malûn
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Tafsir Al-Misbah
Menurut Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, ayat ini menyeru: "Hai orang-orang yang beriman [يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا], hendaklah kamu menjadi qawwamin [قَوَّامِيْنَ]," yaitu orang-orang yang selalu dan dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugas mereka dengan sempurna, baik terhadap wanita maupun orang lain, dengan menegakkan kebenaran demi karena Allah, serta menjadi saksi dengan adil [شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ]. (Al-Misbah, [Ciputat: Lentera Hati, 2002], jilid III, halaman 41).
Jangan sampai kebencian terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk bersikap tidak adil, [وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗ] baik terhadap keluarga istri yang Ahlul Kitab maupun terhadap orang lain.
Bersikap adillah [اِعْدِلُوْاۗ] kepada siapa pun, bahkan jika itu berarti bersikap adil terhadap dirimu sendiri, karena keadilan lebih dekat kepada ketakwaan [هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ ] yang sempurna dibandingkan dengan ketidakadilan. Bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ].
Sejatinya, menurut Profesor Quraish Shiha, surat Al-Ma'idah ayat 8 memiliki kesamaan redaksi dengan Surat An-Nisa' ayat 135. Namun, terdapat perbedaan penting dalam penyusunan kalimatnya. Dalam Surat An-Nisa' disebutkan "kūnū qawwāmīna bil-qisṭi syuhadā'a lillāhi, [كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ]" sementara dalam Al-Ma'idah disebutkan "kūnū qawwāmīna lillāhi syuhadā'a bil-qisṭi [كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ]."
Sejatinya, perbedaan ini, menurut Quraish Shihab, mungkin disebabkan oleh konteks ayat yang berbeda. Ayat dalam Surat An-Nisa' berbicara dalam konteks penetapan hukum di pengadilan dan kasus tuduhan seorang Muslim terhadap seorang Yahudi, serta hubungan pria dan wanita.
Sehingga yang digarisbawahi oleh ayat itu adalah pentingnya keadilan (al-qisṭ) didahulukan , kemudian baru disusul kesaksian (syuhada'). Untuk itu, redaksi ayatnya mendahulukan kata al-qisth (adil), baru kata syuhada’ (saksi-saksi).
Sementara itu, dalam Surat Al-Ma'idah ayat 8, penekanan ayat ini pada pentingnya menjalankan perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya, yang tercermin dalam ungkapan "qawwāmīna lillāhi" [قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ].
Di sini, yang ingin digarisbawahi adalah keharusan melaksanakan segala sesuatu demi Allah, karena inilah yang dianggap paling efektif dalam mengatasi permusuhan dan kebencian. Dalam konteks ini, keadilan menjadi alat untuk mengendalikan permusuhan, dan prioritas diberikan pada komitmen kepada Allah sebelum keadilan ditegakkan.
Lebih lanjut, Quraish Shihab juga menyatakan ada pendapat ulama tafsir lain yang menyatakan bahwa dalam Surat An-Nisa' ayat 135, keadilan (al-qisṭ) lebih didahulukan penyebutannya karena berbicara tentang kewajiban berlaku adil terhadap diri sendiri, orang tua, dan kerabat. (halaman 41).
Ini berbeda dengan Surat Al-Ma'idah yang lebih menekankan pada permusuhan dan kebencian, sehingga komitmen kepada Allah ditekankan terlebih dahulu. Keadilan dalam konteks ini dianggap sebagai sarana untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, dengan tujuan akhir menghilangkan kebencian dan permusuhan.
Di samping itu, kata Quraish Shihab, ayat 8 surat al-Maidah di atas juga menjelaskan bahwa adil lebih dekat pada sikap takwa. Dalam ajaran Islam, keadilan menjadi substansi utama. Nah ini berbeda jika ada agama yang menjadikan kasih sebagai tuntunan an nilai tertinggi, Islam tidak demikian.
Sikap kasihan, menurutnya, bisa berdampak buruk jika tidak ditempatkan dengan adil, misalnya dalam konteks penegakan hukum. Ketika seseorang melakukan pelanggaran yang berat, kasih tidak boleh menghalangi keadilan untuk menjatuhkan hukuman yang setimpal. Dengan demikian, keadilan harus diutamakan sebagai prinsip dasar dalam menegakkan hukum dan menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. (halaman 42).
Tafsir Al-Munir
Sementara itu, Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir, menjelaskan tentang asbabun nuzul surat Al-Maidah ayat 8. Aya ini erat kaitannya dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh Yahudi Bani Nadhir.
Pada suatu waktu, Yahudi Bani Nadhir merancang sebuah konspirasi untuk membinasakan Rasulullah saw. Mereka merencanakan tipu daya yang jahat, berharap bisa mengakhiri hidup beliau. Namun, Allah SWT, yang Maha Mengetahui segala sesuatu, mewahyukan kepada Rasulullah saw tentang rencana busuk mereka.
Dengan izin Allah, Rasulullah saw pun berhasil selamat dari ancaman tersebut. Sebagai langkah pencegahan, Nabi memerintahkan Yahudi Bani Nadhir untuk meninggalkan Madinah, tetapi mereka menolak perintah itu dan memilih bertahan di balik benteng-benteng perlindungan mereka.
Merespons penolakan ini, Rasulullah saw. bersama para sahabat bergerak menuju benteng-benteng tempat Yahudi Bani Nadhir berlindung. Mengepung dan memblokade mereka selama enam malam.
Selama masa pengepungan tersebut, kondisi Yahudi Bani Nadhir semakin memburuk. Kekurangan makanan, air, dan rasa takut yang mencekam membuat mereka tidak punya pilihan lain selain menyerah.
Mereka pun memohon kepada Rasulullah saw. untuk diizinkan pergi tanpa dibunuh, dan meminta agar mereka diizinkan membawa harta benda mereka sebanyak yang bisa diangkut oleh unta.
Di sisi lain, sebagian kaum Mukminin merasa bahwa Yahudi Bani Nadhir seharusnya dihukum berat. Mereka berpikir bahwa hukuman yang keras akan menjadi pelajaran bagi mereka dan membuat mereka jera.
Ada pandangan yang mengusulkan agar mereka tidak hanya dihukum, tetapi juga dijadikan contoh dengan memotong anggota tubuh mereka yang terbunuh, sebuah tindakan yang dikenal sebagai at-Tamtsil dan at-Tasywih.
Namun, di tengah ketegangan itu, Allah SWT menurunkan wahyu surat Al-Maidah ayat 8, yang melarang kaum Mukminin dari tindakan berlebihan dalam membalas dendam. Ayat ini turun untuk mencegah mereka dari melampaui batas dalam melakukan pembalasan.
Akhirnya, Rasulullah saw menerima permohonan Yahudi Bani Nadhir. Mereka diizinkan pergi dari Madinah, membawa harta benda mereka sejauh yang bisa diangkut oleh unta mereka, tanpa ada pembunuhan atau tindakan brutal lainnya.
Lebih lanjut, menurut Syekh Wahbah Zuhaili, secara konteks, ayat ini menerangkan tentang perintah Allah SWT pada orang beriman untuk menegakkan kebenaran dengan penuh keikhlasan, bukan untuk mendapatkan pujian atau popularitas di mata manusia. Pasalnya, setiap tindakan dalam urusan agama dan dunia haruslah didasarkan pada niat yang tulus, semata-mata untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Selain itu, ayat ini juga membicarakan pentingnya memberikan kesaksian dengan benar, jujur, objektif, dan adil, tanpa memihak atau menzalimi siapa pun, baik kepada pihak yang diuntungkan oleh kesaksian maupun pihak yang dirugikan.
Keadilan adalah timbangan hak yang harus dijaga, karena jika terjadi ketidakadilan dan korupsi dalam suatu masyarakat, hal tersebut akan menimbulkan berbagai kerusakan di tengah-tengah mereka. Simak penjelasan Syekh Wahbah berikut:
يا أيها الذين آمنوا كونوا قوامين بالحق لله عز وجل، لا لأجل الناس والسمعة، أي بالإخلاص لله في كل ما تعملون من أمر دينكم ودنياكم. شهداء بالحق والعدل بلا محاباة ولا جور، سواء للمشهود له أو عليه، أي أدوا الشهادة بالعدل؛ لأن العدل هو ميزان الحقوق، إذ متى وقع الجور في أمة انتشرت المفاسد فيما بينها، كما قال تعالى
Artinya; "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penegak kebenaran karena Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia, bukan untuk kepentingan manusia atau demi popularitas. Artinya, lakukanlah segala sesuatu dengan ikhlas karena Allah, baik dalam urusan agama maupun dunia kalian.
Bersaksilah dengan kebenaran dan keadilan tanpa memihak atau bersikap tidak adil, baik kepada yang bersaksi maupun terhadap yang disaksikan. Berikanlah kesaksian dengan adil; karena keadilan adalah timbangan hak. Ketika ketidakadilan terjadi di suatu umat, maka berbagai kerusakan akan menyebar di antara mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Allah." (Tafsir Munir, [Beirut: Darul Fikr Mu'ashirah, 1991], jilid VI, halaman 118).
Tafsir Thabari
Dalam kitab tafsir Jam'iul Bayan, Imam Thabari menjelaskan bahwa ayat [يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ] dari Surat Al-Ma'idah ini mengajak kita semua yang beriman untuk selalu berlaku adil dalam segala hal. Allah SWT ingin agar kita tidak memihak siapa pun, baik itu keluarga, teman, atau bahkan musuh kita.
Ketika memberikan kesaksian atau mengambil keputusan, seyogianya harus melakukannya sesuai dengan kebenaran dan tidak dipengaruhi oleh perasaan suka atau benci. Dengan kata lain, kita harus menjadi orang yang teguh pada kebenaran dan tidak berat sebelah. Imam Thabari berkata:
يعني بذلك جل ثناؤه: يا أيها الذين آمنوا بالله وبرسوله محمد، ليكن من أخلاقكم وصفاتكم القيامُ لله شهداء بالعدل في أوليائكم وأعدائكم، (١) ولا تجوروا في أحكامكم وأفعالكم فتجاوزوا ما حددت لكم في أعدائكم لعدواتهم لكم، ولا تقصِّروا فيما حددت لكم من أحكامي وحدودي في أوليائكم لولايتهم لكم، (٢) ولكن انتهوا في جميعهم إلى حدِّي، واعملوا فيه بأمري
Artinya, "Yang dimaksud dengan ini adalah: Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad, hendaklah salah satu akhlak dan sifat kalian adalah menegakkan kesaksian untuk Allah dengan keadilan, baik terhadap orang-orang yang kalian cintai maupun musuh-musuh kalian.
Janganlah kalian berlaku tidak adil dalam keputusan dan tindakan kalian dengan melampaui batas yang telah Aku tetapkan terhadap musuh-musuh kalian karena permusuhan mereka terhadap kalian, dan janganlah kalian mengurangi batasan yang telah Aku tetapkan dalam hukum dan ketentuan-Ku terhadap orang-orang yang kalian cintai karena kecintaan mereka kepada kalian.
Akan tetapi, berpegang teguhlah pada batasan-Ku dalam memperlakukan mereka semua, dan laksanakan perintah-Ku dalam hal itu." (Jamiul Bayan, [Makkah: Darul Tarbiyah Wa Turats, t.t.], jilid X, halaman 95).
Lebih lanjut, ayat [وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا] menjelaskan bahwa seseorang tidak boleh membiarkan kebencian terhadap suatu kaum mempengaruhi keputusan atau tindakan yang dilakukan. Keadilan harus tetap ditegakkan, baik dalam keputusan maupun dalam sikap terhadap orang-orang yang memiliki hubungan permusuhan.
Pendek kata, ayat ini adalah peringatan agar tidak melakukan ketidakadilan hanya karena adanya konflik atau kebencian pribadi. Dalam situasi apapun, keadilan harus menjadi prinsip utama yang dipegang oleh setiap orang yang beriman.
ولا يجرمنكم شنآن قوم على أن لا تعدلوا" فإنه يقول: ولا يحملنكم عداوةُ قوم على ألا تعدلوا في حكمكم فيهم وسيرتكم بينهم، فتجوروا عليهم من أجل ما بينكم وبينهم من العداوة.
Artinya; "Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk tidak berlaku adil." Ayat ini menyatakan: Jangan biarkan permusuhanmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil dalam keputusanmu terhadap mereka dan dalam perilakumu di antara mereka, sehingga kamu berlaku tidak adil terhadap mereka karena adanya permusuhan di antara kalian. (halaman 95).
Sementara ayat [اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ] maksudnya adalah perintah Allah untuk berlaku adil ditujukan kepada semua orang beriman, tanpa memandang apakah mereka adalah teman atau musuh. Imam Thabari menegaskan bahwa adil berarti menerapkan hukum-hukum sesuai perintah Allah, tanpa adanya keberpihakan atau penyelewengan dalam melaksanakannya terhadap siapa pun.
قال أبو جعفر: يعني بقوله جل ثناؤه: اعدلوا" أيها المؤمنون، على كل أحد من الناس وليًّا لكم كان أو عدوًّا، فاحملوهم على ما أمرتكم أن تحملوهم عليه من أحكامي، ولا تجوروا بأحد منهم عنه.
Artinya, "Kata Abu Ja'far: Maksud dari firman-Nya, 'Berlakulah adil,' wahai orang-orang yang beriman, adalah berlaku adil terhadap setiap orang, baik dia teman maupun musuh. Terapkanlah mereka pada apa yang Aku perintahkan kepada kalian dalam hukum-hukum-Ku, dan janganlah kalian menyeleweng dari hal tersebut terhadap siapa pun di antara mereka." (halaman 96).
Dengan demikian, Surat Al-Maidah ayat 8 membicarakan pentingnya menegakkan keadilan secara universal. Lewat ayat ini, Allah menginstruksikan agar kita berlaku adil dalam setiap aspek kehidupan, tanpa memandang latar belakang atau posisi seseorang. Keadilan harus ditegakkan dengan konsisten, baik dalam urusan pribadi maupun sosial, dan tidak terpengaruh oleh prasangka atau kepentingan pribadi. Wallahu a'lam
Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, tinggal di Ciputat
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua