Syariah

Musyawarah Ujung Tombak Pergaulan

Jum, 13 September 2013 | 07:31 WIB

Tugas pengrajin meja dan kursi memotong, membelah kayu, dan membentuk produknya. Mereka juga harus memakunya agar bentuk yang sudah jadi tidak berantakan seperti tumpukan potongan kayu bakar di sudut dapur.
<>
Jelas ini tugas mereka. Jangan sekali coba selain mereka melakukan. Kalau itu terjadi, maka meja dan kursi akan kehilangan bentuknya. Sekurang-kurangnya menjadi bahan tertawaan anak-anak. Karena, kegiatan memaku dan memotong kayu ada ilmunya sendiri. Menggergaji pun pakai ilmu. "Serahkan kepada ahlinya," kata pepatah. Setuju. Agar, sabda orang bijak itu ada benarnya. ingat, keahlian tidak berkaitan dengan gelar jabatan di kantor, kampus, atau pasar. Keahlian semata urusan ketelatenan.

Selesai tugas, mereka lepas tangan dari penggunaan meja dan kursi yang dibuatnya. Mereka tidak tahu kalau suatu saat meja dan kursi digunakan untuk belajar, makan, menunjang komputer, atau lain-lain keperluan. Tetapi mereka juga tidak mengira kalau tempo-tempo kursi itu dilempar atau meja dibanting seorang suami yang tengah sewot terhadap istrinya atau anak kolokan yang durjana kepada orang tuanya.

Meskipun tidak harus, meja dan kursi bisa saja dipakai untuk musyawarah dalam menentukan persoalan. Meja dan kursi sangat penting di sini sepenting musyawarah itu sendiri. Musyawarah diperlukan untuk menentukan duduk persoalan. Persoalan apapun. Mencari maslahat dan mengusir mafsadat tentu mesti duduk bareng. Tanpa musyawarah, seseorang akan berbuat sekenanya sendiri. Ia akan liar dan idiot di tengah masyarakat.

Karena pentingnya peran musyawarah, agama sangat menenkankan praktik musyawarah kepada umat manusia. Dalam kitab Al-Azkar, Imam Nawawi menyebut perihal itu.

قال الله تعالى وشاورهم فى الأمر والأحاديث الصحيحة فى ذلك كثيرة مشهوره. وتغني هذه الأية الكريمة عن كل شئ، فإنه إذا أمر الله سبحانه وتعالى فى كتابه نصا جليا نبيه صلى الله عليه وسلم بالمشاورة مع أنه أكمل الخلق، فما الظن بغيره؟

"Allah berfirman, 'Hendaknya kamu (Muhammad) bermsyawarah dengan mereka dalam suatu urusan'. Sementara hadis sahih perihal musyawarah ini banyak sekali dan terkenal. Satu ayat mulia ini cukup memadai untuk menyebutkan yang banyak itu. Perhatikan, dalam kitab-Nya dengan nash yang terang Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk musyawarah. Kalau Nabi-Nya sebagai makhluk paling mulia diperintah untuk itu, apalagi yang bukan Nabi?"

Musyawarah menjadi tiang pergaulan antaramanusia dari pergaulan seluas-luasnya hingga yang terkecil antara suami-istri dan orang tua-anak. Tanpa dialog terbuka untuk menetapkan masalah dan kesepakatan tertentu, arus pergaulan menjadi kusut. Kalau tidak cekcok terus menerus, sekurang-kurangnya satu sama lain merajuk tanpa penjelasan. Dan musyarawah baru pintu pertama dalam kehidupan bersama. Sedangkan konsisten atas hasil musyawarah menjadi pintu selanjutnya. Wallahu a'lam.


Penulis: Alhafiz Kurniawan

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua