
Murid belajar ilmu tauhid dengan aksara Melayu di MDTA Fathul Arifin, Tungkal Jambi (Foto: Syarif Abdurrahman)
Jambi, NU Online
Anak-anak berjilbab dan kopiah berhamburan memasuki kelas di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) Fathul Arifin di Jalan Beringin Ujung, Kelurahan Patunas, Kecamatan Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, Sabtu (24/5/2025).
Agil Mizas Syauqi, salah satu guru MDTA Fathul Arifin menjelaskan bahwa pelajaran saat itu adalah pelajaran tauhid bab sifat wujud. Namun, uniknya pelajaran tauhid tersebut ditulis dengan aksara Arab Melayu.
"Kita masih mempertahankan model pembelajaran dengan pengantarnya adalah aksara Arab Melayu. Sebagai ciri khas dan menjaga warisan para ulama Melayu," katanya.
Baca Juga
Dari Kitab Kuning hingga Ilmu Kanuragan
Mizas menambahkan, di Fathul Arifin disediakan guru khusus yang membantu siswa belajar membaca dan menulis Arab Melayu. Dikarenakan naskah tulisan dari manuskrip Islam yang tersebar di Jambi kebanyakan ditulis dengan menggunakan aksara Arab dan berbahasa Melayu, atau lebih dikenal dengan istilah huruf Jawi.
Arab Melayu juga dikenal dengan istilah huruf Jawi dengan alasan bangsa luar dulu mengenal Indonesia dengan tanah Jawi. Alasan lainnya karena yang menyusun huruf ini bernama Syekh Jawini. Guru bahasa pada abad ke-13 di Samudra Pasai, Aceh dan yang mempelopori penulisan karangan berbahasa Melayu.
"Rata-rata guru dan murid di sini bisa membaca serta menulis Arab Melayu. Ada banyak kitab kuning berbahasa Arab Melayu, hampir sama dengan Arab Pegon di pulau Jawa. Ini menandakan bahwa peradaban Islam di tanah Melayu, khususnya Sumatera cukup maju," imbuh Mizas.
Baca Juga
Susunan Bacaan Tahlil Melayu Jakarta
Secara umum, kata Mizas, tulisan Arab Melayu merupakan tulisan dengan huruf hijaiyah dan ditambah 5 huruf bukan huruf Arab, melainkan huruf yang diciptakan oleh orang Melayu sendiri. Hal ini disebabkan huruf-huruf Arab mempunyai kekurangan dari sudut lambang-lambang untuk fonem Melayu.
Huruf-huruf tambahan ini ialah ca, (ج ), nga (غ ), pa (ف ), ga(ك ), nya ( ث ). Huruf-huruf baru ini ditiru dari huruf Arab misalnya ca ( ج ), diambil dari huruf jim ( ج ), huruf nga ( ع ), dari huruf ain ( ع ) huruf pa ( ف ) dari huruf fa ( ف ) dan ga ( ك ) dari huruf kaf ( ك ).
"Kita ingin anak Melayu tidak melupakan sejarah. Bahasa Arab Melayu dulu menjadi bahasa pengantar dalam bidang penulisan kesusastraan, Ilmu teologi dan falsafah sejak kerajaan Melayu berjaya,"ujarnya.
Aksara Arab Melayu mulai terpinggirkan
Ustadz Ahyaruddin, penggiat literasi Arab Melayu di Jambi menyampaikan keresahan tentang banyaknya generasi muda di bumi Andalas kelahiran tahun 1998-2010 yang tidak bisa menulis dan membaca Arab Melayu.
Karena penulisan naskah dengan teks Arab Melayu ini menjadi salah satu tantangan bagi generasi muda di Jambi dalam memahami isi dari sumber ajaran Islam di bumi Melayu. Hal ini dikarenakan tidak semua orang dapat membacanya.
Hal ini disebabkan karena kurangnya wadah tempat belajar dan kegiatan yang memfasilitasinya. Di zaman dulu, generasi muda di bumi Melayu belajar aksara Arab Melayu di surau, sekolah Arab atau madrasah diniyah dan majelis privasi di rumah tuan guru.
"Sekarang surau-surau dan sekolah Arab tidak terlalu aktif di dusun-dusun. Penyebabnya kolektif, umumnya tata kelola dan keuangan yang tidak rapi. Kalau saya punya rutinan setiap malam Sabtu dan Minggu belajar, bisa diikuti siapa saja,"katanya.
Dampaknya, kata Akyar, banyak generasi muda tidak memahami tata cara wudhu, fikih ibadah, tauhid yang mulai melenceng dan akhlak yang merosot. Sebab sumber belajar Islam yang digunakan ulama Sumatera mayoritas berbahasa Arab asli atau Arab Melayu.
Kebanyakan, guru-guru di bumi Melayu seperti Jambi, Riau, Aceh, Palembang, Bengkulu, Bangka Belitung mengajar dengan Kitab berbahasa Arab Melayu. Contohnya yaitu Kitab Sullamul Mubtadi', Kitab Perukunan, Kitab Tajul Muluk, Kitab Sirajul Huda, Kitab Tanbihul Ghofilin, Kitab Bidayatul Hidayah, Kitab Hikam, Kitab Jurumiyah, dan lain sebagainya.
"Dulu di Kabupaten Bungo setiap desa ada madrasah yang dikelola oleh desa. Sekarang banyak yang tutup. Gaji guru tidak lancar dan bangunan madrasah tidak terawat. Dulu kita belajar di sana," ungkapnya.
Akhyar menyebutkan, madrasah di desa-desa dulunya dikelola secara swadaya. Gurunya pun tidak ada gaji bulanan. Kadang gajinya diberikan lewat hasil lelang makanan dan penjualan ikan dari lubuk larangan setahun sekali. Namun, di era sekarang tidak semua guru bisa bertahan dengan keadaan ini.
"Di Jambi, kalau kita lihat di setiap instansi pemerintah itu di depannya ada tulisan Arab Melayu. Seperti dinas pendidikan yang ditulis dengan aksara Arab Melayu. Cuma sayangnya, banyak yang tidak bisa baca," bebernya.
Mengatasi hal ini, Akhyar mengusulkan pemerintah provinsi dan kabupaten di Bumi Melayu untuk mendukung sekolah Arab dan surau agar kembali aktif mengajarkan aksara Arab Melayu.
Selain itu, perlu menggerakkan kembali kegiatan kegiatan workshop tata cara membaca dan menulis Arab Melayu, tingkat lebih yaitu membedah manuskrip Arab Melayu (teks Jawi).
"Perlu kerjasama lintas sektor, seperti balai bahasa, dinas pendidikan, kementerian Agama, dinas arsip dan perpustakaan. Biar bisa jadi gerakan bersama,"pintanya.
Gubernur Jambi Al Haris Gubernur mengakui penggunaan penulisan dan bahasa Melayu sudah mulai berkurang. Termasuk penggunaan Arab Melayu klasik. Secara instansi, Pemerintah Jambi memiliki komitmen kuat melindungi bahasa daerah di Provinsi Jambi dari kepunahan dengan melakukan upaya perlindungan dan penguatan bahasa Melayu.
"Kita sepakat melindungi aksara Melayu dari potensi kepunahan dengan cara pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan penguatan bahasa daerah Jambi," tandasnya.