Bahtsul Masail

Apakah Kremian dapat Membatalkan Wudhu dan Wajib Istinja?

Sel, 30 April 2024 | 12:00 WIB

Apakah Kremian dapat Membatalkan Wudhu dan Wajib Istinja?

Ilustrasi istinja. (Foto: NU Online/Freepik)

Assalamualaikum. wr. wb. Izin bertanya. Apakah kremian (keluarnya cacing kremi) dapat membatalkan wudhu? Lalu, setelah keluar cacing kremi apakah wajib untuk mensucikannya (istinja/cebok)? Sekian, terimakasih. (Hamba Allah)

 

Jawaban
 

Wa’alaikumussalam wr. wb. Penanya yang budiman, semoga Allah swt selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, amin. Cacing kremi adalah jenis cacing kecil, tipis, dan berwarna putih seperti benang, yang dapat hidup dan berkembang biak di usus besar dan rektum manusia. Ada dua pertanyaan yang disampaikan, pertama kaitannya dengan batalnya wudhu dan yang kedua tentang hukum istinja. 

 

Cacing kremi membatalkan wudlu?

Keluarnya cacing kremi dari dubur atau anus dapat membatalkan wudlu. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama fikih bahwa di antara hal-hal yang dapat membatalkan wudlu adalah keluarnya sesuatu, apapun itu, dari qubul (penis/vagina) dan dubur (anus), baik sesuatu yang biasa seperti buang air besar, buang air kecil, atau angin, atau yang tidak biasa seperti batu, darah dan cacing. 

 

Al-Mawardi menjelaskan dalam kitab Hawil Kabir sebagai berikut:

 

وَكُلُ مَا خَرَجَ مِنْ دُبُرٍ أَوْ قُبُلٍ مِنْ دُودٍ أَوْ دَمٍ أَوْ مَذْيٍ أَوْ وَدْيٍ أَوْ بَلَلٍ أَوْ غَيْرِهِ فَذَلِكَ كُلُّهُ يُوجِبُ الْوُضُوءَ كَمَا وَصَفْتُ

 

Artinya: “Segala sesuatu yang keluar dari dubur (anus) atau qubul (penis/vagina), entah itu cacing, darah, cairan madzi, wadi, basah, atau yang lainnya, semua itu mewajibkan wudhu, seperti yang sudah saya uraikan.” (Abi al Hasan 'Ali Ibn Muhammad al Mawardi, Hawi al kabir fi fiqhi madzhabil imam asy-Syafi'i [Arab Saudi: Darul Mujtama’ Lin Nasyri Wat Tauzi’, 1993] halaman 809) ‫‬‬

 

Referensi di atas sudah menjelaskan bahwa keluarnya cacing kremi pada anus dapat membatalkan wudhu. Hukum batalnya wudhu ini berlaku meskipun cacing tersebut tidak terus keluar, melainkan kembali masuk kedalam anus. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Minhajul Qowim

 

( نَوَاقِضُ الْوُضُوْءِ ) أَيْ مَا يَنْتَهِي بِهِ ( أَرْبَعَةٌ ) لَا غَيْرُ ( الْأَوَّلُ الْخَارِجُ مِنْ أَحَدِ السَّبِيْلَيْنِ ) يَعْنِي خُرُوْجَ شَيْءٍ مِنْ قُبُلِهِ أَوْ دُبُرِهِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ وَلَوْ نَحْوَ عُوْدٍ وَدُوْدَةٍ أَخْرَجَتْ رَأْسَهَا وَإِنْ رَجَعَتْ وَرِيْحٍ وَلَوْ مِنْ قُبُلٍ

 

Artinya: “(Hal-hal yang merusak wudhu) artinya yang menyebabkan wudhu berakhir (ada empat) dan tidak ada yang lain. (Pertama sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan) artinya keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur dalam bentuk apa pun, meskipun wujudnya kayu, cacing yang menjulurkan kepalanya meskipun kembali masuk, dan angin, meskipun keluar dari qubul-nya.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhajul Qowim [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2016] halaman 36)

 

Keluar cacing kremi wajib istinja?

Menurut pendapat yang lebih jelas (al-adzhar), keluarnya cacing kremi melalui anus tidak mewajibkan istinja’ (cebok), karena keluarnya cacing tersebut tidak mengotori anus, berbeda dengan kencing dan buang air besar yang mengotori jalan keluarnya. Artinya tidak perlu beristinja karena anus tidak menjadi kotor. Meski demikian, hukum istinja dalam permasalahan ini adalah Sunnah.

 

Al-Mahalli menjelaskan dalam kitab Syarah Minhajut Thalibin:

 

(وَلَا اسْتِنْجَاءَ لِدُودٍ وَبَعَرٍ) بِفَتْحِ الْعَيْنِ (بِلَا لَوْثٍ فِي الْأَظْهَرِ) لِفَوَاتِ مَقْصُودِ الِاسْتِنْجَاءِ مِنْ إزَالَةِ النَّجَاسَةِ أَوْ تَخْفِيفِهَا فِي ذَلِكَ. وَالثَّانِي يَجِبُ الِاسْتِنْجَاءُ مِنْهُ لِأَنَّهُ لَا يَخْلُو عَنْ رُطُوبَةٍ خَفِيَّةٍ 

 

Artinya “(Dan tidak ada istinja dari cacing dan kotoran) dengan fathah ‘ain (tanpa mengotori menurut Al-Adzhar) karena tidak terwujudnya tujuan istinja, yaitu menghilangkan atau meringankan najis. Pendapat yang kedua wajib istinja karena pasti ada basah yang samar atau tersembunyi.” (Jalaluddin Muhammad al Mahalli, Kanzur Raghibin Bihamisyi Hasyiah Al-Qalyubi [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz I, halaman 65-66)

 

Kemudian terkait hukum sunnahnya istinja, dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin dijelaskan:

 

وَتَعْتَرِيْهِ أَيِ الْاِسْتِنْجَاءَ الْأَحْكَامُ الْخَمْسَةُ فَهُوَ وَاجِبٌ مِنَ الْخَارِجِ الْمُلَوِّثِ وَمُسْتَحَبٌّ مِنْ خُرُوْجِ دُوْدٍ وَبَعَرٍ بِلَا لَوْثٍ وَمَكْرُوْهٌ مِنْ خُرُوْجِ رِيْحٍ وَحَرَامٌ بِمَطْعُوْمٍ وَمُبَاحٌ قَبْلَ دُخُوْلِ الْوَقْتِ عَلَى الْأَصْلِ اهـ

 

Artinya: “Istinja’ memiliki lima hukum, yaitu (1) wajib dari sesuatu yang keluar yang mengotori, (2) Sunnah dari keluarnya cacing dan kotoran yang tidak mengotori, (3) Makruh dari keluar angin, (4) Haram menggunakan makanan, dan (5) Mubah (diperbolehkan) sebelum masuk waktu (shalat) sesuai dengan hukum dasar.” (Abdurrahman Ba'lawi, Bughyatul Mustarsyidin [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2016] halaman 37)

 

Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan. Kesimpulannya bahwa keluarnya cacing kremi menyebabkan batalnya wudhu dan tidak mewajibkan istinja. Namun dianjurkan atau disunnahkan untuk istinja ketika keluarnya cacing pada dubur. Wallahu a‘lam.

 

Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pimpinan Pesantren Fathul Ulum, Wonodadi, Blitar