Tasawuf/Akhlak

Berilmu dan Berakhlak Mulia

Sel, 22 Juni 2021 | 00:45 WIB

Berilmu dan Berakhlak Mulia

Ilustrasi akhlak mulia. (Foto: NU Online)

Rasulullah SAW bersabda:


طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم (رواه البيهقى و ابن عدى


Artinya, "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam."


Dalam kitab Ta’lim Muta’allim disebutkan bahwa ilmu terbagi dua yaitu: Ilmu Haal dan Ilmu Ghairu Haal.


Pertama, ilmu Haal. Yaitu ilmu yang seketika itu mesti digunakan lalu diamalkan ketika berumur baligh, misalnya ilmu Fiqih dan ilmu Tauhid. Dalam ilmu Fiqih misalnya dipelajari ilmu ubudiyah dan ilmu muamalah.


Dalam ilmu ubudiyyah misalnya dipelajari tata cara shalat beserta syarat dan rukunnya, cara berwudhu dan sebagainya. Dalam ilmu muamalah dipelajari tentang barang-barang riba dan seterusnya.


Kemudian dalam ilmu Tauhid yang dipelajari adalah mengenai ke-Esa-an Allah beserta sifat-sifat-Nya yang wajib dan yang muhal, kepercayaan kepada Malaikat, kitab-kitab Allah, para Rasul, hari kiamat dan kepastian baik dan buruk dari Allah. Demikian seterusnya secara bertahap, karena ilmu hal hukumnya wajib diamalkan sepanjang hidup.

 


Kedua, ilmu Ghairu Haal, yaitu ilmu yang berfungsi sebagai ilmu kelengkapan hidup. Misalnya ilmu kedokteran, ilmu kemasyarakatan, dan ilmu-ilmu lain yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.


Ilmu memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Suatu negara tidak akan maju kalau penduduknya masih terbelakang dalam ilmu pengetahuan. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Jepang dan lain-lain adalah negara-negara yang penduduknya telah maju dalam bidang ilmu pengetahuan. Berkat kemajuan ilmu mereka maju pula negaranya.


Pada zaman dahulu, Islam pernah menjadi jaya karena menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Ketika itu lahirlah ilmuwan-ilmuwan Islam dari segala bidang, misalnya dalam bidang hukum kita mengenal Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hambali dan Imam Malik.


Dalam bidang Tauhid misalnya Abu Hasan al-‘Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi. Dalam bidang kedokteran misalnya; ar-Razy, ilmu pasti dan astronomi yaitu al-Khawarizmi, dalam ilmu Kimia Ibnu Hayyan, dalam ilmu sejarah; Ibnu Khaldun, dalam ilmu filsafat yaitu Ibnu Rusyd. Dan lain sebagainya.

 


Ilmu Haal dan ilmu Ghairu Haal adalah demi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tidak lengkap bila bahagia di dunia tapi tidak bahagia di akhirat. Sebaliknya kurang lengkap bila bahagia di akhirat tapi tidak bahagia di dunia. Yang paling baik adalah “bahagia di dunia dan bahagia di akhirat” sebagaimana firman Allah:


وَابْتَغِ فِيْمَا آتَاكَ اللهُ الدَّارَ الآخرةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا


Artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia.” (QS al-Qashash: 77)


Mengenai iman dan ilmu, Allah swt berfirman:


يَرْفَعِ اللهِ الّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُم وَالَذِيْنَ اُوتُوا العِلْمَ دَرَجَاتِ


Artinya, “Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (QS al-Mujadilah: 11)


Mengenai takwa Allah berfirman:


اِنّ اَكْرَمَكُم عِنْدَ اللهِ اتْقَاكُم


Artinya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” (QS al-Hujurat: 13)

 


Orang-orang yang beriman, berilmu dan bertakwa, pastilah memiliki akhlak yang mulia karena pada hakikatnya Rasulullah saw diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:


اِنَّمَا بُعِثْتُ لاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلاَق


Oleh karena itu ; Buat apa pintar ilmu pengetahuan tapi akhlaknya tidak baik, lebih baik biasa-biasa saja tapi akhlaknya mulia. Tapi yang paling baik adalah orang yang pintar dan berakhlak mulia. (Fathoni Ahmad)