Menjelang akhir Ramadhan, biasanya orang-orang mulai memperbanyak waktu untuk beribadah, seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir dan wirid, bersedekah, serta melakukan amal kebaikan lainnya.
Hal ini didasarkan oleh banyaknya riwayat yang menyebutkan bahwa Lailatul Qadar, malam istimewa yang hanya ada di bulan Ramadhan, diperkirakan terjadi pada sepertiga akhir bulan ini. Harapannya, dengan memperbanyak amal kebaikan, umat Muslim dapat meraih keistimewaan malam yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan. Allah berfirman:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ٣
Artinya, “Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan,” (QS. Al-Qadr: 3)
Berdasarkan ayat di atas, salah satu khalifah Bani Umayyah, yaitu Umar bin Abdul Aziz, bahkan memberikan anjuran untuk memperbanyak istighfar pada akhir bulan Ramadhan. Keterangan ini dapat ditemukan dalam kitab Latha’iful Ma’arif yang disusun oleh Ibnu Rajab al-Hanbali:
كَتَبَ عُمَرُ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ إِلَى الْأَمْصَار يَأْمُرُهُمْ بِخَتْمِ شَهْرِ رَمَضَانَ بِالْإِسْتِغْفَارِ وَالصَّدَقَةِ،صَدَقَة الفطرِ؛ فَإِنَّ صَدَقَةَ الْفِطْرِ طُهْرَةٌ لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ. وَالْإِسْتِغْفَارُ يُرْقَعُ مَا تَخَرَّقَ مِنَ الصِّيَامِ بِاللَّغْوِ وَالرَّفَثِ؛ وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ العُلَمَاءِ الْمُتَقَدِّمِيْنَ: إِنَّ صَدَقَةَ الْفِطْرِ لِلصَّائِمِ كَسَجْدَتَيِ السَّهْوِ لِلصَّلَاةِ
Artinya, “Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada daerah-daerah dan memerintahkan mereka untuk menutup bulan Ramadhan dengan memohon ampunan dan menunaikan sedekah, zakat fitrah. Karena zakat fitrah bisa membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan perkataan yang tidak baik. Sementara istighfar bisa memperbaiki apa yang telah terkoyak dari puasa dari perkataan yang tidak berguna dan perkataan yang tidak baik. Karena itu, sebagian ulama terdahulu berkata: zakat fitrah itu bagi orang yang berpuasa seperti dua kali sujud sahwi untuk shalat,” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Latha`iful Ma’arif, [Beirut, Dar Ibn Katsir, t.t.], hlm. 383).
Anjuran dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak sampai di sana saja. Masih dalam kitab yang sama, disebutkan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga memberikan wirid-wirid mana saja yang hendaknya di baca. Berikut ini bunyi keterangannya:
Baca Juga
Ini Susunan Wirid Setelah Shalat Witir
وَقَالَ عُمَرُ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ فِى كِتَابِهِ: قُولُوا كَمَا قَالَ أَبُوكُمْ آدَم: (رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ)، وَقُولُوا كَمَا قُالَ نُوح عليه السلام: (وَاِلَّا تَغْفِرْ لِيْ وَتَرْحَمْنِيْٓ اَكُنْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ)، وَقُولُوا كَمَا قَالَ إِبْرَاهِيم عليه السلام: (وَالَّذِيْٓ اَطْمَعُ اَنْ يَّغْفِرَ لِيْ خَطِيْۤـَٔتِيْ يَوْمَ الدِّيْنِ)، وَقُولُوا كَمَا قَالَ مُوسَى عليه السلام: (رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ)، وَقُولُوا كَمَا قَالَ ذُو النُّون عليه السلام: (لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ)
Artinya, “Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam suratnya berkata: Ucapkan sebagaimana yang diucapakan oleh ayahmu, Nabi Adam ‘alaihissalam: ‘rabbanâ dhalamnâ anfusana wa il lam taghfir lanâ wa tar-ḫamnâ lanakûnanna minal-khâsirîn’ (QS. Al-A’raf: 23); ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Nuh ‘alaihissalam: ‘wa illâ taghfir lî wa tar-ḫamnî akum minal-khâsirîn’ (QS. Hud: 47); ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam: ‘walladzî athma‘u ay yaghfira lî khathî'atî yaumad-dîn’ (QS. Asy-Syu’ara: 82); ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam: ‘rabbi innî dhalamtu nafsî faghfir lî’(QS. Al-Qashash: 16); dan (terakhir) ucapkanlah sebagaiamana yang diucapkan oleh Dzun Nun (Nabi Yunus) ‘alaihissalam: ‘lâ ilâha illâ anta sub-ḫânaka innî kuntu minadh-dhâlimîn’ (QS. Al-Anbiya’: 87),” (Ibnu Rajab al-Hanbaly, Latha`iful Ma’arif, [Beirut, Dar Ibn Katsir], halaman 383-384)
Dari keterangan di atas, kita bisa menemukan bahwa wirid yang dianjurkan dibaca oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan doa-doa yang sebagaimana dibaca oleh para nabi terdahulu. Rinciannya sebagai berikut:
1. Doa Nabi Adam ‘alaihissalam yang bisa ditemukan di dalam surat Al-A’raf ayat ke-23:
Baca Juga
Wirid Imam Ghazali
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
rabbanâ zhalamnâ anfusanâ wa il lam taghfir lanâ wa tar-ḫamnâ lanakûnannâ minal-khâsirîn
Artinya, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi,” (QS. Al-A’raf: 23).
2. Doa Nabi Nuh ‘alaihissalam yang bisa ditemukan di dalam surat Hud ayat ke-47
وَاِلَّا تَغْفِرْ لِيْ وَتَرْحَمْنِيْٓ اَكُنْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ
wa illâ taghfir lî wa tar-ḫamnî akum minal-khâsirîn
Artinya, “Kalau Engkau tidak mengampuniku dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi,” (QS. Hud: 47)
3. Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang bisa ditemukan di dalam surat Asy-Syu’ara ayat ke-82
وَالَّذِيْٓ اَطْمَعُ اَنْ يَّغْفِرَ لِيْ خَطِيْۤـَٔتِيْ يَوْمَ الدِّيْنِ
walladzî athma‘u ay yaghfira lî khathî'atî yaumad-dîn
Artinya, “(Dia) yang sangat kuinginkan untuk mengampuni kesalahanku pada hari Pembalasan,” (QS. Asy-Syu’ara: 82)
4. Doa Nabi Musa ‘alaihissalam yang bisa ditemukan di dalam surat Al-Qashash ayat ke-16
رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ
rabbi innî zhalamtu nafsî faghfir lî
Artinya, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku,” (QS. Al-Qashash: 16)
5. Doa Dzun Nun (Nabi Yunus) ‘alaihissalam yang bisa ditemukan dalam surat Al-Anbiya’ ayat ke-87
لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ
lâ ilâha illâ anta sub-ḫânaka innî kuntu minadh-dhâlimîn
Artinya, “Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim,” (QS. Al-Anbiya’: 87)
Semoga amalan ini semakin memotivasi kita untuk giat beribadah di akhir Ramadhan. Dengan wasilah wirid dan doa-doa yang pernah dibaca oleh para nabi dan orang-orang saleh terdahulu, kita berharap dapat meraih keutamaan Lailatul Qadar, malam yang lebih mulia daripada seribu bulan. Wallahu a’lam
Ustadz Ahmad Hanan, Alumni Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus dan Pesantren MUS-YQ Kudus