Nyai Nafisah Ali Maksum, Sosok Ibu yang Utamakan Kepentingan Sosial
Sabtu, 5 Juli 2025 | 06:00 WIB
Jakarta, NU Online
Sosok almarhumah Nyai Durroh Nafisah Ali, Putri dari KH Ali Maksum (Rais ‘Aam PBNU Periode 1981-1984) sekaligus A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan figur perempuan yang teguh dalam pengabdian sosial.
Hal ini disampaikan oleh putri kandungnya, Nyai Hindun Anisah yang mengungkapkan bagaimana sang ibunda selalu mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang urusan pribadi, bahkan di saat-saat dirinya dalam kondisi sakit.
“Ibu saya itu adalah sosok yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Bahkan saat beliau sendiri dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan, saestu (benar-benar) membutuhkan bantuan, tapi ibu lebih mementingkan untuk membantu orang lain,” ujarnya dalam Acara Majelis Tahlil Ibu Nyai Hj Durroh Nafisah Ali yang disiarkan melalui kanal YouTube Krapyak Official pada Kamis (3/7/2025) malam.
Ia menuturkan ketika Nyai Nafisah baru selesai menjalani operasi di Malaysia dan dalam perjalanan pulang ke Yogyakarta, almarhumah tidak ingin langsung beristirahat di rumah. Justru, meminta untuk dicarikan tempat wisata untuk para santri.
“Waktu itu, ibu saya bilang, aku gak langsung pulang ke rumah dulu. Padahal masih dalam kondisi lemah usai operasi. Ibu bilang ingin istirahat di tempat yang bisa juga untuk santri-santrinya berwisata sambil seaman (Al-Qur’an). Saya pikir, mungkin ibu ingin tempat yang nyaman untuk dirinya, tapi ternyata bukan itu. Ibu ingin tempat yang bisa dinikmati santri-santrinya. Katanya, aku sudah janji sama anak-anak (santrinya), mereka harus bisa senang dan berwisata,” kenang Nyai Hindun.
Dengan kondisi tubuh yang belum pulih sepenuhnya, ia menyampaikan bahwa Nyai Nafisah tetap menunjukkan perhatian besar kepada santri-santrinya. Menurut Nyai Hindun, almarhumah bahkan ikut menentukan tempat wisata yang sekiranya bisa menyenangkan dan membuat para santrinya aman untuk semaan Al-Qur’an sekaligus bisa menikmati suasananya.
“Setibanya di Jogja, saya langsung cari tempat wisata yang ibu mau, seperti ada danaunya, ada perahunya sehingga santri-santri bisa semaan, bisa bermain. Ibu saya itu sangat senang melihat santrinya tertawa dan bermain, meski hanya melihat dari balik jendela kamarnya. Itu yang membuat saya merasa berat dalam meneruskan perjuangan ibu,” ucapnya dengan suara sedih dan bergetar.