Tasawuf/Akhlak

Keutamaan Muhasabah atau Introspeksi Diri

Sel, 29 Desember 2020 | 13:15 WIB

Keutamaan Muhasabah atau Introspeksi Diri

Muhasabah mendapatkan tempat yang baik dalam Islam. Imam Al-Ghazali mengutip Surat Al-Hasyr ayat 18 yang mengandung keutamaan muhasabah.

Muhasabah atau introspeksi memiliki keutaman tersendiri dalam Islam. Muhasabah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai introspeksi atau mawas diri, yaitu peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri.


Muhasabah mendapatkan tempat yang baik dalam Islam. Imam Al-Ghazali mengutip Surat Al-Hasyr ayat 18 yang mengandung keutamaan muhasabah. Menurutnya, Surat Al-Hasyr ayat 18 mengisyaratkan manusia untuk melakukan muhasabah atas perbuatan yang telah dilakukan.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Hasyr ayat 18).


Sayyidina Umar RA, kata Imam Al-Ghazali, menganjurkan kita untuk melakukan muhasabah. “Hendaklah kalian lakukan muhasabah atas diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah perbuatan kalian sebelum ia kelak ditimbang.” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M], juz IV, halaman 419).


Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat menemui Rasulullah SAW untuk meminta wejangan kepadanya. “Wahai Rasulullah, berilah aku wejangan.” “Apakah kau meminta wejanganku?” “Benar,” jawabnya dengan bahagia. “Bila kau bermaksud untuk melakukan sesuatu, pikirkanlah dampaknya. Jika ia baik, lakukanlah. Tetapi jika itu buruk, tahanlah,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/419).


Terkait muhasabah, sebuah hadits menyebutkan, “Orang yang (bijak) berakal hendaknya mengalokasikan seperempat waktunya untuk bermuhasabah,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/419).


Imam Al-Ghazali mengaitkan muhasabah dan tobat. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena tobat adalah peninjauan atau koreksi terhadap perbuatan atau sikap diri sendiri yang sudah dilakukan dengan rasa penyesalan. Imam Al-Ghazali dalam kaitan dengan muhasabah dan tobat mengutip Surat An-Nur ayat 31 dan Surat Al-A’raf ayat 201.


وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


Artinya, “Bertobatlah kalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung,” (Surat An-Nur ayat 31).


إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ


Artinya, “Sungguh, orang-orang yang bertakwa bila ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, lalu ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya),” (Surat Al-A’raf ayat 201).


Rasulullah SAW, kutip Imam Al-Ghazali, bersabda, “Sungguh, aku meminta ampun dan bertobat kepada Allah sebanyak 100 kali dalam sehari.” (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/419). Sementara Sayyidina Umar RA bila malam tiba memukul kedua kakinya dengan mutiara dalam rangka muhasabah.


Kepada dirinya sendiri Sayyidina Umar RA mengatakan sebagai bentuk muhasabah, “Apa saja yang kau lakukan hari ini?”


Semua ini menunjukkan keutamaan kegiatan muhasabah atau introspeksi diri. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)