Syariah

Ketentuan Dam bagi Jamaah yang Tinggalkan Wajib Umrah

Ahad, 21 April 2024 | 14:00 WIB

Ketentuan Dam bagi Jamaah yang Tinggalkan Wajib Umrah

Ilustrasi jamaah haji. (Foto: MCH)

Jamaah haji wajib memperhatikan dan mengerjakan rukun umrah yang tidak dapat diganti dengan dam, yaitu ihram, tawaf, sa’i, cukur tahallul, dan tertib. Jamaah haji juga harus memperhatikan wajib umrah yang berkonsekuensi pada dam jika ditinggalkan.

 

Ulama mencatat sedikitnya dua wajib umrah yang harus diperhatikan oleh jamaah haji.

 

وأما واجبات العمرة فشيئان: الإحرام من الميقات، واجتناب محرمات الإحرام

 

Artinya, “Adapun wajib umrah terdiri atas dua hal, yaitu ihram dari miqat dan menjauhkan larangan-larangan ihram,” (Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 341).

 

Adapun dua wajib umrah yang harus dilaksanakan oleh jamaah haji adalah sebagai berikut:

 

1. Ihram dari miqat

Miqat umrah bagi jamaah haji yang berada di Tanah Haram baik Makkah atau selainnya adalah Tanah Halal terdekat darinya dari arah manapun juga meski dengan zhan berdasarkan ijtihad. (Syekh Said bin Muhammad Ba’asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 2012 M/1433-1434 H], halaman 512).

 

Jika tidak pasti juga, maka ia harus berhati-hati menentukan Tanah Halal. Kalau ia mengeluarkan salah satu kakinya dari Tanah Haram dan berdiri di atas satu kakinya di Tanah Halal lalu berniat ihram umrah, maka itu sudah cukup. (Syekh Said Ba’asyin, 2012 M/1433-1434 H: 512).

 

Adapun Tanah Halal paling afdal untuk umrah adalah Ji’ranah [tempat miqat umrah Nabi Muhammad saw dan 300 nabi berdasarkan hikayat Imam Azra’i]. Lalu Tan’im [Rasulullah saw meminta Sayyidah Aisyah ra mengambil miqat umrah di sana, terkenal Masjid Aisyah ra]. Kemudian Hudaibiyah [Rasulullah saw ingin mengambil miqat umrah dari sana tetapi dihalangi oleh kaum musyrikin Makkah] (Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Bandung, Syirkatul Maarif: tanpa catatan tahun], halaman 62).

 

Jamaah haji di Tanah Haram harus keluar ke Tanah Halal untuk mengambil miqat umrah di sana meski hanya satu langkah sehingga menghimpun pijakan pada Tanah Haram dan Tanah Halal. (Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi, 2005 M/1425-1426 H: II/342). 

 

Jamaah haji yang tidak keluar dari Tanah Haram untuk mengambil miqat umrah di Tanah Halal wajib membayar dam. Pasalnya, ihram umrah dari miqat adalah wajib umrah yang mengharuskan dam jika ihram dari miqat ditinggalkan.

 

فلو لم يخرج إليه، وأتى بالعمرة أجزأته، لكنه يأثم ويلزمه دم، إلا إن خرج إليه بعد إحرامه وقبل الشروع في شئ من أعمالها فلا دم، وكذا لا إثم إن كان وقت الإحرام عازما على هذا الخروج، وإلا أثم فقط

 

Artinya, “Seandainya jamaah haji tidak keluar ke Tanah Halal [untuk mengambil miqat umrah], lalu mengerjakan umrah, niscaya hal itu memadai, tetapi ia berdosa dan wajib membayar dam. Beda kasus kalau jamaah haji keluar ke Tanah Halal setelah ihram umrah tetapi belum melaksanakan rukun umrah, maka ia tidak terkena dam. Demikian juga jamaah haji tidak berdosa kalau waktu ihram umrah ia berniat untuk keluar [ke Tanah Halal]. Tetapi kalau tidak merencanakan, maka ia berdosa,” (Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi, 2005 M/1425-1426 H: II/343).

 

Sebagai tambahan informasi, pada ibadah umrah, tawaf wada’ bukan bagian dari wajib. Tawaf wada’ hanya bagian dari wajib haji. Jamaah haji yang meninggalkan tawaf wada’ ketika umrah haji (umrah wajib) tidak membayar dam.

 

Tawaf wada’ bukan bagian dari wajib umrah yang berkonsekuensi pada dam jika ditinggalkan menurut jumhur ulama. Tawaf yang harus dilakukan jamaah haji ketika umrah hanya terdiri dari satu jenis tawaf, yaitu tawaf fardhu atau tawaf rukun.

 

2. Menjauhkan larangan ihram

Jamaah haji yang melaksanakan umrah perlu memperhatikan larangan ihram. Jamaah haji yang melaksanakan umrah wajib menjauhi larangan ihram yang berlaku pada larangan ihram haji.

 

Adapun larangan ihram baik ihram haji maupun ihram umrah adalah hubungan seksual suami dan istri (jimak), ciuman dan bersedap-sedapan (kontak fisik dengan syahwat), masturbasi, nikah atau menikahkan, mengenakan parfum di badan dan pakaian, meminyaki rambut, mencukur rambut dan bulu lain di tubuh, memotong kuku, menutup kepala bagi jamaah laki-laki, menutup wajah bagi jamaah perempuan, mengenakan pakaian berjahit, berburu, memotong pohon atau mencabut rumput hijau di Tanah Haram.

 

Demikian dua wajib umrah yang harus diperhatikan jamaah haji. Jamaah haji wajib membayar dam kalau meninggalkan wajib umrah sesuai ketentuan dam atas pelanggaran wajib haji, yaitu menyembelih seekor kambing atau puasa 10 hari dengan rincian 3 hari di Tanah Suci dan 7 hari setelah sampai di Tanah Air. Semoga keterangan ini dapat dipahami dengan baik.

 

Ustadz Alhafiz Kurniawan, Redaktur Keislaman NU Online