Syariah

Hukum Membuang Sampah Plastik Sembarangan dalam Islam

Ahad, 21 April 2024 | 15:00 WIB

Hukum Membuang Sampah Plastik Sembarangan dalam Islam

Hukum membuang sampah plastik sembarangan dalam Islam. (Foto: NU Online/Freepik)

Sampah plastik merupakan salah satu pemicu utama pemanasan global dan perubahan iklim dunia. Hal ini menjadi keprihatinan kita semua, karena plastik tidak dapat terurai secara alami dan menumpuk di lingkungan, mencemari laut dan tanah.


Sampah plastik telah menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar di dunia. Di Indonesia, diperkirakan 64 juta ton sampah plastik dihasilkan setiap tahunnya, dan hanya sekitar 10% yang didaur ulang. Sisanya mencemari lingkungan, membahayakan hewan dan manusia, dan merusak ekosistem.


Akibatnya, laut kita dipenuhi dengan sampah plastik yang dimakan oleh ikan-ikan. Jika kita memakan ikan-ikan tersebut, secara tidak langsung kita juga menjadi pemakan plastik. Hal ini tentu membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem.


Dampak sampah plastik juga turut menyumbang pemanasan global. Ini terjadi melalui proses produksinya yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dan proses pemusnahannya yang menghasilkan gas beracun. Sampah plastik yang terurai menjadi mikroplastik mencemari tanah dan air, dan masuk ke dalam rantai makanan, membahayakan hewan dan manusia.


Tak bisa dipungkiri, gaya hidup praktis dan pragmatis yang kita anut saat ini menjadi salah satu pemicu utama kerusakan alam. Salah satu contohnya adalah kebiasaan menggunakan plastik saat berbelanja di pasar dan mall. Demi kepraktisan, kita sering kali memilih untuk menggunakan plastik yang disediakan daripada membawa tas belanja sendiri.


Kebiasaan ini, meskipun terlihat kecil, memiliki dampak yang sangat besar bagi lingkungan. Plastik yang kita gunakan tidak mudah terurai dan akan menumpuk di alam, mencemari tanah dan laut. Hal ini dapat membahayakan hewan dan tumbuhan, serta merusak ekosistem.


Menyadari situasi ini, Nahdlatul Ulama (NU) melalui Lembaga Bahtsul Masail PBNU dan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI), mengeluarkan fatwa bahwa membuang sampah plastik sembarangan hukumnya haram. Hal ini termaktub dalam buku Fiqih Penanggulangan Sampah Plastik di halaman 26.


Terdapat beberapa alasan di balik pengharaman membuang sampah plastik sembarangan. Pertama, sampah plastik yang dibuang sembarangan dapat membahayakan kesehatan manusia dan hewan. Sampah plastik dapat mencemari air dan tanah, yang kemudian dapat terkontaminasi dengan bahan kimia berbahaya. Hal ini dapat menyebabkan berbagai penyakit bagi manusia dan hewan yang mengonsumsinya.


Kedua, sampah plastik dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Sampah plastik yang tidak terurai dengan baik dapat menyumbat saluran air, menyebabkan banjir, dan merusak ekosistem laut. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan alam dan membahayakan kehidupan makhluk hidup di dalamnya.


Sebagai seorang Muslim, sudah selayaknya untuk selalu berusaha agar tidak merugikan pihak lain. Membuang sampah plastik secara sembarangan jelas merupakan tindakan yang merugikan orang lain dan lingkungan. Oleh karena itu, membuang sampah plastik secara sembarangan adalah haram.


Sudah seyogianya membuang sampah plastik pada tempatnya. Hal ini dapat membantu mencegah sampah plastik mencemari lingkungan. Selain itu, mendaur ulang sampah plastik sebisa mungkin juga penting. Mendaur ulang plastik dapat membantu mengurangi jumlah plastik yang dibuang ke lingkungan.


Lebih lanjut, KH. Said Aqil Siradj  dalam Sambutan Ketua Umum PBNU pada Pembukaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 menyebutkan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan keprihatinannya terhadap status Indonesia sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Setiap hari, Indonesia menghasilkan sekitar 130.000 ton sampah plastik, dan hanya separuhnya yang dikelola dengan baik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sisa sampah plastik ini dibakar secara ilegal atau dibuang ke sungai dan laut, mencemari lingkungan dan membahayakan ekosistem.


Sampah plastik yang terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik dapat termakan oleh ikan dan hewan laut lainnya. Ketika manusia mengonsumsi ikan dan hewan laut tersebut, mikroplastik dan nanoplastik ini dapat masuk ke dalam tubuh dan membahayakan kesehatan.


Oleh karena itu, NU mendesak Pemerintah untuk melakukan upaya yang lebih keras dalam menekan dan mengendalikan laju pencemaran limbah plastik di Indonesia. Upaya ini harus melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, industri, hingga masyarakat.


Dalam Al-Qur'an surah Al-'Araf ayat 56, Allah menegaskan larangan bagi manusia untuk melakukan kerusakan di bumi setelah Allah menciptakannya dengan sempurna. Ayat ini mengandung pesan penting tentang tanggung jawab manusia dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Simak firman Allah berikut; 


وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ  


Artinya, "Janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik."


Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab tafsir Mafatihul Ghaib menegaskan bahwa ayat ini merupakan perintah Allah kepada umat manusia untuk menjaga bumi dan tidak merusaknya. Perintah ini menjadi pengingat penting bagi manusia untuk memelihara lingkungan dan kehidupan di bumi.


Ayat tersebut melarang segala bentuk tindakan yang merusak alam, kehidupan sosial, dan nilai-nilai agama. Menjaga bumi berarti menjaga keseimbangan alam, melestarikan sumber daya alam, dan mencegah pencemaran.


Dengan menjaga bumi, manusia sesungguhnya menjaga kelangsungan hidup mereka sendiri dan generasi mendatang. Kegagalan dalam menjaga bumi akan membawa dampak buruk bagi kehidupan manusia dan alam semesta. Simak penjelasan berikut;


مَعْنَاهُ وَلَا تُفْسِدُوا شَيْئًا فِي الْأَرْضِ، فَيَدْخُلُ فِيهِ الْمَنْعُ مِنْ إِفْسَادِ النُّفُوسِ بِالْقَتْلِ وَبِقَطْعِ الْأَعْضَاءِ، وَإِفْسَادِ الْأَمْوَالِ بِالْغَصْبِ وَالسَّرِقَةِ وَوُجُوهِ الْحِيَلِ، وَإِفْسَادِ الْأَدْيَانِ بِالْكَفْرِ وَالْبِدْعَةِ، وَإِفْسَادِ الْأَنْسَابِ بِسَبَبِ الْإِقْدَامِ عَلَى الزِّنَا وَالْلِّوَاطَةِ وَسَبَبِ الْقَذْفِ، وَإِفْسَادِ الْعُقُولِ بسبب شرب المكسرات، وَذَلِكَ لِأَنَّ الْمَصَالِحَ الْمُعْتَبَرَةَ فِي الدُّنْيَا هِيَ هَذِهِ الْخَمْسَةُ: النُّفُوسُ وَالْأَمْوَالُ وَالْأَنْسَابُ وَالْأَدْيَانُ وَالْعُقُولُ


Artinya, "Makna ayat adalah janganlah merusak apapun di muka bumi. Ini mencakup larangan merusak jiwa dengan membunuh dan mencabik-cabik tubuh, merusak harta dengan melakukan ghasab, pencurian, dan berbagai bentuk penipuan. Merusak agama dengan kufur dan bid'ah, merusak keturunan dengan melakukan zina, homo seksual [anal], dan sebab-sebab qadhaf. Termasuk merusak akal pikiran dengan mengkonsumsi berbagai minuman keras. Hal ini dikarenakan lima maslahat yang diperhatikan dalam dunia ini adalah jiwa, harta, keturunan, agama, dan akal pikiran." (Fakhruddin Ar Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut; Dar Ihya al Arabi, 1420 H], halaman 283).


Hukuman Orang yang Membuang Sampah Plastik Sembarangan

Hukum Islam telah dengan jelas menyatakan bahwa mencemari lingkungan, baik udara, air, tanah, maupun keseimbangan ekosistem, adalah perbuatan haram dan termasuk kategori kriminal (jinayat). Hal ini ditegaskan karena pencemaran yang membahayakan manusia dan alam merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemaslahatan dan keseimbangan.


Lebih lanjut, Islam juga menegaskan bahwa jika terdapat kerusakan akibat pencemaran lingkungan, maka wajib bagi pencemar untuk menggantinya. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab dan konsekuensi atas tindakannya yang telah merugikan pihak lain.


Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih, tentang dilarang membahayakan dan menimbulkan kesulitan bagi orang lain. Simak penjelasan lanjutnya dalam kitab  al-Mawahib al-Saniyah Syarh al-Fawa’id al-Bahiyah, halaman 114 berikut;


عِبَارَةٌ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ وَالْمَعْنَى لَا يُبَاحُ إِدْخَالُ الصِّرَارِ عَلَى إِنْسَانٍ فِيْمَا تَحْتَ يَدِهِ مِنْ مِلْكٍ وَمَنْفَعَةٍ غَالِبًا وَلَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنْ يُضِرَّ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ


Artinya; "Frasa 'La dharara wa la dhirar' memiliki makna bahwa tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang merugikan pada seseorang yang berada dalam kekuasaannya, baik berupa kepemilikan dan manfaat yang dimilikinya. Tidak dibolehkan bagi siapapun untuk merugikan saudaranya sesama Muslim."


Dengan demikian, hukum Islam tidak hanya melarang pencemaran lingkungan, tetapi juga mendorong upaya pemulihan dan penanggulangan kerusakan yang telah terjadi. Hal ini menunjukkan komitmen Islam terhadap kelestarian alam dan kesejahteraan manusia.


Lebih lanjut, Imam Abu Hamid al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Asna al-Mathalib Syarh Raudlatu al-Thalibin, juz XIX, halaman 140, yang juga dikutip dalam Fiqih Penanggulangan Sampah Plastik, menjelaskan bahwa tanggung jawab atas tindakan yang membahayakan orang lain, dalam konteks ini seperti meninggalkan sisa sabun di kamar mandi sehingga membuat orang lain terpeleset dan celaka. Jika seseorang terpeleset di pemandian umum karena sisa sabun yang dibuang sembarangan dan meninggal atau terluka, maka pelakunya wajib bertanggungjawab. 


Jika logika Imam Abu Hamid al-Ghazali ini ditarik ke dalam konteks orang yang membuang sampah secara sembarangan, maka ia mengandaikan bahwa orang yang membuang bekas sabun yang kemudian membahayakan pihak lain saja harus bertanggungjawab, apalagi membuang sampah plastik sembarangan yang sudah jelas-jelas menimbulkan dampak negatif bukan hanya kepada manusia tetapi juga makhluk Allah yang lain.


Tindakan membuang sampah sembarangan adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan dapat membahayakan orang lain. Kita harus bertanggung jawab atas tindakan kita dan menjaga kebersihan lingkungan untuk menghindari dampak negatif bagi semua makhluk hidup.


قَالَ الْغَرَالِي فِي الْإِحْيَاءِ لَوْ اغْتَسَلَ فِي الْحَمَّامِ وَتَرَكَ الصَّابُونَ وَالسِّدْرَ الْمُزْلِقَيْنِ بِأَرْضِ الْحَمَّامِ فَزَلَقَ بِهِ إِنْسَانٌ فَتَلِفَ أَوْ تَلِفَ مِنْهُ عُضْوٌ ، وَكَانَ في مَوْضِعِ لَا يَظْهَرُ بِحَيْثُ يَتَعَذَّرُ الاحْتِرَازُ مِنْهُ فَالضَّمَانُ مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ النَّارِكِ وَالْحَمَّامِي 


Artinya; "Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ulumiddin berpendapat, jika seseorang mandi di kamar mandi dan meninggalkan bekas sabun yang menyebabkan licinnya lantai. Hal ini kemudian menyebabkan orang lain tergelincir dan mati atau anggota tubuhnya cedera. Meskipun bekas sabun tersebut tidak terlihat, maka tanggung jawab atas akibatnya dibebankan kepada orang yang meninggalkan bekas sabun tersebut serta penjaga kamar mandi, mengingat penjaga memiliki kewajiban untuk membersihkannya". [Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlatu al-Thalibin, juz XIX, halaman 140].


Dengan demikian, hukum membuang sampah plastik sembarangan dalam Islam adalah haram. Pasalnya, tindakan tersebut membahayakan kelangsungan makhluk hidup. Untuk itu, seyogianya kita bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah plastik sembarangan. Ingatlah bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari tugas kita sebagai umat Islam.


Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam